Komite Penasehat Imunisasi Kumpulkan Bukti Ilmiah untuk Vaksinasi Covid pada Balita

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Vaksin Covid pada balita di Amerika Serikat dilakukan dengan hati-hati dan tak wajib

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA – Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) masih mengumpulkan bukti ilmiah untuk vaksinasi Covid-19 pada balita di Indonesia. Karena, pemberian dosis vaksin pada anak berbeda pada orang dewasa.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS


“Kami belum menginjak di program vaksinasi pada balita. ITAGI selalu berdasarkan bukti ilmiah,” kata Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki di Jakarta, Jumat (30/9/2022)

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS


Berdasarkan pengamatan ITAGI, pemberian vaksin Covid-19 pada balita di Amerika Serikat menggunakan platform mRNA seperti Pfizer dan Moderna. Pemberiannya pun masih dilakukan secara hati-hati dengan menurunkan dosis.

ADVERTISEMENTS


“Kami harus tahu penurunannya berapa, kalau program vaksinasi balita dari luar negeri, mereka sepertiga dosis. Apakah Indonesia juga mau pakai seperti itu, ini masih dalam kajian,” katanya.

ADVERTISEMENTS


Sri juga menyampaikan vaksinasi balita di luar negeri belum bersifat wajib. Keputusan memberikan vaksinasi diserahkan kepada orang tua. “Sampai saat ini ITAGI belum merekomendasikan vaksin yang tepat untuk balita,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS


Namun, program vaksinasi penting untuk anak sebab infeksi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 pada anak sering kali tidak disertai gejala. Apabila virus menular pada mereka yang rentan seperti kelompok lansia dan orang dengan komorbid maka akan memberikan efek komplikasi yang berat.

ADVETISEMENTS


Hingga kini, ITAGI telah merekomendasikan program vaksinasi Covid-19 kepada anak di atas 6 tahun di Indonesia. Karena anak di atas 6 tahun yang bersekolah SD, SMP, SMA sudah lebih banyak bertemu dengan orang banyak. Sementara untuk program vaksinasi pemerintah diterapkan secara bertahap mulai dari remaja 11 hingga 17 tahun. Saat ini vaksinasi remaja sudah hampir 90 persen.


“Terpenting adalah vaksin aman dan tidak ada efek samping,” ujar Sri.


Setelah itu, cakupan sasaran diarahkan pada siswa SD usia 6 hingga 11 tahun. Karena, jika dilihat saat ini masih banyak sekolah yang membuka dan menutup pembelajaran tatap muka. “Kalau dilihat sekarang, sekolah masih ada yang dibuka dan ditutup lagi, karena mereka (siswa SD) cakupannya masih belum tinggi,” katanya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version