Rabu, 24/04/2024 - 02:39 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Peraih Hadiah Nobel Maria Ressa Dibebaskan dari Kasus Pajak

ADVERTISEMENTS

Peraih hadiah Nobel dan media Rappler dibebaskan dari dakwaan penggelapan pajak

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

MANILA — Peraih hadiah Nobel dari Filipina, Maria Ressa dan media yang ia dirikan Rappler dibebaskan dari dakwaan penggelepan pajak. Organisasi media dan hak asasi manusia mengatakan, keputusan ini kemenangan bagi kebebasan pers dan supremasi hukum.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Ressa yang menerima hadiah Nobel perdamaian bersama jurnalis Rusia pada 2021 merupakan pemimpin Rappler. Media dengan reputasi laporan mendalam dan kritis pada mantan presiden Rodrigo Duterte dan operasi antinarkobanya.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

“Pembebasan tidak hanya untuk Rappler ini untuk setiap warga Filipina yang dituduh dengan tidak adil,” kata Ressa usai keputusan dibacakan, Rabu (18/1/2023).

ADVERTISEMENTS

“Dakwaan-dakwaan ini bermotif politis, penyalahgunaan kekuasaan yang tak tahu malu,” katanya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Israel Setop Aktivitas Sekolah, Netanyahu 'Mengungsi' ke Bunker, Serangan Iran Kian Dekat

Badan penerimaan negara Filipina menuduh Rappler menggelapkan pajak pengembalian hasil penjualan saham ke investor asing. Kasus ini menjadi dasar regulator sekuritas mencabut izinnya.

Pengadilan pajak mengatakan, keputusan membebaskan Ressa dan Rappler diambil karena jaksa penuntut tidak dapat membuktikan pelanggaran tanpa keraguan. Departemen Kehakiman Filipina mengatakan menghormati keputusan pengadilan.

Ressa yang saat ini bebas dengan jaminan mengajukan banding hukuman enam tahun penjara yang dijatuhkan pada 2020 atas pencemaran nama baik. Ia sudah melawan gugutan pemerintah sejak 2018 yang ia sebut sebagai serangkaian pola serangan.

Kesulitan yang Ressa hadapi menimbulkan kekhawatiran internasional mengenai serangan terhadap media di Filipina yang digambarkan salah satu negara paling berbahaya bagi jurnalis di Asia.

Organisasi hak asasi manusia dan pengawas media memuji keputusan pengadilan. Mereka mengatakan keputusan ini kemenangan bagi jurnalis dan supremasi hukum.

Berita Lainnya:
Warga Israel Ditangkap di Malaysia Punya Senpi, Beli Rp 32 Juta Per Pistol

“Ini kemenangan bagi kebebasan pers di Filipina,” kata peneliti senior Human Rights Watch, Carlos Conde dalam pernyataannya.

Conde mengatakan tantangan bagi pemerintah Presiden Ferdinan Marcos Jr adalah mencatat hal ini dan “memastikan jurnalis melakukan pekerjaannya tanpa rasa takut.”

Pada bulan Oktober lalu seorang jurnalis radio ditembak hingga tewas. Salah satu pembunuhan pada wartawan dalam satu dekade terakhir.

Filipina berada diurutan 147 dari 180 negara di indeks kebebasan pers dunia tahun 2022. Pada tahun 2021 Komite Perlindungan untuk Jurnalis menempatkan negara itu diperingkat ketujuh indeks impunitas yang melacak negara yang membebaskan pembunuh wartawan.

sumber : Reuters

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi