Israel Wajah Penjajah Barat di Palestina

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Tentara Penjajah Israel yang awalnya sebagai tamu kita malah mengambil alih Palestina. FOTO/Net

ADVERTISEMENTS

Apakah masih ada penjajah di dunia modern ini? Ketika perusahaan-perusahaan di Barat semacam Halo Space  asal Spanyol bersanding dengan  SpaceX Elon Musk atau Blue Origin milik Jeff Bezos menawarkan perjalanan wisata sampai ke luar angkasa?

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Apakah masih ada penjajah di dunia modern ini, ketika gaung perdamian dan solidaritas menjadi agenda global. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres  tampil dan berbicara berbusa-busa tentang perdamian di berbagai forum dunia, demikian juga kepala negara, mahasiswa hingga artis Korea ikut menyuarakan perdamian dunia.

ADVERTISEMENTS

Namun seruan-seruan perdamian itu terdengar sumbang karena jerit pilu dan suara tembakan  masih terdengar dari bumi Palestina. Lubang-lubang besar menganga imbas roket Israel. Otoritas Palestina pada Ahad (9/4) memperingatkan bahwa provokasi dan serangan Israel akan dapat mengubah kompleks Masjid Al Aqsa di wilayah pendudukan Yerussalem Timur menjadi seperti medan perang. Kekerasan semakin meningkat di seluruh wilayah pendudukan Palestina setelah polisi Israel secara paksa mengusir para jamaah dari kompleks Masjid Al Aqsa.

ADVERTISEMENTS

Hingga kini Palestina masih menjadi ladang pembantaian Israel. Entah berapa banyak resolusi PBB yang ditetapkan namun Israel bergeming. Israel masih memainkan permainan yang sama, playing victim seolah mereka adalah korban keganasan pemuda-pemuda Palestina. Israel menempatkan perseteruan dua negara sebagai pertarungan antara Israel dan terorisme untuk membenarkan penjajahan atas Palestina.

ADVERTISEMENTS

Mengutip laman cnnindonesia.com pada Sabtu (8/4/2023), Amerika melalui juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel mendukung hak sekutu mereka, Israel, untuk membela diri atas serangan roket dari milisi Palestina di Lebanon. Amerika berdiri segaris dengan negara-negara Barat melindungi Israel dan memberi jalan bagi penjajahan di Palestina.

ADVERTISEMENTS

Disisi lain, Israel menyebarkan kebohongan dengan menjadikan media massa sebagai corong propaganda untuk membentuk opini umum di seluruh dunia bahwa mereka menyerang untuk membalas serangan. Oleh sebab itu tidak heran media-media terutama media Barat menggoreng penyesatan fakta ini hingga gosong.

Adalah Bobby Lee, seorang komedian Amerika mengungkap pemerintah Israel membayar artis, influencer dan buzzer untuk memperbaiki citra Israel. Israel menerbangkan para selebritis secara gratis dari luar negeri untuk melakukan tur secara gratis ke Israel, kemudian memposting hal-hal yang positif dari negara penjajah. Selebritis Indonesia pun tidak luput dari proyek ini. Terbukti kemudian ketika viral video artis yang mempromosikan Israel, bahwa Israel damai, warga disana rukun, aman, ibadah dijamin dan lain sebagainya.

Menarik sekali  mencermati bagaimana sikap PBB dan para pemimpin negara Islam terhadap serangan terbaru ini. Hal tersebut sangat penting untuk meluruskan pemahaman kita terhadap problematika  Palestina sehingga tidak terseret dalam kesalahpahaman karena propaganda yang demikan massif dan sistematis terus digencarkan Israel.

Ternyata tidak ada satu pun perkembangan berarti dari sikap PBB, para pemimpin Arab maupun para pemimpin negara Islam selain mengecam dan mengutuk. Tidak ada suara berisik Amnesty Intenational untuk Palestina seberisik ketika mereka berbicara tentang Papua misalnya. Beberapa negara Arab menayangkan billboard raksasa bergambar bendera Palestina sebagai bentuk dukungan mereka, sebuah bentuk dukungan yang memalukan, sementara tentara-tentara mereka yang seharusnya dikirimkan untuk membantu saudaranya  yang dijajah di depan mata tak dilakukan.

Akhirnya Israel demikian jumawa meneruskan kebiadabannya terhadap Palestina. Hal tersebut karena Israel yakin bahwa tidak ada satu pun negara Islam, tidak ada satu pun kekuatan internasional yang akan menghentikan serangannya. Apalagi Amerika dan Eropa memberikan dukungan penuh bagi Israel. Lalu dimana Hak Asasi Manusia itu? Tidak ada. Hal ini membuktikan bahwa Hak asasi manusia hanyalah wacana ompong yang dijajakan Barat untuk menjajah negeri-negeri kaum Muslimin.

Palestina Tanah Kaum Muslim

Salah satu propaganda yang dihidupkan oleh Barat untuk Israel adalah bahwa perseteruan antara Palestina dan Israel bukanlah masalah agama tapi menyangkut persoalan kemanusiaan. Propaganda ini mulai disambunglidahkan oleh tokoh-tokoh Muslim pro Barat dan Israel di negeri-negeri kaum Muslimin tak terkecuali Indonesia.

Maka siapa saja yang menyuarakan propaganda ini sejatinya telah tersesat sangat jauh. Palestina bersinar di pentas sejarah kaum Muslimin karena Allah Swt menyatukan negeri ini dengan  Baitullah al-Haram ketika meng-isra-kan Rasul-Nya saw dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsha. Allah menjadikannya sebagai bumi yang suci lagi diberkahi.

Sejak itu hati kaum Muslim terpaut dengan ibukota Palestina (Baitul Maqdis), karena Allah telah menjadikannya sebagai kiblat mereka yang pertama. Khalifah Umar bin Khathab ra, menaklukkan Palestina pada tahun 15 Hijriyah dan menerima kuncinya dari Uskup Agung Saphranius. Mereka menyepakati sebuah perjanjian masyhur (yaitu perjanjian al-Umariyah), yang diantara isinya-atas permintaan orang-orang Nasrani yang tinggal disana-adalah: “Tidak boleh satu orang Yahudi pun untuk tinggal di daerah Palestina.”

Palestina adalah pusat kekerasan diantara negeri-negeri kaum Muslim. Negeri ini telah menjadi kuburan massal bagi tentara Salib dan Tatar, yaitu Perang Hiththin (583-1187M) dan Perang `Ain Jalut (658-1260M). Krisis Palestina mulai menginternasional di masa moderen sejak pemerintahan Khalifah Utsmaniyah, yaitu Abdul Hamid.

Saat itu para pemuka Yahudi dengan bantuan negara-negara Barat, terutama Inggris, berusaha keras untuk mewujudkan tempat bermukim bagi mereka di Palestina. Mereka berupaya memicu timbulnya krisis keuangan di Negara Khilafah Utsmaniyah. Hertzl, Pemimpin senior Yahudi saat itu menawarkan  sejumlah uang kepada bendahara negara sebagai imbalan atas rencana tersebut.

Khalifah Abdul Hamid menggigit gerahamnya kuat-kuat ketika mengetahui konspirasi Yahudi atas tanah Palestina. ”Tanah itu bukan milikku, tetapi milik umatku. Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Karena itu, silahkan Yahudi menyimpan saja harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Namun, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah”.

Sinyalemen Khalifah-rahimahullah-tersebut telah terbukti kebenarannya. Setelah negara Khilafah diruntuhkan, maka tibalah masa munculnya para penguasa yang menjadi kaki tangan Barat di negeri-negeri Islam.

Sejatinya kerakusan penjajah kafir Barat yang dengki kepada Islam terus berlanjut sejak terusirnya tentara Salib dari al-Quds. Kedengkian itu terus terpendam hingga ketika mereka memasuki Palestina pada 11 Desember 1917 M dalam Perang Dunia I, pemimpin pasukan sekutu, Jenderal Allenby yang berkebangsaan Inggris berkata: “Sekarang Perang Salib telah berakhir”.

Perkataan Allenby bermakna Negara Khilafah berhasil mempertahankan kemenangan Perang Salib hingga delapan abad. Sedangkan keberhasilan Inggris menghancurkan Negara Khilafah dan menduduki Palestina sama maknanya bahwa mereka telah mengembalikan pasukan Salib ke negeri-negeri kaum Muslim. Mereka bercokol disana dengan penjajahan gaya baru melalui demokrasi kapitalisme dan politik negara bangsa.

Israel Wajah Penjajah Barat di Palestina

Pada 2 November 1917 M, Inggris menetapkan Perjanjian Balfour, isi perjanjian itu adalah, bahwa Inggris menjanjikan kepada Yahudi untuk dapat menduduki Palestina dan mendirikan negara bagi mereka disana.

Ketika Perang Dunia I berakhir dan Negara Khilafah telah diruntuhkan, muncul negara-negara pemenang (Liga Bangsa Bangsa) yang berperan menetapkan pemberian mandat Inggris atas Palestina pada tahun 1922 M. Isinya antara lain Inggris akan merealisasikan Perjanjian Balfour. Inggris mulai mengambil langkah memanggil Yahudi dari seluruh dunia agar memasuki Palestina. Inggris juga melatih dan mempersenjatai mereka.

Usai Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memutuskan pembagian daerah Palestina melalui Resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum dengan nomor 181 pada tanggal 29 Oktober 1947. Keputusan tersebut membagi dua Palestina, antara penduduknya dan Yahudi pendatang yang merampasnya. Melalui skenario perang melawan 7 negara Arab yang direkayasa Inggris, Israel tampil sebagai pemenang dan mengumumkan kemerdekaannya pada 15 Mei 1948.

Segera setelahnya negara-negara besar seperti Amerika, Rusia, Inggris dan Perancis berlomba-lomba memberikan pengakuan. Inggris dan Amerika bahu membahu menata Israel, merumuskan masalah Palestina yang kemudian hari disebut sebagai “Krisis Timur Tengah”. Seluruh aktivitas yang menyangkut krisis ini sepenuhnya untuk melayani kepentingan Barat, dengan cara memelihara eksistensi Negara Yahudi di Timur Tengah.

Barat penjajah melalui Israel telah berhasil merealisasikan sejumlah target dimana keberadaan Negara Yahudi ibarat pisau besar yang menusuk jantung negeri-negeri kaum Muslim. Diantara target-target tersebut adalah :

Pertama, mereka berhasil mencangkokkan organ asing di tengah-tengah kaum Muslim di wilayah tersebut, yang menghancurkan hubungan ukhuwah Islamiyah diantara mereka dan menjauhkan kesatuan mereka.

Kedua, mereka berhasil menyibukkan wilayah Timur Tengah dengan selalu memicu perseteruan antar kaum Muslim dengan Israel. Perseteruan itu mengalihkan kaum Muslim dari perseteruan yang hakiki, yaitu penjajah Barat yang kufur yang telah menghancurkan kaum Muslim dengan meruntuhkan institusi mereka Khilafah Utsmaniyah.

Jadi sebelum Yahudi bisa mengokohkan pembangunan negaranya di Palestina, perseteruan kaum Muslim dengan Barat akan beralih menjadi perseteruan yang difokuskan hanya dengan Israel, karena Israel telah merampas Palestina. Kondisi ini memalingkan perhatian umat dari perseteruan dengan pihak yang mendisain situasi politik tersebut.

Ketiga, negara-negara penjajah Barat pada saat bersamaan dapat beristirahat dengan tenang dari permasalahan Yahudi di negara mereka sendiri. Karena Yahudi dimanapun mereka berada mereka senantiasa merusak. Presiden Amerika Benjamin Franklin pernah mengingatkan hal tersebut kepada bangsa Amerika melalui pernyataan yang disampaikan dalam konferensi penyusunan konstitusi Amerika pada tahun 1789 M:

Ketahuilah, ketahuilah disana ada bencana besar yang mengancam Amerika Serikat, dan itu adalah bahaya Yahudi. Dimana pun mereka berada selalu menimbulkan kehancuran terhadap moralitas dasar yang luhur dan merendahkan tingkat kepercayaan perdagangan…Mereka adalah para penumpah darah dan perampas harta…Sungguh aku mengingatkan kalian wahai pemuka bangsa Amerika, jika kalian tidak mengusir Yahudi secara tuntas, maka anak-anak dan cucu kalian akan melaknat kalian di atas kuburan kalian”.

Demikian skenario penjajahan Palestina dijalankan oleh Barat melalui tangan Israel. Setelah keputusan pembagian wilayah, ditetapkanlah keputusan internasional untuk membagi secara bersama-sama diantara negara-negara penjajah tersebut, yaitu: memelihara institusi Yahudi dan menjaganya dengan sepenuh kekuatan. Ini dilakukan dari sisi Yahudi.

Sedangkan dari sisi Arab adalah penyelesaian aspek kemanusiaan bagi pengungsi yang terusir; meliputi dimana mereka akan tinggal dan bagaimana hubungan mereka dengan negara-negara Barat yang memindahkan mereka kesana. Setiap resolusi pada dasarnya bertolak dari dua faktor: bahwa institusi Yahudi merupakan sebuah realitas yang tidak boleh diganggu gugat, bahkan harus mendapatkan pengakuan dari pemimpin-pemimpin Arab. Disisi lain hak-hak bangsa Palestina (yang berkaitan dengan kemanusiaan) tetap dipenuhi dengan menempatkan mereka ke wilayah lain Palestina atau ke negara-negara Arab lainnya.

Nah, Keputusan pembagian wilayah Palestina ini menjadi pembuka jalan dibentuknya undang-undang dasar Israel, pun demikian dengan penempatan Israel dalam keanggotaan di PBB, sepenuhnya merupakan bentuk dukungan negara-negara Barat penjajah kepada Israel.

Negara Palestina  yang Terjajah

Inggris-dengan politik busuknya-memandang pendirian negara sekuler demokratis di seantero Palestina harus diwujudkan, yang mencakup tanah Palestina yang berhasil di rampas pada 1948 maupun bagian Palestina lainnya yang belum terampas yaitu Tepi Barat yang berada dalam kekuasaan Yordania dan Jalur Gaza yang berada di bawah pemerintah Mesir. Seluruhnya kemudian disatukan menjadi Otoritas Palestina. Sementara pemerintahan di seluruh Palestina tetap berada di tangan Yahudi. Setiap saat sepanjang waktu hingga saat ini Palestina berada dalam jajahan Israel yang biadab.

Pengkhianatan Penguasa Arab

Krisis di Timur Tengah menunjukkan wajah asli para pemimpin dan penguasa Arab sebagai pecundang yang tunduk pada Amerika dan Barat penjajah. Mereka menutup mata terhadap skenario-skenario penjajahan Barat dan mendukung Israel dengan melakukan naturalisasi hubungan politik dengan Israrel. Pembelaan mereka terhadap Palestina hanya berupa kecaman-kecaman, sementara pada saat yang sama mereka menggelar karpet merah untuk Yahudi.

Solusi dua Negara

Pada 2020 Presiden Amerika, Donald Trump mengusulkan kesepakatan abad ini yang dinamai “Deal of Century” untuk menyelesaikan Krisis Timur Tengah. Salah satu poin rancangan dalam ‘Kesepakatan Abad Ini’ adalah membagi Yerusalem menjadi dua bagian. Yang pertama Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel, sementara Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Ironisnya, wilayah yang diperuntukan Palestina adalah lahan ‘buangan’.  Dimana Judea dan Samaria, Tepi Barat serta lembah Yordania tetap diakui sebagai wilayah Israel.

Solusi dua negara ini harus ditentang karena menyalahi syariah Islam. Palestina bukanlah milik pemimpin Palestina baik Ismail Haniya ataupun Mahmoud Abbas, yang layak mereka kongsikan dengan Yahudi karena ketidakberdayaan mereka. Palestina seluruhnya adalah milik kaum Muslim, oleh sebab itu misi mengembalikan Palestina kepada perjanjian wilayah di tahun 1967 adalah jebakan penjajah.

Berdasarkan uraian diatas, maka wajib bagi umat Islam memahami sejarah Krisis Timur Tengah ini sehingga tidak gampang dialihkan perhatiannya dari memahami akar masalah yang sebenarnya, yaitu bercokolnya Israel atas dukungan penjajah Barat temasuk dukungan para pemimpin Arab. Israel tidak akan paham makna kecaman dan hujatan, Yahudi hanya memahami bahasa  perang, oleh sebab itu memobilisasi tentara-tentara Muslim adalah solusi hakiki untuk mengakhiri kesombongan mereka.[]

x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version