Harian Aceh Indonesia menampilkan berbagai iklan online kepada para pengunjung. Mohon dukungannya untuk membiarkan situs kami ini tetap menayangkan iklan dan dijadikan whitelist di ad blocker browser anda.
Sabtu, 23/09/2023 - 05:20 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Pentingnya Gelar Pahlawan untuk ‘Jago Tua’ AM Sangadji

Oleh: M. Ikhsan Tualeka, Founder IndoEast Network

Berbagai upaya dan kegiatan terus diinisiasi atau dilakukan agar salah satu tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, Abdoel Moethalib (AM) Sangadji diberi gelar pahlawan Nasional oleh pemerintah. Selain oleh AM Sangadji Institute yang digawangi ahli waris, berbagai komponen dari Maluku, perguruan tinggi, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil hingga tokoh publik turut ambil bagian.

Sejumlah seminar, diskusi publik, riset, termasuk ‘kampanye’ melalui media sosial oleh Milenial, telah dan terus dilakukan. Boleh jadi ini upaya paling masif dari Maluku dalam mendorong pemberian satu gelar pahlawan Nasional.

Dalam berbagai upaya itu, sebagai orang Maluku dan apalagi memiliki hubungan kekerabatan atau pertalian silsilah dengan ‘sang pahlawan’, menjadi tanggung jawab moral untuk ikut urun rembuk. Minimal berbagai perspektif lewat tulisan yang menguatkan.

Jago Tua dari Timur

Dari berbagai literatur, sebagaimana juga ditulis Martin Suryajaya, Gunawan Wiradi dan Edi Irawan dalam buku Merayakan Indonesia Raya terbitan Balai Pustaka (2021), AM Sangadji disebut lahir di Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, 3 Juni 1889. Mulai mengenyam pendidikan dasar di HIS Dutch School dan dilanjutkan dengan pendidikan menengah MULO. AM Sangadji yang tidak sempat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, selanjutnya memilih berkecimpung dalam perjuangan politik.

Ia kemudian turut andil ketika Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto dan beberapa pejuang seangkatannya seperti Haji Agus Salim, mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal dengan Serikat Dagang Islam pada 1912. AM Sangadji pun diketahui turut sebagai peserta Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 di Jakarta, yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda. Dikenal piawai atau ahli pidato, AM Sangadji juga memiliki mobilitas yang tinggi, tidak hanya di Maluku tempat asalnya, tetapi berkiprah hingga ke Borneo atau Kalimantan, Sulawesi dan tentu saja di Jawa.

Pada medio 1920-an, di Samarinda, Kalimantan Timur, AM Sangadji mendirikan Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat (BPPR) serta mengelola Neutrale School untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan pribumi atau bumiputera. Mendapat berita kalau kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta, AM Sangadji kemudian melakukan perjalanan dari Samarinda ke Banjarmasin untuk menemui para pimpinan dan gerilyawan Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI).

Selama perjalanan, selain untuk menyebarkan kabar dan berita kemerdekaan itu, AM Sangadji diketahui turut mengibarkan bendera Merah Putih di daerah-daerah yang dilewatinya. Oleh para pejuang kemerdekaan pasca-Proklamasi, AM Sangadji disebut sebagai pemimpin tua atau Jago Tua, mungkin karena lebih senior di antara mereka, sebagaimana diberitakan di beberapa surat kabar kala itu, seperti di koran Merdeka Solo.

Menteri Basuki Tinjau Pembangunan Jalan Program IJD di Bogor

Pihak kolonial Belanda yang mengetahui posisinya sebagai pemimpin tua atau Jago Tua, dan karena aktivitas politiknya itu, pada bulan April 1946 polisi Belanda menangkap AM Sangadji dan memenjarakannya di penjara Banjarmasin. Mengenai pemenjaraan dirinya, yang barangkali justru disambut suka cita karena menjadi ajang pertemuan dengan para pejuang lainnya, melalui Majalah Mandau yang diterbitkan Ikatan Perjuangan Kalimantan (IPK) di Yogyakarta (1948) Jago Tua menceritakan; “Keadaan kami ketika itu dalam penjara adalah sebagai dalam daerah merdeka, daerah Republik, di tengah-tengah daerah musuh. Di sana ada pamong prajanya, ada polisinya, ada dokternya, ada kadi-nya dan terutama pemuda-pemuda sebagai prajurit yang menjadi isi tempat tahanan itu.”

Pemanfaatan Aplikasi Mobile Dalam Berbagai Bidang

Setelah dibebaskan dari penjara atau tahanan di Banjarmasin, Jago Tua kembali menyeberang ke Pulau Jawa. Ia kemudian memimpin Tentara Hizbullah yang berbasis di Yogyakarta. AM Sangadji diketahui juga turut menyokong pembentukan Laskar untuk wilayah Martapura, Pelaihari, dan Tamtomo sebagai penghubung Markas Hizbullah Yogyakarta dengan di Kalimantan.

1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi
Click to Hide Advanced Floating Content

Click to Hide Advanced Floating Content