Harian Aceh Indonesia menampilkan berbagai iklan online kepada para pengunjung. Mohon dukungannya untuk membiarkan situs kami ini tetap menayangkan iklan dan dijadikan whitelist di ad blocker browser anda.
ISLAM

Menjauhi Perkara Syubhat Merupakan Sikap Wara’

JAKARTA — Rasulullah mengatakan, mencari rezeki yang halal adalah sebuah kewajiban bagi setiap orang Muslim. Termasuk makanan yang dimakan dan pakaian yang dikenakan, juga harus diperoleh dengan cara-cara yang halal.

Karena bisa jadi, pakaian yang mengandung barang haram akan menyebabkan tertolaknya ibadah kita. Pun apabila makanan yang kita makan mengandung hal-hal haram, bisa jadi penyebab terhalangnya doa kita.

Selain halal dan haram, dalam Islam juga dikenal perkara syubhat. Yakni perkara yang masih samar hukumnya. Namun Islam menganjurkan untuk meninggalkan perkara-perkara syubhat.

Asy-Syeikh Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam bukunya “Risalah Mu’awanah” menyebutkan ada tiga tingkatan dalam syubhat. Pertama, diyakini haramnya dan diragukan halalnya. Syubhat ini berhukum haram.

Berita Lainnya:
Kabar Kehadiran Nabi Muhammad di dalam Taurat  

Kedua, diyakini halalnya dan diragukan haramnya. Termasuk Wara’ apabila kita mampu meninggalkannya.

Ketiga, syubhat yang berada di antara kedua syubhat di atas yakni adanya keragu-raguan antara halal dan haramnya.

Rasulullah saw bersabda:

“Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR Ahmad)

Orang wara selalu menghindari sesuatu yang samar hingga menjadi jelas. Seseorang tidak akan mampu  mencapai derajat kaum muttaqin sebelum ia meninggalkan yang halal secara murni, karena dikhawatirkan adanya sesuatu yang menyebabkan ia jatuh ke dalam keharaman dan kesyubhatan.

Berita Lainnya:
Pengakuan Tokoh Barat Bahwa Islam Penyelamat Umat Manusia dari Kehancuran

Rasulullah saw bersabda:

“‘Seseorang tidak akan mencapai derajat kaum muttaqin sehingga ia meninggalkan sesuatu yang tidak membahayakan, karena khawatir jatuh pada yang membahayakan.” (HR. Turmudzi)

Para sahabat berkata, “Kami tinggalkan tujuh puluh pintu halal, karena khawatir terjatuh dalam satu pintu haram.”

Namun, sayang sekali sikap wara’ ini sudah lama ditinggalkan orang, siapa lagi di antara kita yang mampu bersifat wara’? Hanya keimanan dari Allah yang mampu membimbing kita.

Hendaklah engkau mengetahui segala sesuatu yang diharamkan Allah agar engkau senantiasa mampu menjauhinya. Karena bila engkau tak mengetahuinya, engkau pun dengan mudah terjebak di dalamnya.

Sumber: Republika

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Click to Hide Advanced Floating Content

Click to Hide Advanced Floating Content