Riset : Urgensi Praktisi Pemasaran untuk Masa Depan Berkelanjutan 

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Sebagai jembatan antara brand dan konsumen, praktisi pemasaran memiliki peluang unik.

ADVETISEMENTS

 JAKARTA — Dentsu dan Kantar meluncurkan ‘Marketing a Better Future’. Sebuah studi unggulan yang mengeksplorasi peran praktisi pemasaran Asia Pasifik dalam mencapai ambisi misi keberlanjutan perusahaan dan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB).

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Dengan pertumbuhan ekonomi Asia yang eksponensial, daya beli bergerak ke Timur dengan kawasan serta berdampak membentuk tren konsumsi global. Hal ini, memberikan konsumen dan korporasi di Asia tanggung jawab baru dan unik, karena wilayah ini akan diperkirakan menanggung beban bencana iklim. 

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

“Perilaku konsumen, dalam aspek kebiasaan dan gaya hidup, harus diubah segera untuk kehidupan yang lebih berkelanjutan,” kata Dominic Powers, Chief Growth Officer, dentsu Asia Pacific, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (17/1/2023). 

ADVERTISEMENTS

Laporan ini pun, kata dia, dilandasi oleh sejumlah metodologi yang mengambil sumber dari 4 studi oleh Kantar dan Dentsu, 40 sumber data publik, 100+ jam statistik dan analisa budaya untuk pengamatan lebih lanjut, 71+ praktisi pemasaran berpengalaman, 10+ wawancara dengan pemimpin perusahaan pemasaran dan keberlanjutan serta 30+ analisis brand internal maupun eksternal.

ADVERTISEMENTS

Studi dilakukan pada 12 wilayah Asia Pasifik meliputi Australia, China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Thailand, Filipina dan Vietnam. Dari hasil tersebut, ditemukan fakta bahwa Indonesia memiliki 3 masalah iklim utama yakni kemiskinan dan kelaparan, penggundulan hutan, dan polusi air yang menjadi tantangan penting dalam pelestarian lingkungan dan ekosistem, untuk mencapai kehidupan yang lebih berkelanjutan.

Meskipun begitu, kata Dominic, praktisi pemasaran saat ini gagal untuk menangkap peluang. Studi ini menemukan bahwa hanya satu dari tiga (34 persen) tim pemasaran dengan wawasan yang ‘melaksanakan rencana keberlanjutan dan mengukur kemajuan mereka’. “Ini jauh lebih rendah dengan 46 persen dalam rantai pasokan (supply chain), dan 51 persen dalam strategi perusahaan,” ucapnya. 

Studi baru mengidentifikasi dua kesenjangan intensi-aksi yang signifikan, kesenjangan intensi-tindakan konsumen dan organisasi, di mana menjadi akar tantangan bagi praktisi pemasaran. Selain itu, berdasarkan studi oleh Kantar mengenai barometer isu global, isu iklim merupakan masalah utama. Hal ini dibuktikan dengan 60 persen konsumen global mengatakan mereka mengalami kecemasan terhadap lingkungan yang mendorong inisiasi serta keinginan untuk bertindak. 

Perubahan sistem diperlukan untuk mencapai target keberlanjutan global dan memastikan masa depan bumi. Tidak diragukan lagi bahwa bisnis, brand, dan mitra agensi mereka memiliki kebutuhan dan peluang. 

Sebagai jembatan antara brand dan konsumen, kata Dominic, praktisi pemasaran memiliki peluang unik. Dan karenanya, bertanggung jawab untuk menjadi agen perubahan generasi yang memengaruhi perilaku konsumen, serta mendorong inovasi yang akan diinformasikan kepada pelanggan.  

Untuk mencapai kemajuan yang mendalam dan menggerakkan keberlanjutan, studi ini menemukan bahwa fungsi pemasaran memerlukan perubahan filosofis: diberi mandat untuk mendorong inovasi di luar target penjualan jangka pendek, untuk menciptakan pertumbuhan yang baik bagi masyarakat dan bumi, serta bisnis. 

Transformasi keberlanjutan perusahaan dan konsumsi berkelanjutan perlu menjadi prinsip untuk  mengorganisir fungsi pemasaran. Studi tersebut memperkirakan bahwa dengan membuat perubahan agresif ini, Brand akan dapat mendorong perubahan perilaku dan gaya hidup untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 40 persen – 70 persen yang menurut sixth IPCC assessment report diperkirakan dapat dicapai.

Dominic mengatakan, kemajuan yang bermakna dalam tujuan keberlanjutan membutuhkan upaya di mana bisnis, konsumen, dan masyarakat sipil, pembuat kebijakan, regulator, dan penyedia modal bekerja secara harmonis. Pemasar tidak hanya dilandasi tujuan bisnis untuk mendorong inovasi yang dapat memicu perubahan besar, tetapi mereka juga harus mengubah seluruh filosofi di balik perancangan, yang didasarkan pada tingkat penjualan. 

“Di dentsu, kami merancang ‘What’s Next’ sebagai salah satu misi untuk tujuan konsumsi berkelanjutan. Di mana, hal ini harus diorganisir oleh para praktisi pemasaran untuk memberikan dampak kepada masyarakat luas mengenai kehidupan berkelanjutan,” ujarnya. 

Demi merealisasikannya, kata dia, brand dan pemasar harus merangkai taktik termasuk mitra ekosistem yang menangani rantai aktivitas dan jejak karbon. “Dengan memposisikan diri mereka menjadi penggerak perubahan dengan ekosistem yang lebih besar, konsumen dan perusahaan, praktisi pemasaran dapat memberikan relevansi, suara dan perubahan inovasi kehidupan yang lebih berkelanjutan.” paparnya.

Trezelene Chan, Head, Sustainability Practice, Kantar APAC menambahkan, pihaknya mengetahui bahwa kesenjangan intensi-tindakan konsumen merupakan masalah bagi praktisi. Dengan 56 persen hasil mengidentifikasinya sebagai tantangan utama. 

“Hanya 17 persen konsumen Asia yang secara aktif mengubah perilaku mereka menjadi lebih berkelanjutan, meskipun 98 persen orang Asia mengatakan akan melakukannya,” katanya. 

Namun, studi pihaknya mengungkapkan, bahwa kesenjangan intensi-tindakan organisasi merupakan tantangan yang sama pentingnya untuk ditangani. Meskipun, 73 persen pemasar percaya bahwa keberlanjutan penting untuk kelangsungan bisnis dan pertumbuhan nilai. 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version