Taruna Sekolah Pelayaran di Semarang Jadi Korban Penganiayaan Senior Hingga Pengasuh

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

 SEMARANG — Seorang taruna sekolah pelayaran milik pemerintah di Kota Semarang, Jawa Tengah, berinisial MG (19 tahun), diduga menjadi korban penganiayaan taruna senior dan pengajar di lembaga pendidikan tersebut.

ADVERTISEMENTS

Kuasa hukum keluarga MG, Ignatius Radit, di Semarang, Rabu, mengatakan korban merupakan taruna tingkat pertama yang baru masuk pada 2022. Rentetan penganiayaan terhadap MG terjadi beberapa kali dalam kurun waktu Agustus 2022 hingga Mei 2023.

ADVERTISEMENTS

“Korban ini bahkan sudah dianiaya tiga bulan setelah masuk ke sekolah itu,” katanya.

Setelah diterima dan masuk ke sekolah pelayaran itu, kata Radit, korban sudah mengalami penganiayaan yang dilakukan seorang pengasuh yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di lembaga pendidikan itu.

Selanjutnya, taruna asal Jakarta tersebut mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah taruna senior sebagai bentuk pendisiplinan.

ADVERTISEMENTS

Radit menyebut korban sempat mendapat perawatan di rumah sakit dengan diagnosa antara lain mengalami kencing berdarah hingga pembekuan pembuluh retina mata.

ADVERTISEMENTS

“Seluruh rekam medis dalam pemeriksaan di rumah sakit sudah ada,” tambahnya.

Orang tua MG, tambah Radit, bahkan sudah menemui pimpinan sekolah pelayaran tersebut hingga akhirnya membawa pulang korban pada November 2022.

ADVERTISEMENTS

Orang tua korban meminta perlindungan kepada pimpinan sekolah atas tindak penganiayaan itu. Pihak sekolah yang memberi jaminan keamanan dan perubahan budaya “kekerasan” di sekolah pelayaran itu meminta MG untuk kembali melanjutkan pendidikannya.

ADVERTISEMENTS

Menurut dia, MG akhirnya kembali menempuh pendidikan mulai 1 Mei 2023 dengan adanya janji dari pimpinan sekolah tersebut.

“Namun, ternyata kekerasan yang dialami korban ini kembali terulang. Terakhir bahkan terjadi pada Selasa (13/6) malam,” kata Radit.

Kejadian ini sudah dilaporkan ke polisi, Ombudsman Republik Indonesia, hingga permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Untuk sementara, kata Radit, korban kembali pulang ke keluarganya sambil menunggu kepastian janji pihak sekolah untuk menghapus tradisi kekerasan yang masih terjadi.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah Siti Farida membenarkan adanya pengaduan soal kasus penganiayaan di sekolah pelayaran. Namun, aduan tersebut diteruskan ke Ombudsman Pusat karena berkaitan dengan Kementerian Perhubungan sebagai terlapor.

“Laporan tersebut berisi harapan agar tidak ada lagi tindak kekerasan di sekolah pelayaran itu,” katanya.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version