Kendala PJJ tidak hanya dialami oleh peserta didik dan orang tua tetapi juga guru
Penulis:Johan Hendri Prasetyo, SE, MM, Dosen Program Studi Bisnis Digital, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Nusa Mandiri
Sudah hampir 3 tahun wabah Corona melanda Indonesia. Hal tersebut, tentu menjadi masalah yang serius bagi kita semua, tidak terkecuali para orang tua yang harus menemani putra/i-nya belajar dari rumah.
Menjadi hal yang baru bagi sebagian orang tua yang belum mempunyai pengalaman dalam mendampingi putra/i-nya belajar. Sehingga berdampak pada penurunan hasil belajar si anak.
Penurunan hasil belajar peserta didik disebabkan oleh beberapa hal, seperti menurunnya keaktifan peserta didik saat pembelajaran jarak jauh (PJJ), daya tangkap peserta didik yang berbeda dibandingkan pembelajaran tatap muka, menurunnya semangat belajar peserta didik saat melakukan PJJ, banyaknya peserta didik yang tidak memanfaatkan waktu belajar serta lebih banyak bermain game.
Menurut Rina Anjarwani salah satu guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta di Kabupaten Banyumas mengungkapkan bahwa, kendala PJJ tidak hanya dialami oleh peserta didik dan orang tua tetapi juga guru dan tenaga pengajar.
Saat belajar melalui sistem PJJ, mayoritas guru tidak merasakan chemistry (keterikatan) yang lebih dengan peserta didik, sehingga mengurangi jalannya komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik.
Selain kendala tersebut, guru juga susah melacak pemahaman peserta didik akan mata pelajaran yang diajarkannya, karena terkadang banyak peserta didik yang off-cam (mematikan kamera) saat PJJ berlangsung. Sehingga guru tidak bisa melihat dan memahami secara langsung tanggapan peserta didik saat pembelajaran berlangsung.
Lebih lanjut, mayoritas Guru merasakan hasil ulangan yang dikerjakan peserta didik saat PJJ, tidak seakurat pembelajaran tatap muka. Hal tersebut dikarenakan banyak terjadinya ketidakjujuran yang dilakukan peserta didik, walaupun guru percaya 100 persen bahwa peserta didik sudah berusaha sebaik mungkin.
Kendala-kendala ini, tentu saja menjadi PR kita bersama, agar dapat memperbaiki penurunan hasil belajar peserta didik selama berlangsungnya PJJ di waktu Pandemi. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Prasetyo & Riyanto (2019), hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan melalui kecerdasan emosional, minat belajar peserta didik, dan kedisiplinan peserta didik.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali diungkapkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosi yang penting bagi keberhasilan seseorang dalam menggapai sesuatu.
Menurut Riyanto (2015), Kecerdasan emosional (EQ) adalah jembatan antara apa yang diketahui dan apa yang dilakukan. Semakin tinggi kecerdasan emosional (EQ) maka akan semakin terampil melakukan apa yang diketahui benar. Dengan adanya kecerdasan emosional yang baik, maka peserta didik akan bisa merefleksikan seluruh kemampuan yang ada dalam diri, untuk mengembangkan dan memperbaiki diri menjadi lebih baik untuk mencapai keberhasilan dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
Selain itu, peserta didik yang memiliki kesadaran diri yang tinggi untuk mengenali dan memahami emosi diri, akan mudah mengontrol diri dalam usaha mencapai hasil belajar yang lebih baik. Usaha untuk mengenali dirinya sendiri, dapat membantu siswa dalam mengembangkan pribadinya menjadi lebih baik. Sehingga akan membantu siswa membentuk perilaku dan sikap tanggung jawab dalam belajar.
Dengan adanya rasa tanggung jawab tersebut, kesiapan peserta didik dalam menjalani proses PJJ akan meningkat.
Selain kecerdasan emosional (EQ), minat belajar menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik selama pandemi. Minat merupakan salah satu faktor psikis yang membantu dan mendorong individu dalam memberikan rangsangan terhadap suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Minat, akan timbul apabila individu tertarik kepada suatu hal yang mereka anggap penting bagi dirinya sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan. Minat juga merupakan dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu obyek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan dan mendatangkan kepuasan dalam dirinya (Susanto, 2013).