Filipina Buka Pos Perbatasan Baru di Laut Cina Selatan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Kapal filipina di Laut Cina Selatan. Filipina telah menempatkan boya navigasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina sebagai upaya menegaskan kedaulatan di Laut Cina Selatan (LCS) yang disengketakan.

ADVERTISEMENTS

MANILA — Filipina membangun pos penjaga baru di pulau Thitu yang di Laut Cina Selatan disengketakan. Pos ini sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan Filipina memantau pergerakan kapal dan pesawat terbang Cina di jalur perairan tersebut.

ADVERTISEMENTS

Pada awal tahun ini penjaga pantai Filipina melihat sebuah kapal angkatan laut dan puluhan kapal milisi Cina  di sekitar salah satu dari sembilan pulau yang diduduki  Manila di kepulauan Spratly tersebut.

Dalam pernyataanya penjaga pantai Filipina mengatakan fasilitas tiga lantai yang diresmikan Jumat (1/12/2023) kemarin ini dilengkapi dengan teknologi canggih seperti radar, identifikasi otomatis, komunikasi satelit, dan kamera pantai.

“Perilaku penjaga pantai, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan milisi Cina terkadang tidak dapat diprediksi,” kata penasihat keamanan nasional Filipina Eduardo Ano saat berkunjung ke pulau tersebut.

ADVERTISEMENTS

“Mereka tidak mematuhi tatanan internasional, aturan hukum, apa yang mereka gambarkan sebagai taktik zona abu-abu adalah murni intimidasi dan itu murni ilegal. Itu tidak dapat diterima dalam tatanan internasional,” tambahnya.

ADVERTISEMENTS

Kedutaan Besar Cina di Manila belum menanggapi permintaan komentar. Pos terdepan Manila, Thitu, merupakan pos terbesar dan paling strategis di Laut Cina Selatan yang sebagian besar diklaim Beijing meski klaim tersebut ditolak beberapa negara di kawasan.

Thitu yang di Filipina dikenal sebagai Pag-asa, terletak sekitar 300 mil di sebelah barat provinsi Palawan, Filipina. Filipina menggunakan pulau yang dihuni sekitar 200 orang ini untuk mempertahankan klaim teritorialnya.

ADVERTISEMENTS

Selain Filipina, Brunei, Cina, Malaysia, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim kedaulatan di Laut Cina Selatan. Perairan itu merupakan jalur lalu lintas barang senilai lebih dari 3 triliun dolar AS setiap tahunnya. 

ADVERTISEMENTS

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version