Kamis, 18/04/2024 - 09:00 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Pertemuan Jokowi dengan Perwakilan MRP Dinilai tidak Sah

ADVERTISEMENTS

Timothius Murip mengatakan Jokowi bertemu dengan oknum-oknum MRP.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

oleh Bambang Noroyono, Dessy Suciati Saputri

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timothius Murip menyayangkan pertemuan sepihak para anggotanya, dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kata dia, hasil dari pertemuan di Istana Bogor, Jumat (20/5/2022), tak dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengeklaim MRP setuju dengan rencana pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.

ADVERTISEMENTS

Timothius menegaskan, MRP sampai saat ini, masih pada posisi menolak semua rencana kelanjutan otonomi khusus jilid dua di Papua, maupun di Papua Barat. Termasuk menolak rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) pembentukan tiga provinsi baru di Bumi Cenderawasih.

“Pertemuan itu tidak sah. Tidak mewakili MRP, karena tidak ada izin dari lembaga untuk pertemuan dengan pemerintah itu,” kata dia saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Jumat.

Timothius, sebagai Ketua MRP tak turut serta dalam pertemuan tersebut. “Saya sebagai ketua MRP tidak ada terima undangan,” ujar dia.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Kata Timothius, ada enam anggota MRP yang ikut serta dalam pertemuan itu. Mereka di antaranya, kata Timothius, adalah Amatus Ndatipits sebagai Ketua Pokja Adat MRP yang berasal dari Asmat, wilayah adat Animha. Felisitas Kabagaimu, selaku Pokja Perempuan MRP asal Kabupaten Mappi, wilayah adat Animha, dan Dorince Mehue, selaku Pokja Agama dan Ketua PWKI Papua, asal Sentani, Jayapura dari wilayah adat Tabi.

Berita Lainnya:
Politikus Senior Golkar Ungkap Hambatan Terwujudnya Pertemuan Prabowo-Megawati

Nama lainnya yang ikut pertemuan, yakni Nerlince Wamuar, Pokja Perempuan MRP asal wilayah adat Tabi, dan sebagai Ketua Perempuan adat Port Numbay. Herman Yoku, yang hadir selaku Wakil Pokja Adat MRP, asal Kabupaten Keerom, dari wilayah adat Tabi. Dan terakhir Toni Wanggai, Pokja Agama.

Timothius menegaskan, meskipun enam orang yang bertemu Presiden Jokowi itu adalah memang para anggota MRP. Akan tetapi, dari hasil pertemuan tersebut, tak berhak mengatasnamakan MRP.

“Mereka adalah oknum-oknum dari MRP yang mengatasnamakan MRP, mereka tidak resmi,” kata Timothius.

Timothius menegaskan, MRP sebagai lembaga representasi resmi masyarakat asli Papua, masih pada keputusan menolak semua bentuk otonomi khusus di Papua, dan Papua Barat. Pun, menolak semua rencana pemerintah serta DPR untuk membahas pembentukan provinsi baru di Bumi Cenderawasih. “Keputusan MRP, secara keputusan lembaga tetap menolak DOB (daerah otonom baru) dan pemekaran. Mereka yang bertemu dengan pemerintah tidak boleh mengatasnamakan MRP,” kata Timothius.

Presiden Jokowi menerima Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat di Istana Kepresidenan Bogor hari ini. Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengapresiasi pertemuan dengan Presiden Jokowi yang membahas terkait daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

Berita Lainnya:
Puan Buka Suara Soal Bukber Puasa dengan Ketua TKN Prabowo-Gibran

“Kami sampaikan apresiasi dan terima kasih banyak kepada Bapak Presiden, atas permintaan kami untuk audiensi hari ini diterima dengan baik oleh Bapak Presiden untuk mengklarifikasi mengenai simpang siurnya informasi mengenai penerapan pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan di dalamnya adalah daerah otonomi baru, khusus untuk di Provinsi Papua, ada DOB Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Tengah,” jelas dia yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Mathius mengatakan, rencana pembentukan daerah otonomi baru tersebut merupakan aspirasi murni warga Papua yang telah diperjuangkan sejak lama. Ia mencontohkan rencana pembentukan daerah otonomi baru Papua Selatan yang telah diperjuangkan selama 20 tahun.

“Jadi ini bukan hal yang baru muncul tiba-tiba. Tapi ini adalah aspirasi murni, baik dari Papua Selatan maupun Tabi, Saereri, juga La Pago, dan Mee Pago,” kata Mathius.

Ia menjelaskan, aspirasi yang didorong tersebut berdasarkan pada wilayah adat, bukan berdasarkan demonstrasi di jalan. Menurutnya, masyarakat Papua berharap DOB nantinya bisa mempercepat kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.

Mathius mengatakan, Undang-Undang Otonomi Khusus mengikat semua masyarakat di seluruh Tanah Papua sehingga ada kepastian hukum untuk mengelola ruang-ruang yang dimiliki oleh masyarakat adat berdasarkan tujuh wilayah adat di Tanah Papua.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi