Jumat, 19/04/2024 - 16:48 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

BISNISEKONOMI

Indonesia Butuh Nikel Sulfat 59 Ribu Ton untuk Bikin Baterai Kendaraan Listrik

ADVERTISEMENTS

Teknologi baterai dan harga yang murah menjadi salah satu faktor mobil listrik terjangkau.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

JAKARTA — Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjadi pemain utama kendaraan listrik. Mengambil peran untuk menjadi produsen baterai kendaraan listrik, pemerintah memproyeksikan kebutuhan nikel sulfat yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menjelaskan jika sesuai rencana di tahun 2035 Indonesia sudah memiliki pabrik baterai maka Indonesia membutuhkan 59 ribu ton nikel sulfat. Nikel Sulfat sendiri merupakan produk pemurnian bijih nikel tingkat dua.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
KBUMN-Kejagung Kompak Bongkar Korupsi PT Timah

“Kita butuh pasokan nikel sulfat yang besar dimana produk itu merupakan hasil pemurnian. Kita butuh 59 ribu ton nikel sulfat untuk memenuhi kebutuhan baterai di tahun 2035 mendatang,” ujar Taufik di Komisi VII DPR RI, Kamis (8/6/2023).

Justru, di tahun 2025 besok kebutuhan nikel sulfat melonjak 20 persen dari tahun ini. Indonesia butuh 25 ribu ton lebih nikel sulfat. Saat ini belum ada yang memproduksi nikel sulfat secara utuh di dalam negeri karena menunggu adanya pabrik baterai untuk mobil listrik.

Berita Lainnya:
Pangsa Pasar Mobil Listrik di India Diperkirakan Capai 5,5 Juta pada 2040  

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Taufik juga merinci kebutuhan kapasitas baterai listrik di setiap jenis kendaraan. Misalnya untuk kendaraan roda dua, membutuhkan baterai berkapasitas 1,44 kWh dan roda empat membutuhkan baterai berkapasitas 60 kWh.

“Itu dibutuhkan masing-masing per kWh untuk nikel 0,77 kg, manganese 0,096 kg, cobalt 0,096 kg, artinya dalam baterai semua bahan bakunya ada di Indonesia, sebanyak 7 PE lithium kita perlu impor,” kata dia.

Ia mendorong agar investasi di pabrik baterai dapat diperkuat lagi. “Untuk itu ekosistem ini perlu diperkuat lagi,” tambah Taufik.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi