Penulis: Rut Sri Wahyuningsih**
BEREDAR video desain bangunan Istana Negara di Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan Timur. Desain dengan bentuk Burung Garuda mengepakkan sayapnya seakan hendak terbang, sukses membuat dunia maya kembali gaduh.
Hatta, mengalahkan berita harga bahan pokok yang mulai merayap naik menjelang Ramadan. Mengalahkan pula nasib para ulama negeri ini yang menerima ketidakadilan bahkan viral seiring manis dengan berita menikahnya youtuber kondang dengan putri penyanyi legendaris asal Jember Jawa Timur.
Menanggapi kritik atas desain istana baru, kementerian PPN/Bappenas melalui Deputi Bidang Pengembangan Regional, Rudy Soeprihadi Prawiradinata menyatakan, ”Desain Istana Negara Ibu Kota Negara (IKN) baru yang berbentuk burung Garuda tersebut adalah rancangan biro arsitek Nuart Consultant yang dimiliki Nyoman Nuarta. Desain itu merupakan gagasan awal yang dapat diperdalam dan didiskusikan bersama para ahli di bidang arsitektur dan perencana.”
Dengan dilaksanakannya groundbraking istana negara pada tahun ini, maka pembangunan IKN dapat diselesaikan sesuai target yaitu pada tahun 2024. Dan proyek yang sudah dimulai sejak 2019 ini dipastikan tak sepenuhnya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa , memastikan hal itu dengan mengatakan pembangunan proyek ibu kota baru di sejumlah wilayah di Provinsi Kalimantan Timur tetap akan berlanjut tanpa menggunakan APBN sebagai sumber utama pendanaan, melainkan menggunakan dana investasi swasta melalui skema kontrak Build Operate Transfer (BOT).
Pemerintah berencana terus melanjutkan pembangunan yang sempat tertunda karena Covid-19, paling tidak setelah Covid-19 berhasil dikendalikan atau menunjukkan tanda-tanda penurunan. Untuk itu pemerintah terus berusaha agar sukses menekan angka reproduksi efektif atau penularan di bawah 1 persen. Bahkan pemerintah optimis akan tercapai apabila here immunity tercapai di September 2021.
Suharso sangat optimis proyek pengerjaan infrastruktur ibu kota baru juga akan memberikan dampak yang baik untuk perekonomian nasional. Di antaranya akan menyerap sekitar 1,2-1,3 juta tenaga kerja. Dengan skema pembangunan proyek pemukiman, perkantoran dan infrastruktur lainnya diserahkan kepada swasta. Ini akan menghemat trilyunan rupiah uang negara, sebab nantinya pemerintah tinggal sewa. Dari sinilah kemudian dikatakan investasi properti akan meningkat dan mampu menyerap tenaga kerja.
Begitu sederhananya pemikiran bapak menteri Suharso. Hanya dengan sewa kantor, pemukiman dan infrastruktur lainnya perekonomian meningkat dan tenaga kerja terserap dengan hitungan juta. Benarkah demikian? Pernyataan yang kesannya menyepelekan ini nyata-nyata menggambarkan bahwa pemerintah hari ini tak serius menangani urusan kesejahteraan rakyat.
Pertama, membangun ibukota negara baru, perlukah? Sepertinya ini adalah proyek abal-abal yang mengedepankan syahwat investor dan para kapitalis yang terus menerus mengerumuni lingkaran kekuasaan untuk berebut mendapatkan kue investasi atau kepercayaan. Alasan Jakarta banjir malah lebih mengada-ada, mengapa tidak diselesaikan saja dulu urusan banjir tahunan yang melanda ibukota lama ini, tentu dananya tak akan sebanyak membangun ibukota baru di Kalimantan. Tapi lagi-lagi, itulah karakter kapitalis, enggan kompromi jika ada manfaat yang lebih besar lagi. Manfaat di sini tentu bukan sekadar kegunaan, tapi lebih kepada materi.
Kedua, benarkah kita membutuhkan ibukota baru? Berapa trilyun kelak untuk memindah staf kepresidenan dan seluruh jajarannya untuk mulai berkantor di Kalimantan? Dan apakah pemerintah sanggup membiayainya secara mandiri atau memaksa para bawahannya membiayai sendiri perpindahan mereka?
Ketiga, benarkah kita membutuhkan ibukota baru, ketika proyek ini tetap berlanjut meskipun ancaman Covid-19 masih terus nyata bahkan PKKM skala mikro jilid 3 sudah dilaksanakan dari berbagai wilayah Jawa barat, Jawa Timur dan Bali tetap tak menurunkan angka kematian, insentif nakes belum terbayar total, pengangguran kian bertambah, bansos, Kartu pra kerja dan lain-lain sudah digulirkan namun tetap saja tak mengangkat kesejahteraan rakyat. Mengapa tak fokus pada penanganan Covid-19 saja?
Sebab perkara Covid-19 ini bukan semata bicara berapa biaya yang sudah dikeluarkan, namun juga fokus pada metode apa terbaik dan efektif mengusir Covid-19 agar kehidupan kembali normal. Bukan angka penurunan yang dicari dan juga bukan herd immunity yang di harapkan. Lagi-lagi ini menunjukkan kegagalan sistem mengatasi persoalan wabah atau pandemi. Rakyat pasti menginginkan penderitaan ini segera berlalu, bukan malah pembangunan ibukota baru.
Keempat, benarkah kita butuh ibukota baru jika pendanaan bukan full dari APBN namun justru menarik investor asing untuk menanamkan investasinya(baca: eksploitasi). Para investor itu tentu menyetujui pembangunan proyek bukan sekadar memenuhi target pemerintah, namun tentu yang menjadi prioritas adalah kepentingan mereka sendiri yaitu keuntungan materi. Lantas dimana korelasi sejahterahan untuk rakyat jika keuntungan hanya untuk dinikmati oleh segelintir orang?
Sejahtera bagaimana yang hendak diwujudkan oleh pemerintah dengan adanya pembangunan IKN, padahal kata sejahtera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah aman sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan) (Wikipedia). Kriteria itu tak akan tercapai jika mekanismenya masih sama, yaitu sekular.
Maka, percayalah, patung Garuda terbang mengembangkan sayapnya bukan semata sebagai simbol terbang memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia, namun justru makin mendekap nestapa rakyat, sebab persoalan dalam dan luar negeri belum tuntas, keadilan sosial jauh, kemanusiaan yang adil dan beradab lenyap, Ketuhanan yang Maha Esa hanya jargon karena musyawarah mufakat hanya dibuat untuk melenyapkan sila-sila yang lain dalam Pancasila yang dilambangkan dengan burung Garuda tersebut.
Ironi, bangsa kita mayoritas Muslim, dimana agama Islam adalah agama yang dimenangkan di atas semua agama di muka bumi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Ali Imran 3:139 yang artinya:
“Janganlah kalian merasa lemah lagi bersedih hati, padahal kalianlah yang lebih tinggi kedudukannya jika kalian beriman.”
Malah dengan mudahnya terpedaya dalam lingkaran sistem yang hanya menghamba pada syahwat dunia, mungkinkah ini karena iman Kaum Muslim hari ini terbagi dan melemah sebagaimana disyaratkan dalam ayat di atas?
“Kalian lebih tinggi kedudukannya jika kalian berikan”.
Sungguh sebuah penyadaran yang tak bisa kita hindari, kesulitan hari ini tak lepas dari ulah kita sendiri, yang mengaku beriman namun masih mempercayai sistem buatan manusia ini mampu mengeluarkan dari kesulitan. Saatnya kita mulai berpikir jernih, memilih prioritas yang harus kita serukan kepada setiap orang. Bahwa perubahan adalah keniscayaa, maka tetap berpegang teguhlah pada tali agama Allah.
Wallahu a’lam bish showab.
**). Penulis saat ini aktif di Institute Literasi dan Peradaban