Jumat, 19/04/2024 - 00:31 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

100 Tahun PERSIS: Belajar dari Masa Lalu, Menatap Masa Depan

ADVERTISEMENTS

PERSIS selalu memperhatikan stabilitas dan keberlangsungannya.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Penulis:Aay Mohamad Furkon (Wakil Sekretaris Umum PP PERSIS); Jeje Zaenudin (Wakil Ketua Umum PP PERSIS)

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Pada bulan ini di tahun depan, usia Persatuan Islam (PERSIS), akan genap seratus tahun (1923-2023). Onak dan duri telah dilalui oleh PERSIS dalam mengarungi jihad dakwahnya di Indonesia. Diakui atau tidak, PERSIS terbilang sebagai salah satu ormas penyumbang saham bagi tegaknya republik Indonesia ini, karenanya menjaga, merawat, dan mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 merupakan bagian dari tanggung jawab Gerakan dakwahnya.  

ADVERTISEMENTS

Keberlangsungan PERSIS hingga hari ini tidak dapat dipisahkan dari pilihan jalan dakwahnya yang kemudian menempuh cara berjamiyah, dengan cara berorganisasi massa. Di dalam dakwah ormas tentu tidak dapat dipisahkan dari berbagai dinamika, dinamika yang dengan pengelolaan yang baik bermanfaat bagi PERSIS bagaikan vitamin yang dapat menambah kesehatan dan vitalitas dalam berdakwah.

PERSIS menyadari perubahan merupakan sebuah sunnatullah yang tidak bisa dihindari. Sebab pergeseran waktu dan pergantian zaman berakibat kepada tuntutan perubahan. Apalagi jika perjalanan waktu itu sudah ditempuh cukup jauh, seperti perjalanan menuju satu abad ini, maka hajat atas perubahan pun semakin besar pula. Hanya saja dalam menyikapi tuntutan perubahan itu, PERSIS selalu memperhatikan stabilitas dan keberlangsungannya, sebab perubahan tanpa memperhatikan keberlangsungan, maka sama artinya perubahan adalah kemusnahan.

Melakukan perubahan dalam koridor keberlangsungan ini tak bisa dilepaskan oleh PERSIS, dan merupakan sebuah keniscayaan dari kesadaran kolektif sebagai bagian dari masyarakat Muslim yang terpatri dengan kaidah umum yang hampir universal, Al muhafadhatu ‘ala al qadîm al shâlih wal akhzu bi al  jadîd al ashlah, di mana perubahan tidak boleh tercerabut dari nilai-nilai kebaikan yang lebih dahulu mengakar; melainkan tetap merawat nilai, norma, dan tradisi baik masa lampau sebagai legacy yang menjadi dasar pijakan dan kerangka perubahan yang lebih baik lagi bagi masa depan.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Meskipun hal itu merupakan kaidah tua dalam sejarah masyarakat Muslim, tapi baru abad ke-20, para ilmuwan barat merumuskan secara ilmiah tentang keberlangsungan dan perubahan dalam aksi organisasi, sebagaimana dirumuskan oleh James G. March dkk, dalam jurnal yang diterbitkan oleh Cornell University dengan judul Continuity and Change in Theories of Organizational Action. Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Arnold J. Toynbee sejarah adalah to study the past to build the future, peristiwa masa lalu umumnya dijadikan sebagai sebuah pembelajaran untuk hidup di masa depan. Karenanya, sebelum menatap masa depan PERSIS sebagai Gerakan pemikiran dan dakwah Islamiah, ada baiknya  kita juga menengok PERSIS selama 100 tahun ke belakang.

Evolusi Persatuan Islam (PERSIS)

Selama 100 tahun perjalanan dakwah PERSIS, dapat dibagi kepada beberapa perkembangan gerakannya. Secara sederhana, garis besar fase yang dialami PERSIS adalah sebagai berikut;

Fase pertama, pra institusionalisasi. Fase ini merupakan fase sebelum pembentukan PERSIS sebagai lembaga dakwah atau organisasi. Hal ini terjadi antara 1910-1923, Persis pada saat itu hanya kelompok kajian yang dipimpin KH Muh Zam-zam yang pulang dari belajar dari Mekkah yang kemudian jadi guru agama di lembaga pendidikan Dar al Muta’allimin, dan H. Muh. Yunus, seorang ahli agama yang juga pedagang.

Keduanya membuka kajian keislaman yang terkait isu-isu penyebab kemunduruan dunia Islam dan pentingnya menyelidiki Kembali praktik dan pengamalan ajaran Islam di tengah masyarakat muslim saat itu. Pada fase ini benih-benih pemikiran pembaharuan Islam baru saja disemaikan di Bandung Jawa Barat.  

Fase kedua, fase institusionalisasi atau pelembagaan pada tahun 1923-1942. Di mana para pemimpin forum kajian ini memandang perlu ada lembaga formal sebagai wadah berkumpul yang sah. Maka didirikanlah perkumpulan dengan nama Persatuan Islam yang disingkat PERSIS dengan harapan menjadi spirit bagi upaya mempersatukan umat Islam dalam satu kesadaran yang sama yaitu berpegang kepada Alquran dan Sunnah, sekaligus mengidealkan terciptanya kehidupan beragama yang “persis” meneladani Nabi Muhammad Saw. Namun PERSIS sebagai sebuah lembaga perkumpulan Islam baru mendapat surat pengesahan resmi dari Badan Kehakiman Belanda pada tahun 1939.

x
ADVERTISEMENTS
1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi