Penulis: Lilik Yani**
PANDEMI tak kunjung usai, anak-anak sekolah mulai jenuh belajar lewat daring. Rindu untuk kembali belajar di sekolah bertemu bapak ibu guru dan teman-temannya. Hanya saja kondisi pandemi tak memungkinkan untuk bisa belajar bertatap muka.
Hingga muncullah wacana dari bapak menteri pendidikan dan kebudayaan, bahwa akan dibuka sekolah tatap muka bulan Januari 2020. Di tengah kondisi pandemi yang masih mendera, amankah jika anak-anak kembali ke sekolah?
Seperti yang penulis kutip dari laman tirto.id, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengizinkan sekolah tatap muka mulai Januari 2021 tahun depan. Mendikbud juga membeberkan syarat dan panduan dalam pelaksanaan sekolah tatap muka yang diterapkan pada masa pandemi Corona COVID-19. (25 November 2020)
Kesepakatan diizinkannya penerapan sekolah tatap muka mulai Januari 2021 mendatang ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, juga Menteri Dalam Negeri.
Keputusan ini melibatkan permufakatan dengan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta pemerintah daerah.
“Mulai Januari 2021, kebijakan pembelajaran tatap muka dimulai dari pemberian izin oleh pemerintah daerah atau kantor wilayah atau kantor Kementerian Agama dan tetap dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orang tua,” kata Nadiem Makarim saat mengumumkan keputusan tersebut via virtual, Jumat (20/11/2020) lalu.
Nantinya, kepala daerah boleh melakukan pembukaan sekolah tatap muka secara serentak atau bertahap. Namun, penerapan sekolah tatap muka nanti tidak merupakan paksaan atau keharusan. Orang tua masing-masing siswa bisa menentukan apakah anaknya diperbolehkan ikut sekolah tatap muka atau tetap melalui daring.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendukung kebijakan ini. “Pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah telah dilakukan hampir 1 tahun ini dan sudah dilakukan kajian dan evaluasi ternyata banyak hal yang bisa dinilai ada berbagai kendala,” sebutnya dikutip dari website resmi Kementerian Kesehatan RI, Jumat (20/11/2020).
“Seperti ada ancaman anak putus sekolah, meningkatnya resiko stres pada anak, terjadinya kekerasan pada anak, kesenjangan capaian belajar dan learning loss yang tentu saja berpengaruh pada perkembangan anak,” lanjut Terawan.
Ditegaskan oleh Nadiem Makarim, pelaksanaan sekolah tatap muka di berbagai daerah mulai Januari 2021 mendatang harus menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Mendikbud membeberkan apa saja yang wajib dipenuhi oleh sekolah dan pemerintah daerah/kepala daerah jika ingin menerapkan pembelajaran tatap muka.
Syarat Persiapan Sekolah Tatap Muka
Untuk sekolah-sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka, setidaknya harus memenuhi poin-poin berikut ini:
- Sanitasi, termasuk toilet bersih dan layak.
- Fasilitas kesehatan.
- Kesiapan menerapkan wajib masker.
- Sarana cuci tangan atau hand sanitizer dan disinfektan.
- Menyediakan thermogun (alat pengukur suhu tubuh).
- Pemetaan satuan pendidikan untuk mengetahui siapa yang punya komorbid (penyakit penyerta).
- Persetujuan komite sekolah dan orang tua/wali siswa.
Untuk kepala daerah atau pemerintah daerah yang akan menerapkan sekolah tatap muka wajib mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
- Tingkat risiko penyebaran COVID-19.
- Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan.
- Kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa.
- Akses terhadap sumber belajar dan kemudahan belajar dari rumah.
- Kondisi psikososial peserta didik.
Tak hanya itu, Medikbud juga mengajukan sejumlah syarat lainnya kepada pemerintah daerah, yakni:
- Kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orang tua/walinya bekerja di luar rumah.
- Ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan satuan pendidikan.
- Tempat tinggal warga satuan pendidikan.
- Mobilitas warga antar-kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan/desa.
- Kondisi geografis daerah.
Nadiem Makarin mengingatkan pula mengenai pemetaan warga di satuan pendidikan, terutama untuk kategori berikut ini:
- Punya komorbid yang tidak terkontrol.
- Tidak memiliki akses transportasi yang aman.
- Memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko COVID-19 yang tinggi.
- Memiliki riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif COVID-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri.
Dokter Anak Tak Rekomendasikan Sekolah Tatap Muka
Kemudian penulis juga mengutip dari SuaraKalbar.id, proses pembelajaran atau sekolah tatap muka masih belum direkomendasikan oleh dokter anak. Apa alasannya?
“Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata dr. Endah Setyarini, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim saat diskusi daring, dilansir Antara.
Ia menyatakan, rekomendasi yang disampaikannya itu sudah sesuai pesan Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan, di mana sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.
Endah menambahkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.
Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya,” ujar Endah.
Selain itu, lanjut dia, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko.
Begitu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.
Menurutnya, untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah.
“Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru,” ujarnya
Perlu Pengkajian Mendalam Sebelum Pengesahan
Menyikapi wacana pembukaan sekolah tatap muka mulai bulan Januari 2020 perlu dikaji dulu secara mendalam. Masalahnya bukan sekedar berkaitan dengan ilmu pengetahuan namun ada faktor penting yang harus diperhatikan yaitu jiwa manusia.
Terpuaskan dengan meraih ilmu pengetahuan maksimal namun mengorbankan jiwa, tentu bukan itu tujuan yang diharapkan. Bahkan buat apa mendapat ilmu banyak sementara ada jiwa anak melayang jadi korban?
Untuk itu perlu persiapan mendalam sebelum resmi dibuka pembelajaran tatap muka di sekolah. Syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah lewat mendikbud, menkes, dan lainnya harus benar-benar diterapkan. Perlu sosialisasi yang mendalam hingga masyarakat semua paham apa yang harus diperhatikan.
Kebijakan bagus semacam protokol kesehatan, jika tak diterapkan optimal hanya sia-sia. Banyak jatuh korban positif covid-19 saat new normal diakibatkan oleh ketidaktaatan pada aturan atau kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
Demikian pula dalam menyikapi wacana pembukaan sekolah tatap muka ini, maka harus betul-betul dipahami dan diterapkan syarat-syaratnya. Karena yang dihadapi anak-anak sekolah yang seharusnya taat, namun kadang cenderung mengabaikan aturan.
Kalau perlu mungkin diterapkan sanksi bagi mereka yang melanggar aturan yang ditetapkan pemerintah. Jika tidak demikian, banyak yang abai lantas kemungkinan terjadi penularan lebih besar. Bahkan bisa saja terjadi klaster sekolah.
Solusi Islam Utamakan Selamatkan Jiwa
Kehilangan dunia seisinya bagi Allah masih lebih ringan dibanding hilangnya satu jiwa seorang muslim. Allah saja begitu menghargai jiwa seorang muslim. Bagaimana bisa muslim sendiri mengabaikan keselamatan jiwa lain?
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi bersabda :
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Pemerintah Islam sangat melindungi jiwa umatnya. Sejak terjadi wabah pandemi maka akan diterapkan isolasi bagi daerah yang kena wabah. Sementara daerah aman akan tetap menjalankan aktivitas normal seperti biasa. Jadi perekonomian tetap berjalan lancar. Proses belajar mengajar juga berjalan sewajarnya.
Isolasi hanya berlaku untuk daerah wabah agar tidak terjadi penularan ke wilayah lain. Benar-benar penjagaan jiwa muslim diperhatikan. Sementara yang sakit di daerah wabah akan mendapat pengobatan memadai. Fasilitas kesehatan sangat diperhatikan. Hingga kesembuhan optimum akan didapatkan.
Demikianlah Islam sangat memperhatikan kesejahteraan dan keamanan umatnya. Itulah jika suatu pemerintah menjalankan aturan sesuai hukum yang ditetapkan Allah. Pasti akan memuaskan semua pihak. Perekonomian, pendidikan, keamanan jiwa, dan yang lainnya, semua dalam periayahan negara Islam.
Wallahu a’lam bish shawwab
**). Penulis adalah Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban.