Sabtu, 20/04/2024 - 07:25 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LINGKUNGAN

Apa Itu El Nino dan La Nina, Bagaimana Pengaruhnya?

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA—Data terbaru menunjukkan bahwa 2022 adalah tahun terpanas kelima di Eropa yang pernah tercatat. Namun, para ilmuwan memperingatkan bahwa 2023 bisa menjadi lebih hangat karena fenomena iklim yang disebut La Nina, yang menurunkan suhu global, akan segera berakhir.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Apa itu La Nina? Dilansir BBC pada Selasa (23/5/2023), La Niña adalah bagian dari fenomena iklim yang disebut sebagai sistem El Niño Southern Oscillation (ENSO). El Nino dan La Nina menyebabkan situasi yang berlawanan, keduanya berperan signifikan mengubah cuaca di seluruh dunia. Selama beberapa tahun terakhir, dunia mengalami periode La Nina berturut-turut, yang menurunkan suhu dan menyebabkan hujan lebat di Kanada dan Australia.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Saat La Nina, angin berembus lebih kencang dari biasanya di sepanjang Khatulistiwa di atas Samudra Pasifik, dari Amerika Selatan menuju Asia. “Angin pasat” ini membuat air hangat berkumpul di lepas pantai Asia, sehingga menaikkan permukaan air laut. Sementara di sisi timur, dekat Amerika, kondisi itu menyebabkan air dingin naik ke permukaan. Sedangkan saat El Niño yang terjadi adalah sebaliknya. Angin pasat yang lebih lemah menyebabkan air hangat kembali mengalir ke Amerika, sehingga lebih sedikit air dingin naik ke permukaan.

ADVERTISEMENTS

Fenomena ini pertama kali diamati oleh nelayan Peru pada 1600-an. Mereka memperhatikan bahwa air hangat tampaknya memuncak di sekitar Amerika pada Desember, lalu menjulukinya “El Niño de Navidad” yang berarti Christ Child dalam bahasa Spanyol.

Setiap kejadian El Nino atau La Nina tidaklah sama, tetapi para peneliti telah memetakan bahwa keduanya memiliki dampak-dampak yang khas:

1. Temperatur

Suhu global meningkat sekitar 0,2 derajat Celsius selama periode El Nino, dan turun sekitar 0,2 derajat Celsius selama La Nina. Itu terjadi karena El Nino membuat air yang lebih hangat menyebar lebih jauh dan lebih dekat ke permukaan. Kondisi itu menyebabkan lebih banyak panas dilepaskan ke atmosfer, sehingga menciptakan udara lebih basah dan lebih hangat. 2016 merupakan tahun terpanas dalam sejarah, yaitu momentum El Nino. Pada 2020-2022, belahan bumi utara mengalami tiga episode La Nina berturut-turut.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Mengapa di Indonesia Tidak Bisa Melihat Gerhana Matahari Total dan Ledakan di Matahari? 

Meskipun La Nina terjadi beruntun tiga kali, data dari layanan pemantauan iklim Uni Eropa menunjukkan bahwa 2022 merupakan tahun terpanas kelima secara global. “Suhu rata-rata global selama tiga tahun terakhir telah mendekati rekor, tapi itu mungkin saja menjadi lebih tinggi lagi tanpa efek pendinginan dari La Nina yang berkepanjangan,” kata profesor dari Badan Meteorologi Inggris, Met Office, Adam Scaife.

Kenaikan suhu 0,2 derajat Celsius akan berkontribusi pada sekitar 20 persen kenaikan suhu global yang sudah terjadi akibat perubahan iklim. Met Office memperkirakan La Nina akan berakhir pada akhir tahun ini, yang meningkatkan kemungkinan suhu global menjadi lebih tinggi lagi.

 

2. Perubahan curah hujan

Selama El Nino terjadi, air yang lebih hangat mendorong arus udara kuat Pasifik lebih jauh ke selatan dan timur melintasi Amerika. Ini memicu cuaca yang lebih basah di negara-negara bagian selatan AS dan Teluk Meksiko, sementara di AS bagian Utara dan Kanada menjadi lebih kering. Asia, Australia, dan Afrika Tengah dan Selatan biasanya mengalami kekeringan. Namun ketika La Nina, yang terjadi justru sebaliknya, kekeringan di AS bagian selatan, hujan lebat di Kanada dan Asia. Pada Oktober 2022, Australia mengalami rekor curah hujan tertinggi dan banjir yang dipicu oleh La Nina.

Berita Lainnya:
Sejumlah Provinsi Ini Berpotensi Diguyur Hujan Lebat pada Selasa Hari Ini

 

3. Badai tropis

Ketika La Nina terjadi, ada lebih banyak badai di wilayah Atlantik, sehingga memengaruhi Florida dan negara-negara bagian selatan AS lainnya. Namun, La Nina menyebabkan lebih sedikit badai tropis di Pasifik. Sementara ketika El Nino, yang terjadi adalah sebaliknya.

El Nino dan La Nina rata-rata terjadi setiap dua hingga tujuh tahun, dan biasanya berlangsung selama sembilan hingga 12 bulan. Kedatangan mereka tidak selalu bergantian. Biasanya, La Nina lebih jarang terjadi dibandingkan El Nino.

Peristiwa cuaca ekstrem yang disebabkan oleh El Nino dan La Nina dapat memengaruhi infrastruktur, sistem pertanian, dan energi di seluruh dunia. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, kekeringan di Kanada dan Asia yang disebabkan oleh fase El Niño 2014-2016 mengakibatkan gagal panen dan merusak ketahanan pangan lebih dari 60 juta orang.

Selama El Nino, lebih sedikit air dingin yang naik ke permukaan pantai Amerika. Itu berarti semakin sedikit makanan yang tersedia untuk spesies di lautan seperti cumi-cumi dan salmon, yang pada gilirannya mengurangi stok komunitas nelayan Amerika Selatan.

Pada 2021, para ilmuwan iklim PBB, IPCC, mengatakan bahwa peristiwa ENSO yang terjadi sejak 1950 lebih kuat daripada yang diamati antara 1850 dan 1950. Namun disebutkan pula bahwa bukti-bukti sejarah berupa cincin pohon, karang, dan catatan sedimen menunjukkan bahwa frekuensi dan kekuatannya bervariasi sejak 1400-an. IPCC menyimpulkan tidak ada bukti jelas bahwa perubahan iklim memengaruhi peristiwa El Nino maupun La Nina. 

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi