Rabu, 24/04/2024 - 18:59 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

DIGITALEKONOMI

Ethis: Pajak Tak Surutkan Minat Masyarakat Investasi di Fintech

ADVERTISEMENTS

Perusahaan fintech jadi ditantang tetap menarik bagi masyarakat.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 JAKARTA — Minat masyarakat pada fintech syariah masih terus meningkat. Hanya saja, ada sejumlah hal yang masih jadi tantangan bagi masyarakat yang berinvestasi di fintech.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

CEO dan Co-Founder Ethis, Ronald Wijaya, menjelaskan, baru-baru ini, pemerintah menerapkan pajak pada fintech atas imbal hasil yang diperoleh dari investasi di fintech. Hal tersebut menurutnya jadi tantangan.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Meski demikian, ia meyakini penerapan pajak tidak signifikan menurunkan minat investasi pada fintech. Ini juga jadi tantangan bagi perusahaan fintech syariah untuk berinovasi agar tetap menarik bagi masyarakat.

ADVERTISEMENTS

“Tentunya ini perlu penyesuaian oleh fintech. Kami harus pintar-pintar untuk berinovasi sehingga nanti bisa tetap menarik,” kata Ronald kepada Republika.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Perusahaan fintech pun menunjukkan kepatuhan atas kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, sejumlah perusahaan fintech syariah telah melakukan penyesuaian, termasuk juga pada Ethis.

Berita Lainnya:
Optimistis Terhadap Bisnis Nikel, IFSH Bersiap Rights Issue

Pemerintah resmi mengeluarkan aturan pemberlakuan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) terhadap penyelenggara teknologi finansial atau fintech melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan berlaku efektif mulai 1 Mei 2022.

Dalam PMK 69/2022 disebutkan, pelaku dalam layanan pinjam meminjam atau peer to peer lending atau pinjaman online meliputi pemberi pinjaman, penerima pinjaman, dan penyelenggara layanan pinjam meminjam. Penghasilan bunga merupakan penghasilan yang wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pemberi pinjaman.

Lebih lanjut, bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman dikenakan pemotongan. Pertama, PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto atas bunga. Ini dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Kedua, PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, ditetapkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20 persen dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Berita Lainnya:
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk di ASEAN

Selain itu, fintech juga wajib menyetorkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas negara. Tak hanya itu, fintech wajib melaporkan pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dalam surat pemberitahuan masa PPh.

Sedangkan PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggara fintech oleh pengusaha. Adapun penyelenggara fintech yang dimaksud yaitu paling sedikit berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

Dalam PMK 69/2022 disebutkan bahwa penyelenggaraan penghimpunan modal atau crowdfunding merupakan Jasa Kena Pajak. Penyelenggara penghimpunan modal yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak.


 


 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi