Kamis, 25/04/2024 - 09:11 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIFINANSIAL

Sampah Makanan Bernilai Hingga Rp 300 Triliun

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Masyarakat Indonesia masuk tiga besar dunia dalam hal persampahan makanan. Setiap orang telah membuang makanan sisa hingga 150 kg per tahun. Padahal ada begitu banyak warga miskin yang belum mampu memenuhi kebutuhan pangan harian mereka secara layak.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Sementara, pemerintah kadang masih mengimpor beras dari negara lain demi memenuhi kebutuhan konsumsi nasi yang amat tinggi.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Negara berpenduduk sekitar 276 juta jiwa ini menghasilkan sampah makanan 20,93 juta ton setiap tahun. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi di Asia Tenggara dan ketiga di dunia sebagai negara penyampah makanan, setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat. Nilai kerugian akibat makanan yang terbuang sia-sia diperkirakan mencapai lebih dari Rp 300 triliun.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Data jumlah sampah makanan tersebut dikutip dari Program Lingkungan PBB (UNEP) yang diperbarui pada 2021. Sementara, pada tahun yang sama, data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mengumpulkan angka yang jauh lebih tinggi hingga 46,35 juta ton sampah makanan.

ADVERTISEMENTS

Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sampah sisa makanan secara konsisten (dari tahun ke tahun) menempati porsi terbanyak yakni hampir 30 persen dari keseluruhan jumlah sampah di Indonesia.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Bank Mega Syariah Perkuat Pertumbuhan Bisnis dengan Berfokus di Ritel

Sampah makanantidak hanya menjadi isu lingkungan tapi juga masalah ekonomi dan sosial. Dari sisi lingkungan, sampah makanan menimbulkan emisi gas rumah kaca yang sebagian besar menghasilkan gas metana. Kerugian ekonomi yang besar pasti terjadi akibat terbuangnya makanan sepanjang rantai produksi hingga konsumsi. Apalagi ditilik dari aspek sosial, ketika jumlah warga miskin yang melebihi 26 juta orang masih kesulitan dalam memperoleh makanan layak.

Yang tersakiti

Perilaku membuang makanan secara sia-sia, bagaimanapun, dapat menyakiti banyak pihak. Ada jerih payah para petani yang tidak dihargai, juga melukai warga miskin yang kekurangan makanan. Belum lagi bila bicara dalam konteks ketahanan pangan. Pemerintah berikut segenap jajarannya terus berjuang dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mencegah terjadinya krisis maupun kelangkaan bahan pangan.

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nyoto Suwignyo amat menyayangkan keterbuangan makanan yang menurutnya menyakiti petani.

Food waste akan sangat menyakiti kerja keras petani selama menghasilkan pangan,” ujar dia.

Hasil penelitian Bapanasmenyebutkan jumlah makanan terbuang mencapai 150 kg per kapita/tahun. Menurut Suwignyo, angka itu sangat fantastis ketika dikalikan jumlah total penduduk Indonesia dan lalu dikonversi ke dalam rupiah.

Besarnya jumlah sampah makanan, kata dia, berpotensi besar mengganggu ketersediaan pangan nasional.

Berita Lainnya:
Polres Metro Jakpus Imbau Pemudik Waspadai Hipnotis

Hal yang kurang lebih sama disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpobahwa sampah makanan dapat memperparah ancaman krisis pangan, selain perubahan iklim dan perang yang menghambat rantai pasok.

Terdapat dua istilah dalam bahasan sampah makanan, yakni food loss dan food waste. Food loss adalah hilangnya bahan makanan pada rantai pasok, karena rusak sebelum sampai ke konsumen. Kerusakan bisa terjadi dalam perjalanan distribusi, atau tanaman rusak akibat gagal panen, sedangkan food waste mengacu pada perilaku konsumen yang tidak menghabiskan makanan dan berakhir ke tempat sampah.

Mentan Syahrul mengutip hasil kajian Badan Pangan Dunia (FAO), yang menunjukkan sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia, terbuang dan menjadi sampah.

Pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan pangan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk. Padahal penduduk yang sekarang ada saja, belum semuanya mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir 2022 terdapat 17 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan, yang sekaligus menjadi angka kurang gizi dan gizi buruk. Lantas apakah perilaku membuang-buang makanan seperti itu tidak menyakiti mereka?

Mengurangi dosa.

Mengingat banyaknya jumlah penduduk miskin dan tingginya angka kelaparan, tentu berdosa bilamasih ada orang yang memboroskan makanan dan membuang yang tersisa.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi