JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebutkan pentingnya ekonomi digital sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi nasional. Kendati demikian, disrupsi ekonomi digital ini menghadirkan risiko-risiko baru terhadap sistem perekonomian Indonesia.
Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan, kehadiran ekonomi digital di dalam negeri semakin terlihat dengan banyaknya financial technology (fintech) dan lembaga keuangan digital lain. Ia memproyeksikan, fenomena ini akan terus berkembang ke depannya.
“Namun demikian perkembangan ekonomi digital harus menandai risiko-risiko yang timbul,” ujarnya dalam Seminar Menuju Indonesia Unggul Melalui Ekonomi Digital yang diselenggarakan IDX Channel di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Sugeng menjelaskan, saat ini saja sudah terlihat ada beberapa risiko yang muncul dengan hadirnya ekonomi digital. Pertama, potensi berkembangnya praktik shadow banking atau lembaga keuangan nonbank yang menjalankan bisnis seperti bank.
“Peran nonbank fintech terus meningkat semakin merefleksikan yang ditawarkan perbankan,” katanya.
Menurut dia, transformasi digital perbankan yang relatif lambat akan memicu praktik shadow banking semakin marak.
“Perbankan masih tahap awal digitalisasi, meski sebagian sudah melangkah lebih maju,” katanya.
Selain shadow banking, ekonomi digital juga memicu risiko munculnya serangan terhadap keamanan sistem cyber. Hal ini seringkali terjadi di sistem ekonomi digital negara lain.
“Kemudian masalah proteksi data. Ini kalau sudah berkembang harus kita perhatikan,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi potensi-potensi tersebut terjadi, BI akan melakukan pendekatan yang berimbang untuk menciptakan kebijakan baru terhadap sistem keamanan nasional.
“Menghadapi kondisi tadi, inovasi-inovasi masih kita perlukan. Pendekatan yang balance sangat kita butuhkan,” ucap Sugeng.
Editor : Ranto Rajagukguk
Sumber: iNews
KOMENTAR