Sabtu, 20/04/2024 - 12:28 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Peran Perguruan Tinggi Lindungi Anak Bangsa dari Konsep Hidup Chilfree

ADVERTISEMENTS

Oleh: Rini Fatma Kartika, Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Jakarta

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Beranak-pinak merupakan bagian dari proses sunnatullah setiap pasangan yang telah menikah. Hal tersebut demi melanggengkan keberadaan umat manusia di muka bumi, agar perintah untuk bisa menegakkan khalifatullah fil ardhi bisa terimplementasi. Sehingga akan terjadi regenerasi untuk melanjutkan estafeta perjuangan, demi menebarkan rahmatan lil alamien untuk semua makhluk-Nya.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Walaupun demikian, akhir-akhir ini ada sebagian orang —sebut saja dari kalangan influencer bernama Gita Savitri, mengumumkan dirinya sedang mengusung konsep childfree. Childfree ialah terkait keputusan hidup seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki keturunan.  

ADVERTISEMENTS

Tentu saja, konsep tersebut sangat bertentangan dengan sunnatullah sebagai sebuah ketetapan Allah SWT serta nilai-nilai keislaman. Selain Gita Savitri, mungkin masih banyak orang yang memiliki pandangan seperti itu. Bila konsep seperti itu banyak yang mengikuti, sangat menghawatirkan terhadap kelangsungan hidup manusia.   

Berita Lainnya:
Bocah Terperosok Celah Peron Stasiun Manggarai, Begini Respons KCI

Childfree dan Maqashid Syariah

Mencuatnya konsep childfree di tengah-tengah sumpeknya kehidupan masyarakat—khususnya masyarakat urban yang tinggal di perkotaan ataupun di pinggiran kota, lantas bagaimana Islam menanggapi hal tersebut? Karena, Islam sebagai way of life menjadi panduan di segala dimensi kehidupan masyarakat Muslim, mulai bangun tidur di pagi hari hingga kembali ke tempat tidur di malam hari.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Bila coba kita korelasikan konsep childfree terhadap syariat Islam, khususnya maqashid al-syari’ah—yaitu tujuan dari syariat Islam yang dikemukakan oleh al-Ghazali (w.505/1111) dan kemudian dikembangkan oleh Asy-Syatibi (w. 790/1388), terdiri dari: perlindungan keimanan (hifdu al-dien), perlindungan diri manusia (hifdu al-nafs), perlindungan akal manusia (hifdu al-aql), perlindugnan keturunan (hifdu al-nasl), dan perlindungan kekayaan (hifdu al-maal) (M. Umar Chapra: 2001).

Maka, konsep childfree esensinya telah keluar dari apa yang menjadi tujuan disyariatkan Islam kepada umat manusia. Di mana, dari lima tujuan disyariatkan Islam, keberadaan menjaga keturunan (hifdu al-nasl) masuk di dalamnya. Sehingga, dapat dihipotesakan bahwa para pengusung konsep hidup childfree dasarnya menolak yang disyariat Islam.

Berita Lainnya:
Jakarta Banjir Lagi, Ini Daftar 40 RT dan Lima Ruas Jalan yang Terdampak  

Tentu saja, konsep childfree ini harus dibedakan dengan konsep menunda untuk memiliki keturunan. Ada beberapa kasus masyarakat di Indonesia, misalnya seseorang menunda untuk memiliki keturunan dengan alasan sedang studi lanjut. Pasca menyelesaikan studi lanjut, barulah pasangan yang bersangkutan melakukan promil (program hamil).

Dengan demikian, untuk kasus menunda memiliki keturunan, Islam masih mentolelir, karena dilandaskan adanya uzur syari’i di dalamnya. Sedangkan untuk childfree sendiri, penulis berpandangan tak masuk ke dalam kategori uzur syar’i. Karena, hal tersebut jelas-jelas telah bertentangan dengan sunnatullah serta maqashid syariah—khususnya terkait hifdu al-nasl (menjaga kelangsungan keturunan).

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi