Sabtu, 20/04/2024 - 11:18 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Studi: 86 Persen Konten Anti-muslim bersumber di AS, Inggris, dan India

ADVERTISEMENTS

Amerika Serikat (AS), Inggris, dan India sumbang 86 persen dari konten anti-Muslim.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

MELBOURNE — Menurut sebuah studi baru, perusahaan media sosial sekarang harus memusatkan perhatiannya pada perilaku pengguna di tiga negara khususnya, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan India yang menyumbang 86 persen dari konten anti-Muslim di Twitter selama periode tiga tahun.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Dilansir dari laman TRT World pada Selasa (20/9) Studi oleh Islamic Council of Victoria (ICV) menemukan hampir empat juta postingan anti-Muslim dibuat selama periode 24 bulan antara 2017 dan 2019. Sementara ICV merupakan badan Muslim puncak di negara bagian Victoria Australia yang mewakili sekitar 270 ribu anggota komunitas.

ADVERTISEMENTS


Di samping itu, ICV juga menandai lingkaran setan kebencian yang bermanifestasi dalam serangan online dan offline terhadap komunitas secara global. Pengguna India saja menghasilkan lebih dari setengah dari posting yang penuh kebencian dan menyakitkan.

Berita Lainnya:
Panduan Sholat Idul Fitri


Di antara pengguna Twitter yang berbasis di India, para peneliti menyalahkan partai yang berkuasa di India Bharatiya Janata Party (BJP), atas penyebaran dan penguatan kebencian anti-Muslim. “BJP telah secara aktif menormalkan kebencian terhadap Muslim seperti 55,12 persen anti-Muslim. Kicauan kebencian Muslim sekarang berasal dari India,” sebutnya.


ICV juga menunjuk pada undang-undang diskriminatif yang menolak kewarganegaraan Muslim dan hak-hak sipil lainnya terkait munculnya kebencian anti-Muslim secara online di antara akun Twitter India.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Sementara di Amerika Serikat, menurut para peneliti, penyebaran kebencian anti-Muslim di Twitter hampir tidak dapat dipisahkan dari retorika dan kebijakan kebencian mantan presiden Donald Trump. Itu menempati peringkat ketiga pengguna yang paling sering disebutkan dalam posting anti-Muslim, dengan banyak tweet yang terkait dengan membela larangan imigrasi Muslim dan teori konspirasi anti-Muslim.


Di sisi lain, Inggris, para peneliti mengaitkan prevalensi tweet anti-Muslim dengan banyak faktor. Termasuk jangkauan global animus anti-Muslim Trump, sentimen anti-imigrasi yang dipicu oleh krisis pengungsi, dan wacana seputar Brexit, bersama dengan rasisme kasual mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Dia pernah membandingkan wanita Muslim yang mengenakan niqab dengan kotak surat.

Berita Lainnya:
Mengapa Kurma Menjadi Menu Sunnah untuk Berbuka Puasa?


Dengan menganalisis konten anti-Muslim yang diproduksi oleh ketiga negara tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa tema utama. Ini termasuk keterkaitan Islam dengan terorisme, penggambaran Muslim sebagai pelaku kekerasan seksual, ketakutan bahwa Muslim ingin menerapkan Syariah pada orang lain. Kemudian juga konspirasi yang menuduh imigran Muslim menggantikan kulit putih di Barat dan Hindu di India, dan karakterisasi halal sebagai praktik tidak manusiawi.


“Namun, yang lebih memprihatinkan adalah penemuan kami bahwa hanya 14,83 persen tweet anti-Muslim yang akhirnya dihapus,” kata para peneliti.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi