Kamis, 18/04/2024 - 20:09 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

Kepala BRIN Respons Peneliti Soal Kewajiban Publikasi Jurnal Internasional atau Dipecat

ADVERTISEMENTS

Handoko optimistis para peneliti di BRIN mampu memenuhi kewajiban publikasi itu.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

 JAKARTA — Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan, ketentuan untuk menulis jurnal internasional bagi peneliti merupakan hasil kerja minimal (HKM) yang diberlakukan bagi seluruh pejabat fungsional peneliti di seluruh Indonesia. Ketentuan itu bukan dikeluarkan BRIN, melainkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

“Itu bukan kebijakan BRIN, tetapi HKM yang diberlakukan bagi seluruh pejabat fungsional Peneliti di seluruh Indonesia sesuai Permenpan-RB Nomor 34 Tahun 2018 dan Permenpan-RB Nomor 20 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Peneliti,” ujar Handoko kepada Republika, Senin (6/2/2023).

ADVERTISEMENTS

Handoko menjelaskan, HKM tersebut berlaku untuk empat tahun. Jika HKM tidak tercapai, maka peneliti masih diberikan kesempatan pada empat tahun kedua. Pada empat tahun pertama, tidak diberlakukan sanksi. Jika dalam empat tahun kedua tidak juga terpenuhi, maka barulah peneliti itu diberhentikan dari jabatan fungsional peneliti.

“Sesuai Permenpan-RB di atas, HKM ini untuk empat tahun, kalau tidak tercapai masih diberi kesempatan empat tahun kedua, baru setelah itu diberhentikan sebagai Jabatan Fungsional Peneliti,” kata dia.

Berita Lainnya:
Dosen Program Studi Sistem Informasi UNM Berikan Pelatihan AppSheet kepada Pengurus JPRMI

Handoko optimistis para peneliti di BRIN mampu memenuhi HKM itu asalkan mau berkolaborasi dalam melakukan penelitian. Dia menampik adanya persoalan keterabtasan dana dalam melakukan penelitian. Menurut Handoko, saat ini dana tidak diberikan dan dibagi ke semua periset, melainkan diberikan secara kompetitif.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Tidak ada keterbatasan dana, yang ada adalah dana diberikan secara kompetitif yang bagus proposal dan rekan jejaknya. Jadi tidak diberikan dan dibagi ke semua periset seperti dulu. Skema mobilitas periset dan hibah riset saat ini tersedia lengkap, tetapi harus kompetisi,” kata dia.

Peneliti BRIN ‘dibebankan’ untuk memenuhi target publikasi jurnal internasional dalam kurun waktu empat tahun. Jika target tersebut tidak tercapai, sanksi yang akan didapatkan oleh peneliti berupa pemecatan. Kebijakan itu dinilai bertolak belakang dengan tujuan memperbanyak SDM riset di Indonesia.

“Tahu tidak risikonya kalau kita tidak bisa penuhi empat tahun jurnal-jurnal internasional itu? Kita dipecat. Bukan dikurangi tunjangannya, bukan dihilangkan (tunjangannya),” ujar peneliti tata kelola dan konflik di BRIN, Poltak Partogi Nainggolan, Senin (6/2/2023).

Berita Lainnya:
Pakar: Tempe Punya Sejarah Panjang dalam Peradaban Indonesia

Menurut dia, kebijakan tersebut kontra dengan tujuan pembentukan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) dan BRIN sendiri. Di mana, tujuan pembentukan keduanya adalah untuk memperbanyak SDM periset agar Indonesia dapat bersaing dan tidak kalah dari negara-negara lain, paling tidak di kawasan ASEAN.

“Kalau kita terancam dipecat massal dengan adanya ketentuan untuk menulis jurnal internasional empat tahun dengan jumlah tertentu, mana relevansinya? Bilangnya mau memperbanyak SDM periset, tapi di sisi lain dia siap menebas. Siap memensiunkan secara dini bahkan,” kata dia.

Poltak menerangkan, urusan yang terkait dengan jurnal internasional membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ada biaya-biaya mencapai jutaan yang harus dikeluarkan untuk dapat menulis di jurnal internasional. Di sisi lain, kata dia, tunjangan yang dimiliki oleh seorang peneliti di BRIN tidak besar.

“Tunjangan kita ini kecil. Kalau disuruh per tahun berapa, jumlahnya dua atau sampai tiga kalau sudah peneliti utama, ngejar empat tahun dikasih waktu, kan sekali tulisan kan tidak langsung dimuat. Ya habis ke situ,” jelas Poltak.

 

 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi