OPINI
OPINI

Ketika Bintang di Langit Bertaburan di Panggung Politik

ADVERTISEMENTS

Pemilu masih satu tahun lagi, tapi euforianya sudah sejak hari ini, bahkan tahun lalu. Para pejabat sibuk lakukan safari politik, ulama sibuk menghitung siapa ikut siapa, tim sukses hingga lembaga survei sibuk melakukan tugasnya, apalagi pesohor negeri.

ADVERTISEMENTS

Mereka tak kalah heboh, ikut dalam per butan kursi menjadi anggota DPR periode 2024-2029. Para artis itu bukan saja pemain lama, namun juga muncul nama-nama baru yang ikut mendaftarkan diri sebagai calon legislatif (caleg) pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Mulai dari artis sinetron sampai pelawak.

ADVERTISEMENTS

Sebut saja Reza Artamevia, Choky Sitohang, pedangdut Annisa Bahar, Ali Syakieb, Didi Riyadi, Nafa Urbach, Diana Sastra dan Ramzi yang maju mewakili partai Nasdem. Dari PAN muncul sosok petahana seperti Eko Patrio, Desy Ratnasari, dan Primus Yustisio. Nama baru ada Pasha Ungu, Uya Kuya, Astrid Kuya, Verrell Bramasta, Lula Kamal dan Tom Liwafa.

ADVERTISEMENTS

Partai Islam, berlambang bola dunia dikelilingi sembilan bintang, PKB, juga turut mengusung aris papan atas sebagai bakal caleg. Di antaranya Tommy Kurniawan, Iyeth Bustami, Arzeti Bilbina, Camelia Lubis, Zora Vidyanata, Norman Kamaru.

Dan masih banyak lagi, tentu saja fenomena ini tidak lagi mengherankan. Setiap menjelang pagelaran pesta rakyat, pesta demokrasi yaitu pemilu , para bintang panggung ini turut menyemarakkan. Mereka dengan sukacita memindahkan panggung mereka dari panggung hiburan ke panggung politik, adakah bedanya? Jelas tak ada, sebab keduanya pastilah membawa keuntungan bagi mereka.

Namun apakah ada dampaknya bagi rakyat? Ini yang masih menjadi tanda tanya besar, sebagaimana fenomena koalisi beberapa partai kecil ke partai besar atau penguasa hari ini. Apa yang mereka usung, lepas begitu saja karena bertabrakan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dari KPU sebagai pihak yang berwenang mengurusi pemilu.

ADVERTISEMENTS

Koalisi sendiri adalah kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam parlemen. Alasan partai politik berkoalisi karena aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden di sistem pilpres negara Indonesia.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden yaitu pertama, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR. Jika dikalkulasi, 20 persen dari 575 kursi DPR RI akan menghasilkan 115 kursi.

Kedua, partai politik memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Dan faktanya, dari ketentuan pertama dan kedua hanya PDI-P yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden karena memiliki 128 kursi di DPR RI yang sekaligus dari hasil Pileg 2019, tidak ada satu pun partai politik peserta pemilu yang mendapat perolehan suara 25 persen, kecuali PDI-P, maka PDI-P lah satu-satunya partai politik yang di Pilpres 2024 bisa mengusung calon presiden dan wakil presidennya sendiri.

Inilah mengapa partai politik lain sudah mulai berupaya keras melakukan koalisi untuk dapat memenuhi ambang batas pencalonan presiden, dan para artis yang bergabung di dalamnya sebagai daya tariknya. Ketika koalisinya besar dan banyak nama tenar yang dikenal masyarakat harapannya mampu mendulang suara juga lebih banyak. Di akhir, tujuannya adalah kemenangan.

Demokrasi Hanya Lahirkan Pemimpin Pragmatis dan Oportunis

Meski masih banyak rakyat yang tertipu dengan manuver usang demokrasi ini namun kesadaran bahwa koalisi itu sia-sia, melanggengkan kekuasaan zalim dan tergabungnya artis hingga komedian dalam koalisi mereka hanya memperburuk keadaan juga tak kalah banyak.

Bahkan hal ini dipertanyakan oleh Hakim MK Daniel Yusmic Pancastaki Foekh saat kembali menggelar sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Senin, 15 Mei 2023. Ada tiga ahli dihadirkan yakni Khairul Fahmi, Titi Anggraeni dan Zaenal Arifin Mochtar. Hakim Daniel menanyakan kepada salah satu ahli yang hadir memaparkan materi pada saat itu, “Ada sebuah persoalan disinggung Pak Zaenal terkait finansial, apa yang disampaikan Pak Arifin sejak pendaftaran di KPU, hampir semua parpol butuh publik figur, apa dia artis atau finansial,” ucap Daniel.

x
ADVERTISEMENTS
1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Exit mobile version