Selasa, 23/04/2024 - 19:55 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Berikut Data dan Fakta Depok Versus Solo, Lebih Maju Mana?

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Relawan dan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kerap menyebut, Kota Depok sebagai wilayah tertinggal. Hal itu lantaran Depok selama ini, dikuasai politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selalu memang setiap empat kali perhelatan pemilihan wali kota (pilwakot).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Alhasil, PSI dan para relawan tergerak untuk mengusung Kaesang Pangerap untuk memimpin Kota Depok pada 2024. Kaesang yang merupakan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) digadang-gadang bisa mengubah Depok menjadi lebih maju. Benarkah Depok memang tertinggal. Republika.co.id mencoba membandingkan pembangunan Kota Depok dengan Solo, asal Presiden Jokowi dan Kaesang.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Baca: Kaesang Pastikan Maju Pilkada Depok, Puan: Ayok Masuk PDIP!

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Depok termasuk yang tertinggi di Provinsi Jawa Barat (Jabar). Pada 2021, IPM Kota Depok di angka 81,86 dan pada 2022 menjadi 81,37. Angka IPM itu termasuk tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Adapun merujuk data BPS, IPM Kota Solo pada 2021 di angka 82,62 dan pada 2022 mencapai 83,08. Dari sisi ini, IPM Kota Solo unggul atas Depok.

ADVERTISEMENTS

Sementara itu, jika membandingkan upah minimum kota (UMK) 2023, Kota Depok mencapai Rp 4.694.493. Di Kota Solo, UMK 2023 hanya sebesar Rp 2.174.169. Dari jumlah UMK, Depok lebih besar 100 persen dibandingkan Solo.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Sekjen Golkar: Ada Permintaan Aklamasi Agar Airlangga Kembali Jadi Ketum

Sedangkan tingkat kemiskinan di Kota Depok yang berpenduduk sekitar 2,1 juta jiwa pada 2022 hanya 2,53 persen. Pada saat yang sama, dari 522 ribu penduduk Kota Solo, tingkat kemiskinan cukup tinggi di angka 9,4 persen.

Baca: Ada Lebih 100 Relawan Sang Menang Siap Total Dukung Kaesang Pangarep

– Depok sejak 2006 dipimpin dua wali kota asal PKS. Nur Mahmudi Ismail (2006-2016) dan Mohammad Idris (2016-sekarang).

– Solo sejak 2000 dipimpin empat wali kota dari PDIP. Daftarnya adalah Slamet Suryanto (2000-2005), Joko Widodo (2005-2012), Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (2012-2021), dan Gibran Rakabuming Raka (2021-sekarang).

Sebelumnya, Sekretaris DPC PDIP Kota Depok, Ikravany Hilman mengatakan, partainya masih fokus memikirkan Pileg dan Pilpres 2024, di tengah manuver PSI mendorong Kaesang menjadi wali kota Depok. Namun demikian, ia menegaskan, PDIP tidak menutup kemungkinan untuk mengusung Kaesang pada Pilkada Depok 2023.

“Karena kan instruksi kami jelas, fokus pemenangan Pileg dan Pilpres. Nah, kalau kita kan mau ngusung wali kota paling nggak harus 20 persen dong. Kurang dari 20 persen kursi, koar-koar usung wali kota kan repot,” jelas Ikravany kepada Republika.co.id di Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (6/6/2023).

Berita Lainnya:
Mantan PM Inggris Tony Blair Yakin Asia Tenggara Jadi Pusat Pertumbuhan Dunia

Dia menganggap, DPC PDIP Depok menyambut baik pihak tertentu yang ingin membawa perubahan di Kota Depok, termasuk Kaesang. Dia menekankan, Kota Depok memang perlu perubahan. “Depok kan, dibilang stagnan nggak, tapi juga kita seharusnya bisa lebih maju dari apa yang kita miliki hari ini,” kata Ikravany .

Bendahara Umum DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Depok, Ade Supriyatna mengeklaim, Kota Depok kini menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan pada masa awal berdirinya daerah tersebut 23 tahun lalu. Dia pun membantah tudingan kader PSI, relawan, maupun Prof Hamdi Muluk yang menilai Depok tidak berubah sejak dipimpinan kader PKS.

Dia menyebut, sebuah kota harusnya dinilai dari dari sejumlah indikator yang bisa dipertanggungjawabkan. Di antaranya, IPM, pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, hingga gini rasio.

“Kalau melihat komennya, sangat subjektif berdasarkan perasaan dan pendapat pribadi. Jadi saya menilai tidak dalam kapasitas guru besar yang pastinya punya landasan argumen yang objektif dan ilmiah,” jelas Ade kepada Republika.co.id, Selasa.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi