Jumat, 19/04/2024 - 06:53 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

INTERNASIONALTIMUR TENGAH

Hoda Muthana, Mantan Anggota ISIS yang Merindukan Amerika Serikat

ADVERTISEMENTS

Hoda Muthana memutuskan bergabung dengan ISIS pada 2014.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

 Hoda Muthana merindukan rumah dan keluarganya. Selama delapan tahun terakhir, tepatnya sejak memutuskan bergabung dengan kelompok teroris ISIS pada 2014, hidupnya telah mengalami fase pasang surut.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Kini Muthana, wanita berusia 28 tahun asal Alabama, Amerika Serikat (AS), harus mendekam di kamp penahanan Roj di Suriah. Dia menyesal dan ingin pulang. Muthana berharap pemerintah AS bisa membantunya.

ADVERTISEMENTS

The News Movement memperoleh kesempatan untuk mewawancarai Muthana di kamp Roj yang dikelola atau dikuasai pasukan Kurdi tersebut. Muthana kini mempunyai seorang anak hasil dari hubungannya dengan seorang anggota ISIS.

Dalam wawancara, Muthana berulang kali menyampaikan penyesalannya bergabung dengan ISIS, kecuali momen ketika dia melahirkan anaknya. Muthana mencintai anaknya.

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Muthana mengungkapkan, ketika memutuskan bergabung dengan ISIS pada 2014, dia merasa telah menjadi korban cuci otak dari seorang pedagang daring. Kala itu, Muthana masih berusia 20 tahun. Pedagang tersebut yang mempengaruhinya untuk menjadi anggota ISIS. Sampai akhirnya wanita keturunan Yaman yang lahir di New Jersey itu memiliki tekad kuat untuk terbang ke Suriah.

Berita Lainnya:
Senator AS Kecam Persetujuan Biden Tambah Senjata ke Israel

Kepada keluarganya, Muthana menyampaikan bahwa dia akan melakukan perjalanan sekolah. Tapi Muthana terbang ke Turki, kemudian menyeberang ke Suriah. Dalam prosesnya, dia diam-diam mencairkan cek sekolahnya. Di momen itu, Muthana tak tahu sama sekali bahwa keputusannya bergabung dengan ISIS dapat berarti menutup pintunya untuk kembali ke negaranya atau keluarganya.

Setelah bergabung ISIS, Muthana gencar melakukan propaganda untuk kelompok teroris tersebut. Pada 2015, lewat akun Twitter-nya, dia meminta warga Amerika bergabung dengan ISIS.

Dia pun menghasut agar warga AS melakukan serangan di dalam negeri. Muthana bahkan menyarankan aksi yang dapat mereka lakukan, yakni penembakan di jalan atau menabrakkan kendaraan ke kerumunan.

Namun dalam wawancara dengan The News Movement, Muthana menyangkal telah melakukan hasutan dan propaganda lewat akun Twitter-nya. Dia mengaku kala itu akun Twitter-nya dikuasai oleh anggota ISIS.

Pada 2016, pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama mencabut kewarganegaraan Muthana. Donald Trump, yang menjabat setelah Obama, juga tak mengakui Muthana sebagai warga AS. Trump bahkan dengan tegas melarangnya untuk kembali.

Pengadilan AS telah memihak pemerintah dalam masalah kewarganegaraan Muthana. Mahkamah Agung AS juga telah menolak mempertimbangkan gugatan untuk mengizinkan Muthana pulang.

Berita Lainnya:
Serangan Bom Bunuh Diri di Pakistan Tewaskan Lima Warga China

Hal itu membuat Muthana menjadi individu tak berkewarganegaraan. Saat ini masa kejayaan ISIS telah berlalu, walaupun sekelompok anggotanya masih tetap bergerilya di Irak, Suriah, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya. Sementara Muthana harus mendekam di kamp Roj bersama ribuan mantan anggota ISIS lainnya dari berbagai negara.

Dia tetap mengharapkan pengampunan dari Pemerintah AS agar bisa kembali ke keluarganya. “Saya berharap pemerintah saya memandang saya sebagai seseorang yang muda pada saat itu (ketika bergabung dengan ISIS) dan naif,” kata Muthana dalam wawancara dengan The News Movement, dikutip Associated Press, Ahad (8/1/2023).

Menurut kelompok Human Rights Watch (HRW), terdapat sekitar 65.600 tersangka anggota ISIS dan keluarga mereka, baik warga Suriah maupun warga asing, yang ditahan di kamp serta penjara di timur laut Suriah. Pusat atau fasilitas penahanan itu dikelola atau dipimpin pasukan Kurdi.

HRW dan lembaga hak asasi lainnya menyebut kondisi kehidupan di dalam kamp sangat memprihatinkan. Makanan, air, dan perawatan medis tidak memadai. Aksi pelecehan fisik atau seksual antara sesama tahanan atau antara penjaga dan tahanan juga kerap terjadi. 

sumber : AP

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi