Jumat, 26/04/2024 - 05:02 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Indahnya Saling Memaafkan, Idul Fitri Saatnya Akhiri Cebong Vs Kampret

ADVERTISEMENTS

Memaafkan itu lebih utama daripada meminta maaf terlepas siapa yang salah.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Penulis: Aswar Hasan** 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

MOMEN lebaran Idul Fitri dimeriahkan dengan ucapan permintaan maaf dari lahir hingga batin. Ucapan semacam itu, bertebaran di media sosial, di iklan media mainstream ataupun di setiap momen perjumpaan secara fisik, terucap kata: “Mohon Maaf Lahir Batin”.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Ya, meminta maaf lahir batin, sudah merupakan  Kebutuhan  manusia yang tak luput dari salah dan khilaf. Kita pun baru merasa tenang dan kembali normal saling bersilaturrahmi, jika sudah saling memaafkan.

ADVERTISEMENTS

Sesungguhnya, dalam konteks  akhlak Islamiyah, yang paling ditekankan adalah mengutamakan point diksi memaafkan bukan meminta maaf. Karena faktor kultur, sosiologis dan  psikologis, masyarakat pun mendahulukan meminta maaf.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Sementara itu, pengarusutamaan untuk lebih mengutamakan memaafkan pun, menjadi faktor terkemudiankan. Akhirnya, yang lebih memasyarakat adalah pilihan untuk memulai mengajukan/menyampaikan permintaan maaf.

Padahal, menurut Pakar Tafsir Alquran Quraish Shihab, hampir tidak ditemukan dalam Alquran perintah untuk meminta maaf. Meminta maaf tidak perlu diperintahkan, karena meminta maaf hanya datang jika seseorang menyadari kesalahannya, sehingga dengan tulus memintanya (Liputan6.com, 13/5-2019).

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).

Berita Lainnya:
IDI Bagikan Tips Jaga Kesehatan Selama Musim Pancaroba dan Mudik Lebaran

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang”. (QS An-Nuur :22)

“Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun (Q.S. al Mujadilah:2).

Dipertegas lagi dengan hadits, bahwa: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan (HR Ath-Thabrani).

Jadi, mendahului dengan inisiatif untuk memaafkan, adalah hal yang diutamakan,: “Rasulullah SAW bersabda, “Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,” (HR. Bukhari dan Ad Dailani).

“Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah).” (HR. At Tabrani). Jadi, sesungguhnya yang ideal itu adalah memasyarakatkan untuk saling memaafkan bukan sekadar menyemarakkan untuk saling meminta maaf. “Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan”. (HR Ath-Thabrani).

Memaafkan itu adalah refleksi dari resultante puasa selama Ramadhan, yaitu taqwa. Dengan kata lain, memaafkan itu adalah manifestasi dari taqwa sebagai hasil penggodokan Iman selama ramadan ( QS. 2 :183, 3: 133,134).

Karenanya, jika seseorang yang justru terlebih dahulu datang meminta maaf, maka secara akhlak Islami, wajib hukumnya untuk memaafkannya. Jika tidak juga mau memaafkan, maka jangan harap diberi kesempatan untuk mendatangi telaga Al Kausar: “Barangsiapa yang didatangi  saudaranya yang hendak meminta maaf, hendaklah memaafkannya, apakah ia berada di pihak  yang benar ataukah yang salah, apabila tidak melakukan hal  tersebut (memaafkan), niscaya tidak akan mendatangi telagaku (di akhirat) (HR Al-Hakim).

Berita Lainnya:
KAI Siapkan 4,2 Juta Kursi Penumpang Selama Angkutan Lebaran 2024

Sungguh, memaafkan itu lebih utama daripada meminta maaf terlepas siapa yang salah. Termasuk bagi yang telah merasa terzalimi.

“Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan (HR Ath-Thabrani).

Akhiri Cebong Vs Kadrun

Salah satu residu politik demokrasi yang hingga saat ini masih kerap menggores rasa ukhuwah wathaniyah (solidaritas kebangsaan) kita, adalah terciptanya demarkasi silaturahim akibat provokasi diksi antara cebong dan kadrun. Perselihan antara kedua kubu tersebut, yang berawal dari stereotype perbedaan pilihan politik, kini telah menjadi stigmatisasi yang merembes ke hampir semua dimensi sisi kehidupan berbangsa. Fenomena tersebut, sungguh tak sehat untuk dibiarkan makin berkembang hingga acapkali menjadi bumbu candaan kehidupan yang sesungguhnya telah meracuni rasa solidaritas kebangsaan kita.

Diksi stereotype yang stigmatik antara Cebong vs Kadrun sudah saatnya diakhiri di momentum Idul Fitri kali ini. Dalam konteks itulah, pilihan untuk mendahulukan untuk saling memaafkan menjadi sangat relevan.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi