Sabtu, 20/04/2024 - 02:00 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Desentralisasi Korupsi Masa Reformasi: Apa Solusinya?

ADVERTISEMENTS

Oleh: A. Makmur Makka, Mantan Pemimpin Redaksi Republika.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Jika para ilmuwan yang punya integritas tinggi, tokoh terhormat seperti menteri, anggota legislatif, gubernur, terlibat menerima uang yang terindikasi korupsi seperti santer diberitakan di koran. Kita berhak bertanya: Masih adakah orang yang jujur, tulus  dan bisa dipercaya di negara kita ini?

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Ada yang berkata, naif apabila kita percaya bahwa jabatan terhormat yang disandang seseorang, terselip pula secara otomatis sifat kemuliaan dan kejujuran. Jabatan dan kepakaran hanya symbol-¬simbol, dekorasi atau tanda-tanda. Mereka tokoh juga manusia.

ADVERTISEMENTS

Saya teringat Prof. Mr. Hardjono, Guru Besar mata pelajaran “Kewiraan” dulu di Universitas Gadjah Mada yang selalu mengajarkan tentang akal budi, kemuliaan dibalik keseder¬hanaan. la selalu mengulang-ulang pesannya: “Jangan selalu melihat kulit luar, tetapi lihatlah isinya”.

Kata kunci yang kita dapatkan dari semua peristiwa ini, korupsi di Indonesia sudah “systemic”, sesuatu yang sudah teratur, atau menggurita, terulang dan terulang. Robert Klitgaard, guru besar pada The Rand Graduate School, Santa Monica California yang pernah saya ikuti orasinya di Seoul – Korea Selatan pada sebuah seminar, Ia menyinggung tipe korupsi model Indonesia. la mengamati korupsi di Indonesia sebelum masa reformasi adalah “crony capitalism”, mirip korupsi di Filipina. Model korupsi, di mana para pejabat birokrat menerima “insentif” (upeti) dengan memelihara kestabilan usaha para pebisnis besar.

Berita Lainnya:
Ombudsman Kalsel Minta Sekolah tidak Wajibkan Acara Perpisahan

Dari sana, ikut pula anak-anak pejabat menjadi kroni pengusaha. Di Korea Selatan, setingkat lebih jelek, karena korupsi bisa disamakan dengan “mengoleksi deviden”. Oknum pemerintah yang berkuasa, malahan ikut menjadi pemilik aset ekonomi negara. Hal ini terjadi, karena adanya kontribusi politik yang mengatur “chaebol” atau perusahaan konglomerat.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
BNPB Ungkap 1.786 Orang Terdampak Banjir dan Longsor di Bitung

Bentuk terburuk model korupsi, terjadi di Zaire, Afrika. Korupsi di Zaire sudah “chaos”, juga terdesentralisasi di mana-mana. Jika kita menyogok seseorang, belum tentu kita bisa menerima apa yang kita telah bayar. Pada masa Orde Lama dan puncaknya pada Orde Baru, korupsi di Indonesia memang bisa dikatagorikan korupsi “crony capitalism”, rakyat menonton korupsi secara telanjang pada kerucut atas piramida kekuasaan.

Tetapi setelah reformasi, sebuah model korupsi yang terburuk di dunia muncul. Korupsi tidak terbatas lagi oleh kroni penguasa dan pejabat, tetapi sudah merata kesemua lembaga pemerintah dan sektor swasta, malahan seluruh strata masyarakat dan makin individual. Artinya, tidak ada lagi garis hierarki, karena restu atasan atau lembaga, tetapi semua orang sudah bisa berinisiatif sendiri, bertindak atas nama diri sendiri, ataukah jika mau, dilakukan berjamaah.

 

 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi