Kasus Penembakan di Rumah Kadiv Propam, ICJR : Raibnya Rekaman CCTV Wajib Ditelusuri

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ICJR meminta raibkan rekaman CCTV terkait kasus penembakan wajib ditelusuri.

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memberi catatan pedas soal kasus penembakan antar polisi di rumah Kadiv Propam Polri. Salah satunya, ICJR menyoal hilangnya bukti kejadian yang terekam dalam kamera pengawas (CCTV).

ADVERTISEMENTS


Peneliti ICJR Iftitahsasi mengungkapkan dalam proses penyidikan kasus ini perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan.

ADVERTISEMENTS


Sebab sebagaimana diungkap oleh pihak kepolisian, seluruh kamera CCTV yang ada di kediaman Kadiv Propam disebut sedang rusak pada waktu kejadian.

ADVERTISEMENTS


“Oleh karena waktunya yang pas dan bersinggungan ini, perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini,” kata Iftitahsasi dalam keterangan yang dikutip Republika pada Kamis (14/7).

ADVERTISEMENTS


Iftitahsasi merujuk Pasal 221 KUHP yang mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.

ADVERTISEMENTS


“Bahkan informasi lain menyatakan ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga,” lanjut Iftitahsari.

ADVERTISEMENTS


ICJR menilai tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan tranparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian hingga potensi penyiksaan.

ADVERTISEMENTS


Apalagi berdasarkan keterangan keluarga korban Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. ICJR mendapati informasi bahwa keluarga korban sebelumnya sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah.

ADVERTISEMENTS


“Pendalaman mengenai potensi penyiksaan atau tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik,” ujar Iftitahsari.


Di sisi lain, Iftitahsari menyampaikan peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif.


Menurutnya, pengawasan oleh Propam tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan semacam kasus ini, yaitu kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.


“Ke depan harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen, baik dalam proses peradilan seperti adanya pengawasan yudisial dan pengawasan dari penuntut umum dalam fungsi penuntutan, atau pun fungsi pengawasan eksternal yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri,” ujar Iftitahsari.


Oleh karena itu, Iftitahsari memandang perlu ada perubahan terhadap KUHAP sebagaimana tengah dibahas oleh Pemerintah. “Untuk memastikan pengawasan dalam sistem peradilan, serta perubahan UU Kepolisian untuk memastikan adanya pengawasan dan kontrol yang lebih efektif terhadap kewenangan dan perilaku kepolisian,” tegas Iftitahsari.


Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version