Sementara itu, Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Pasar Nasional (Inkoppas), Ngadiran, menambahkan, pedagang utamanya membutuhkan tempat usaha yang layak, bersih, dan nyaman bagi mereka dan para konsumennya.
Akan tetapi, kebutuhan terhadap sandang tak bisa dikesampingkan. Bukan tanpa sebab, Inkoppas mencatat baru sekitar 40 persen anggota di seluruh Indonesia yang memiliki rumah pribadi. “Kebutuhan untuk dapat KPR itu juga perlu,” kata Ngadiran kepada Republika.co.id.
Keberpihakan
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan kuota penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP tahun 2022 sebanyak 220 ribu unit rumah subsidi yang dikhususkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dana FLPP yang dialokasikan sebanyak Rp 25,18 triliun sementara dana Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) disiapkan Rp 890 miliar untuk kuota rumah subsidi tahun ini.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan, Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna kepada Republika.co.id menjelaskan, kuota 2023 meningkat dari alokasi tahun lalu sebanyak 200 ribu unit rumah subsidi.
Selain itu yang berbeda kali ini, pemerintah mengalokasikan sebanyak 50 ribu unit dari total 220 ribu unit bagi pekerja informal.
“Jadi ada realokasi, sebab ketika (tahun) kemarin dilepas, akhirnya yang muncul pekerja informal semua. Makanya, kita coba dedikasikan 50 ribu unit untuk informal,” kata Herry.
Pemerintah meyakini, dengan porsi 50 ribu unit pekerja informal dari kalangan MBR yang mendapatkan rumah bakal makin banyak. Sebagai catatan, tahun lalu, pekerja informal yang memperoleh KPR rumah subsidi baru sekitar 12 ribu orang.
Lantas, bagaimana mencapai target 50 ribu unit itu? Herry membeberkan pemerintah bersama perbankan, termasuk BTN yang menjadi garda terdepan KPR bakal memulai dari komunitas. “Mumpung masih awal kita akan berangkat dari komunitas, jika dimulai dari sekarang mestinya nanti akan terkumpul jumlahnya,” kata Herry.
Tahun lalu, program BP2BT dengan subsidi Rp 40 juta menjadi strategi untuk menjangkau pekerja informal dari komunitas. Kisah Yuli jadi salah satu contoh nyata.
Herry pun menuturkan, pemerintah masih mengevaluasi capaian BP2BT tahun 2022. Masih sangat memungkinkan melanjutkan program itu baik dengan skema pembiayaan APBN atau skema lainnya.
“Ini akan digalakkan lagi karena masih banyak yang belum punya rumah. Contoh lain seperti (pengemudi) Gojek, Grab, Bluebird, termasuk asosiasi tukang cukur, ini sangat terbuka untuk difasilitasi,” paparnya.
Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo dengan tegas menyampaikan sektor informal masih menjadi salah satu segmen yang disasar perseroan tahun ini. Pihaknya juga telah menyusun grand design kajian pembiayaan ke sektor informal yang telah disampaikan kepada Kementerian PUPR.
Kalangan sektor informal menjadi salah satu target yang tepat karena sangat membantu menyelesaikan backlog perumahan. Terlebih pemerintah sudah bertekad mencapai zero backlog 2045 dengan perkiraan kebutuhan tambahan hunian lebih dari 14 juta unit.
“Kajian ini kami harapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat memperkuat langkah kita menyelesaikan backlog dari sektor informal,” katanya kepada Republika.co.id.
Skema baru KPR FLPP menjadi salah satu strategi utama Bank BTN. Selain itu ada pula skema KPR Rent to Own untuk MBR informal.
Direktur Consumer Bank BTN Hirwandi Gafar menjelaskan, skema baru KPR FLPP diusulkan dengan masa tenor subsidi selama 10 tahun dan bunga lima persen. Pada tahun, berikutnya diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR Subsidi.
Sedangkan skema KPR Rent to OWN MBR informal, debitur bisa menikmati fasilitas sewa selama enam bulan sebelum mendapatkan KPR.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, berpendapat, daya beli menjadi salah satu isu utama dari pekerja informal. Meskipun, banyak juga dari mereka yang punya daya beli lebih baik.
Perbankan bisa lebih melonggarkan persyaratan salah satunya dibuktikan dengan memiliki tabungan. Senada dengan Herry, pembiayaan berbasis komunitas dan koperasi menjadi alternatif strategis dalam menyasar pekerja informal agar lebih bankable.