Jumat, 19/04/2024 - 10:57 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Polarisasi Tajam Diprediksi Bakal Terjadi Kembali Jika Hanya 2 Capres Pemilu 2024

ADVERTISEMENTS

Polarisasi muncul jika tim capres melakukan strategi ‘pembusukan’ lawan politik.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

 JAKARTA — Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin memprediksi polarisasi atau pembelahan masyarakat bakal tetap terjadi saat gelaran Pemilu 2024. Intensitas polarisasinya akan sangat ditentukan oleh jumlah calon presiden (capres).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


“Kalau 2024 itu dua pasangan calon presiden, misalkan, ya bisa polarisasinya semakin tinggi, semakin tajam,” kata Ujang kepada Republika, Selasa (27/9/2022).

ADVERTISEMENTS


Ujang menjelaskan, prediksinya itu merujuk pada fenomena polarisasi masyarakat saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ketika itu, polarisasi tajam terjadi karena hanya ada dua pasangan calon, yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.


Masyarakat ketika itu memang terbelah jadi dua kelompok sesuai capres yang didukung. Perseteruan tanpa henti antara dua kelompok ini dikenal dengan istilah ‘Cebong versus Kampret’.


Menurut Ujang, polarisasi tajam bisa diminimalisir saat Pemilu 2024 jika terdapat tiga atau empat capres. Poros ketiga dan keempat ini akan mencegah masyarakat terbelah jadi dua kubu yang saling berhadap-hadapan.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Menko Polhukam: Hargai Semua Proses Politik yang Ada


“Polarisasi bisa diminimalisir karena ada pemecah ombak, pemecah gelombang karena pertarungannya tidak dua kubu, tidak dua seteru,” ujarnya.


Dia menekankan, meksi polarisasi bisa dikurangi dengan skema tiga atau empat capres, pembelahan masyarakat akan tetap ada saat Pemilu 2024. Polarisasi akan tetap muncul sepanjang tim sukses capres ataupun partai pengusungnya terus melakukan strategi “pembusukan” terhadap lawan politik. 


“Dalam konteks membusuk – busuki lawan ini, kan bisa dengan menghantam lawan politik, menafikkan, pembunuhan karakter, lalu mengkasus – kasukan, memfitnah, menebar hoaks dan sebagainya. Nah itu lah sebenarnya yang akan memunculkan polarisasi masyarakat,” kata Ujang.


Menurut Ujang, untuk benar-benar menekan potensi terjadinya polarisasi, maka elite politik harus meninggalkan strategi “pembusukan” lawan. Baginya, percuma elite dan partai membuat pakta integritas mewujudkan pemilu damai dan aman, tapi di belakang layar menebar kebencian berbasis isu SARA terhadap lawan. 

Berita Lainnya:
Ternyata Segini Gaji Nakes yang Dipecat Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit, APKSI Sayangkan Sikap Bupati


“Kalau mereka tidak menebar kebencian, fitnah, hoaks, barulah polarisasi bisa dihindari,” katanya.


Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyatakan, polarisasi masyarakat kemungkinan akan kembali terjadi saat gelaran Pemilu 2024. Pemicunya karena ada persaingan ketat antarcalon presiden.


Bagja pun meminta para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak ikut terbelah. Jangan pula ASN ikut memperkeruh situasi sehingga membuat polarisasi jadi semakin parah dengan menyebar konten fitnah dan hoaks di media sosial.


“Ke depan mungkin pembelahan akan terjadi. Kami inginkan ASN tidak ikut dalam polarisasi pembelahan jika terjadi kompetisi yang sangat ketat pada Pilpres mendatang,” kata Bagja saat membuka Rakornas Bawaslu dan Kepada Daerah terkait netralitas ASN, yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (27/9/2022). 


Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi