Minggu, 18 April 2021
  • Login
Harian Aceh Indonesia
  • HOME
  • IN-DEPTH
  • ACEH
  • NASIONAL
    • HUKUM
    • POLITIK
    • PERISTIWA
    • SOROTAN PUBLIK
  • DUNIA
  • EKONOMI
  • EDUKASI
    • LITERASI
  • ISLAM
  • OPINI
  • LIFESTYLE
  • LINGKUNGAN
  • SEJARAH
  • OTO
  • HIBURAN
  • SEPAK BOLA
    • BOLA NASIONAL
    • LIGA INGGRIS
    • LIGA ITALIA
    • LIGA SPANYOL
  • TEKNO
    • APLIKASI
    • GADGET
    • INTERNET
  • FOTO
  • VIDEO
  • CEK FAKTA
No Result
Lihat Semua Hasil
Harian Aceh Indonesia
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Login
Harian Aceh Indonesia
No Result
Lihat Semua Hasil
Trending

Bukan Belajar Sastra, Tapi Belajar dari Sastra

Tikwan Raya Tikwan Raya
Selasa, 14/07/2020 - 22:55 WIB
Lama Bacaan: 3 menit
Sastra

Ilustrasi Sastra. FOTO/Kompasiana

Sebar ke FacebookSebar ke Twitter
Print Friendly, PDF & Email

KETIKA ruang sastra makin menyempit di sekolah-sekolah dan ruang-ruang pendidikan kita, itu antara lain ditandai dengan kecenderungan institusi pendidikan kita menjadikan kesusastraan sebagai objek pelajaran saja. Atau sebuah mata kuliah yang dipelajari, hingga seorang siswa mendapatkan capaian kuantitatif yang diharapkan.

Dampak dari keadaan ini adalah dua hal. Pertama, para kritikus sastra menghilang dari masyarakat kita. Kedua, para siswa cenderung mempelajari sastra, tapi sedikit sekali menerima pelajaran dari sastra.

Pada usia 9 tahun, saya menemukan buku “Sirkuit Kemelut” karya Ashadi Siregar di rak buku milik paman saya. Novel tebal itu pernah mendapat anugerah novel terbaik pada masanya. Sebenarnya, ini novel dewasa, banyak kisah percintaannya. Saya menamatkan novel ini penuh minat, dan paman sangat heran melihatnya. Seorang anak SD kelas tiga, di kampung yang terpencil, membaca novel seserius itu dan tamat sehari saja.

Maaf, ini bukan membanggakan diri. Tapi saya ingin mengatakan kepada Anda, bahwa saya telah menerima banyak pelajaran hidup dari sebuah karya sastra, jauh sebelum saya mempelajarinya sebagai sebuah disiplin.

Mempelajari sastra tidak selalu membuat seseorang mendapat pelajaran dari sastra. Seseorang mungkin bisa menjawab berbagai pertanyaan standar menyangkut kesusastraan, tapi itu tak mempengaruhi hidup mereka.

Sejak membaca karya populer “Sirkuit Kemelut” itu, imajinasi saya tak bisa dibendung lagi, berkeliaran ke sana kemari. Sebuah dunia baru hidup dan berkembang di benak saya. Orang-orang mengatakan, saya mulai berbicara seperti orang dewasa, dan saya menyukai topik-topik yang tidak biasa dalam level pergaulan di desa.

BACAAN LAINNYA

Ngobrol Asyik Sastra Klasik Bareng Kang Abik

Newstory: Ngobrol Asyik Sastra Klasik Bareng Kang Abik

02/04/2021 - 06:13 WIB
1615977078 Kampanye Taki Miguru Pulihkan Kegiatan Belajar Anak anak Penyintas Gempa di

Kampanye “Taki Mi’guru” Ajak Anak-anak Penyintas Gempa di Mamuju Kembali Belajar

17/03/2021 - 16:54 WIB
1615977078 Kampanye Taki Miguru Pulihkan Kegiatan Belajar Anak anak Penyintas Gempa di

Kampanye “Taki Mi’guru” Pulihkan Kegiatan Belajar Anak-anak Penyintas Gempa di Mamuju

17/03/2021 - 16:54 WIB
Masih masa pandemi Covid-19 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tangerang Selatan, Banten masih belum menggelar kegiatan belajar dengan tatap muka di tahun ajaran baru 2020-2021, Senin (13/7).

PTM di Tangsel Dimulai Juli 2021, Begini Kesiapannya

06/03/2021 - 05:40 WIB

Novel sebagai sebuah karya sastra memberikan kita ruang imajinasi yang teramat luas. Kita membangun tempat-tempat yang baru dari deskripsi pengarang. Membayangkan karakter seseorang dari bangunan tokoh-tokoh dalam novel itu, dan semua itu menjadi referensi virtual kita dalam menilai orang-orang. “Oh, sifatnya mirip tokoh Anu. Oh, dia nakal sekali seperti si Anu“. Demikian seterusnya. Kita menjadi terisi, tidak kosong lagi.

Keajaiban berikutnya, kita tiba-tiba menjadi suka mengamati suatu tempat, mempelajari keadaan seseorang, menajamkan rasa kasihan, dan membangun empati sosial. Inilah pelajaran yang amat kaya, lengkap, dan sangat hidup. Dan yang seperti ini hanya dapat kita terima dari sebuah karya sastra. Tentu saja pengalaman hidup langsung juga adalah sumber pelajaran bagi seseorang, tapi pengalaman tidak selalu mampu memperkaya imajinasi.

Bayangkan bila setiap anak SMP membaca petualangan Winnetou karya Karl May yang luar biasa itu. Saya yakin, novel-novel seperti ini akan mengguncang dunia anak-anak, membawa mereka pada dimensi-dimensi sosial yang berbeda, menyenangkan, dan menjadi sumber berbagai referensi tanpa harus mengerutkan kening karena asyiknya.

Kita berharap, sastra tidak lagi dihadirkan kepada siswa sebagai mata pelajaran yang menjadi beban kurikulum. Ia harus dikeluarkan dari dimensi studi saja, tapi juga harus diposisikan sebagai medium pendidikan yang menyenangkan dan penuh warna dunia. Seorang guru atau orang tua tinggal memilihkan karya-karya yang membuat anak-anak terhanyut untuk membaca. Tentu ketertarikan mereka tidak sama.

Anak perempuan saya ketika kelas 3 SMP tidak suka belajar sejarah dari gurunya. Lalu saya menyodorkannya novel “Pompeii” karya Robert Harris. Gila, dia mengunyahnya cepat sekali. Tak bisa dilepaskannya buku itu sampai tamat. Menegangkan, seru, dan ia merasa tersedot ke dalam sejarah besar Pompeii yang dikisahkan secara enak oleh Robert Harris. Setelah itu, ia melanjutkan dengan karya-karya Robert Harris lainnya, yaitu “Imperium”, “Cicero”, dan “Konspirata”. Anda tahu, ketiganya adalah karya dahsyat yang sangat padat dengan sejarah.

Sejak itu, ia mulai menyukai sejarah. Hidupnya dan cara pandangnya berubah. Sejarah tak membosankan lagi. Dengan novel, sebuah pelajaran bisa menjadi teramat asyik. Bukan itu saja, paradigma dunianya (world view)-nya juga meluas. Bahkan satu sekolah seluruhnya belum tentu dapat memberikan semua ini pada seorang siswanya. Inilah kekuatan sastra.

Jadi, biarkanlah anak-anak mengambil pelajaran dari sastra. Mereka bisa saja malas belajar filsafat, tapi bila diberikan novel “Dunia Sophie”, mungkin mereka bisa berubah. Bahkan banyak pilihan novel yang sarat dengan kandungan fisika, biologi, ruang angkasa, dan sebagainya. Inilah medium yang terbaik untuk perkembangan khas anak-anak. Dan sebenarnya cara ini adalah metode lama (kuno). Para leluhur kita, sebelum mengenal buku, menyampaikan ajaran tradisinya melalui kisah (folklore), sesuai dengan keperluan mereka untuk mewariskan pengetahuan budayanya, untuk melanjutkan kehidupan masyarakatnya. (•)

Tags: belajarbelajar dari sastrabelajar sastrabukan belajar sastrasastra
Share2Tweet1PinSend

BACAAN LAINNYA

Ilustrasi seorang Youtuber sedang memainkan ASMR Puisi. FOTO/Youtube

ASMR Puisi Jenis Sastra Untuk 18 Tahun ke Atas?

17/01/2021 - 05:15 WIB
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab. FOTO/Net

Sajak Tukang Obat

16/11/2020 - 20:56 WIB
Bahasa Gayo Lues

Mengenal Prefiks Dalam Bahasa Gayo

05/07/2020 - 09:32 WIB
Load More

TERPOPULER

  • Yusuf Mansur Sebut Orang Miskin Pasti Kurang Ibadah, Sahal: Jelas Keliru

    Yusuf Mansur Sebut Orang Miskin Pasti Kurang Ibadah, Sahal: Jelas Keliru

    7 shares
    Share 3 Tweet 2
  • PLTMGU Lombok Peaker, Beroperasi Penuh Petengahan 2020

    6 shares
    Share 2 Tweet 2
  • Haruskah Baca Surah Ad-Dhuha saat Salat Dhuha?

    112 shares
    Share 46 Tweet 28
  • Permohonan Bupati Ramli Dikabul, DJKN Hibah 14 Hektare Tanah BRR Ke Pemda

    48 shares
    Share 44 Tweet 2
  • Atasi Macet di Meulaboh, Polisi Buka Tutup Jalur Kota

    4 shares
    Share 2 Tweet 1
Loading...

PERISTIWA

Mendes Layak Diganti, Jokowi Jangan Kompromi Dengan Jual Beli Jabatan

Mendes Layak Diganti, Jokowi Jangan Kompromi Dengan Jual Beli Jabatan

17/04/2021

Kader Golkar di Pusaran Kasus Korupsi Kabupaten Indramayu

Kader Golkar di Pusaran Kasus Korupsi Kabupaten Indramayu

17/04/2021

Oknum kepala sekolah (kepsek) di Kota Medan berinisial BS. FOTO/Net

Anak Dicabuli Kepsek, Seorang Ibu: Anak Saya Disuruh Oral dan Diraba-raba Dadanya

17/04/2021

Respons KPK Pantun di Twitter Dibalas Sentilan soal Harun Masiku

Respons KPK Pantun di Twitter Dibalas Sentilan soal Harun Masiku

16/04/2021

Pembalap Liar yang Viral Salto ke Sawah Selamat Namun Retak Tulang Tangan

Pembalap Liar yang Viral Salto ke Sawah Selamat Namun Retak Tulang Tangan

16/04/2021

  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privacy
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Hak Jawab Dan Koreksi Berita
  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  • Ketentuan Khusus
  • Menulis di HAI
  • Sitemap
  • Cookie
Aplikasi Android Harian Aceh Indonesia

© 2014 - 2021 - PT. Harian Aceh Indonesia. Made with in Indonesia.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • IN-DEPTH
  • ACEH
  • NASIONAL
    • HUKUM
    • POLITIK
    • PERISTIWA
    • SOROTAN PUBLIK
  • INTERNASIONAL
  • EKONOMI
  • EDUKASI
    • LITERASI
  • LINGKUNGAN
  • ISLAM
  • OPINI
  • SEJARAH
  • LIFESTYLE
  • KOMUNITAS
  • HIBURAN
  • OLAHRAGA
  • SEPAKBOLA
    • BOLA NASIONAL
    • LIGA ITALIA
    • LIGA INGGRIS
    • LIGA SPANYOL
  • OTOMOTIF
  • TEKNOLOGI
    • APLIKASI
    • GADGET
    • INTERNET
  • FOTO
  • VIDEO
  • CEK FAKTA
  • LOWONGAN KERJA
  • Login

© 2014 - 2021 - PT. Harian Aceh Indonesia. Made with in Indonesia.

Selamat Datang Kembali!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In