Jumat, 19/04/2024 - 23:18 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIPERTANIAN

Petani Menjerit Gara-Gara Pabrik Sawit Setop Beli TBS

ADVERTISEMENTS

Harga TBS juga turun akibat tidak terserap oleh pabrik.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

 JAKARTA — Penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani mulai macet. Alhasil, harga TBS turun secara signifikan dan membuat petani semakin terjepit.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Dilarangnya ekspor minyak sawit (CPO) membuat kapasitas tangki di pabrik penuh. Hal ini pun membuat pabrik setop menyerap TBS dari petani.

ADVERTISEMENTS


Sekretaris Jenderal, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, penyetopan pembelian TBS dari petani swadaya sudah terjadi di beberapa tempat. Beberapa pabrik menyetop pembelian karena harus menampung TBS dari kebun milik sendiri.

Adapun, rata-rata harga TBS dihargai mulai Rp 1.600 per kg hingga Rp 2.200 per kg karena penurunan permintaan dari pabrik. Padahal, menurut Darto, harga keekonomian berdasarkan ongkos produksi dan margin wajar seharusnya di kisaran Rp 3.500 per kg hingga paling mahal Rp 4.000 per kg.

Berita Lainnya:
Konflik Iran dan Israel Berpotensi Ganggu Pasokan Minyak, Ini Dampaknya untuk Indonesia

“Larangan ekspor jangan terlalu lama jadi ini perlu dicabut. Jangka waktu yang tidak ada pembatasan jelas juga membuat adanya spekulasi bahwa ini berlangsung lama dan akhirnya pabrik tidak mau menerima buah dari luar kebunnya,” kata Darto kepada Republika.co.id, Ahad (15/5/2022).

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Kendati demikian, ia menuturkan, penurunan harga TBS saat ini juga terpengaruh dari harga CPO global yang mengalami tren penurunan. “Harga CPO saat ini juga lagi turun, berbeda sebelum ada larangan ekspor itu tinggi harganya,” ucapnya.

Darto mengatakan, kerugian petani yang dialami selama dua pekan terakhir akibat larangan ekspor CPO semestinya mendapatkan perhatian dari pemerintah. SPKSI mengusulkan agar dana kelolaan BPDP KS bisa dialokasikan untuk membantu sarana produksi pertanian dan bantuan pupuk yang saat ini sangat mahal.

Dia juga mengecam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) yang justru tidak melakukan langkah bagi para perusahaan anggota yang menerapkan harga TBS di bawah kesepakatan sesuai yang diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018.

Berita Lainnya:
Ini Strategi PTPN III Capai Swasembada Gula

Perusahaan, kata Darto, juga tidak menawarkan solusi perbaikan tata kelola sawit ke depan setelah melihat banyaknya perusahaan yang hanya menerima buah TBS dari tengkulak. Itu membuat petani swadaya menjadi rentan karena harga ditentukan tengkulak.

“Padahal di dalam Permentan diatur pabrik-pabrik sawit membeli buah sawit dari kelembagaan petani pekebun yakni korporasi petani, tapi skema ini tidak berjalan,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, mengatakan, pihaknya akan mengadakan aksi unjuk keprihatinan di Kementerian Koordinator Perekonomian pada Selasa (17/5/2022) sebagai sikap protes atas kebijakan larangan ekspor CPO.

“Harga sawit makin kacau,” kata Gulat.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi