Kamis, 25/04/2024 - 17:47 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Menanti ‘Taji’ KY Selidiki Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus

ADVERTISEMENTS

oleh Rizky Suryarandika

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Putusan kontroversial baru-baru ini lahir dari Jalan Bungur Besar Raya Nomor 24, Kecamatan Kemayoran, DKI Jakarta. Alamat yang menjadi lokasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) itu memutuskan penundaan Pemilu 2024 hingga membuat gaduh seantero negeri.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Atas putusan yang dinilai sebagian kalangan ‘aneh bin ajaib itu’, Komisi Yudisial (KY) dipandang punya kewenangan yang memadai untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. KY bisa menelusuri alasan mengapa tiga hakim PN Jakpus bisa mengeluarkan putusan semacam itu.

ADVERTISEMENTS

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan dalam diskusi daring pada Ahad (5/3/2023). Ramadhan meminta KY menyerap kekhawatiran masyarakat atas putusan penundaan Pemilu.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Putusan ini jadi pertanyaan besar dan jadi atensi publik terkait hakim di PN Jakpus, berangkat dari situ KY bisa pemeriksaan atau pendalaman melihat apa yang terjadi dalam pengambilan putusan tersebut dan kemudian terkait apa yang dilakukan PN Jakpus patut diduga ada sesuatu di balik itu,” kata Ramadhan dalam diskusi itu.

Berita Lainnya:
Menhub: 1.236 Penerbangan Layani Penumpang di Puncak Arus Mudik

Ramadhan mengakui, KY memang tak bisa menilai putusan hakim karena itu menjadi bagian dari kewenangan hakim. Hanya saja, KY bisa menelaah bagaimana tiga hakim bisa sampai pada putusan itu. Ia menduga ada kepentingan tertentu di balik putusan ini.

“Memang perlu dipertanyakan dan diperdalam apakah memang benar PN Jakpus memutus sesuai apa yang mereka yakini atau di balik ini ada sesuatu yang terjadi, nah peran KY ada disana,” ujar Ramadhan.

Ramadhan mengajak masyarakat menunggu respons tegas KY atas putusan ini. Ia berharap KY tak mengecewakan penantian masyarakat.

“KY punya cukup amunisi untuk lakukan langkah-langkah tersebut, nah memang nantinya kita akan tunggu KY serius lihat putusan ini, ngecek apa yang terjadi, masyarakat akan menunggu hasil apa yang dilakukan KY,” ucap Ramadhan.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan mendorong inisiatif KY menyelidiki kecurigaan di balik putusan penundaan pemilu. Ia berharap KY tak terjebak dalam rentetan birokrasi dan mekanisme yang membuat pemeriksaan hakim pemutus perkara ini molor.

Berita Lainnya:
Oknum Polisi di Surabaya Cabuli Anak Tiri selama 4 Tahun, Beraksi saat Istri Melahirkan di RS

“Apa yang bisa dilakukan lembaga negara lain? KY harus bergerak dalam konteks penindakan untuk panggil minta klarifikasi tiga hakim pemutus perkara ini,” ujar Kurnia.

Kurnia juga mendorong agar KY nantinya melakukan eksaminasi atas putusan ini. Tujuannya untuk mengetahui sejauhmana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, dan apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Berikutnya, KY bisa memberikan hasil eksaminasi putusannya kepada Mahkamah Agung (MA). Sehingga, MA dapat menindaklanjutinya agar di kemudian hari tak lagi ada putusan semacam ini.

“Dalam konteks pencegahan kalau putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap, KY berwenang eksaminasi putusan untuk diserahkan ke MA agar tidak ada lagi putusan absurd seperti ini,” ucap Kurnia.

 

 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi