Sri Mulyani Kejar Belanja Pusat dan Daerah pada Kuartal IV 2022

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Sri Mulyani sebut masih ada 40 persen belanja pemerintah pusat sebesar Rp 970 triliun

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Pemerintah masih memiliki daya belanja yang besar pada sisa tiga bulan terakhir tahun ini. Hal ini untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas lima persen pada 2022.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan terdapat 40 persen dari sisa belanja pemerintah pusat sebesar Rp 970 triliun, sedangkan pemerintah daerah sebesar Rp 800 triliun. Angka tersebut belum termasuk belanja subsidi dan kompensasi energi.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS


“Hitung saja 40 persennya dari yang tersebut yang akan dibelanjakan ke perekonomian. Belum belanja subsidi dan kompensasi yang pemerintah akan bayarkan karena nanti verifikasi baru muncul Oktober,” ujarnya saat webinar UOB Indonesia Economic Outlook, Kamis (29/9/2022).

ADVERTISEMENTS


Menurutnya pemerintah telah menyiapkan anggaran belanja subsidi dan kompensasi energi hingga akhir 2022 sebesar Rp 502 triliun. Kendati demikian, sampai saat ini yang terealisasi sekitar Rp 200 triliun dan sisanya akan dikucurkan pada sisa tiga bulan akhir tahun ini.

ADVERTISEMENTS


Sri Mulyani memastikan dengan kekuatan APBN untuk melakukan belanja negara sampai akhir tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan mampu tumbuh kuat di tengah ancaman resesi ekonomi atau turunnya perekonomian negara-negara dunia mulai akhir tahun ini hingga 2023.

ADVERTISEMENTS


“Karena inflasi dan interest rate naik tinggi, pasti banyak negara-negara pertumbuhan ekonominya direvisi melemah dan turun. Kita masih menanjak, ini menunjukkan 2022 secara keseluruhan, kita masih bisa jaga pertumbuhan ekonomi kita di atas lima persen,” pungkas Sri Mulyani.

ADVETISEMENTS


Sementara itu Ekonom Center of Reform (Core) Indonesia Yusuf Rendy menilai pada tahun depan tantangan kebutuhan belanja negara semakin besar. Hal ini sebagai proses transisi pemulihan ekonomi yang harus dihadapkan pada kenyataan sekaligus mengembalikan defisit anggaran di bawah tiga persen secara bersamaan. 


“Akhirnya tentu pemerintah perlu melakukan prioritas anggaran dan menyeleksi belanja-belanja yang kemudian dinilai tidak dibutuhkan kembali disalurkan pada tahun depan. Tentu ini menjadi tidak mudah karena saya kira tahun depan apalagi jika asumsi inflasi tahun ini meningkat maka sebenarnya bantuan seperti yang disalurkan tahun ini masih dibutuhkan pada tahun depan seperti misalnya BST kemudian juga bantuan subsidi upah,” ucapnya.


Rendy menyebut bantuan subsidi pada tahun depan terutama sektor energi mengalami peningkatan. Hal ini merupakan gestur positif namun juga perlu diimbangi atau diikuti dengan perbaikan data acuan yang digunakan pemerintah untuk menyalurkan subsidi itu sendiri. 


“Salah satu tantangan terbesar pada tahun depan yakni menyelesaikan warisan dari pandemi covid-19 diantaranya menurunkan kemiskinan ekstrem kemudian mendorong daya beli kembali ke level sebelum pandemi,” ucapnya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version