Kepala Bapanas dan Petinggi Timnas Amin tak Penuhi Panggilan KPK

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023).

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan salah satu petinggi Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin (Timnas Amin) tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (26/1/2024). Keduanya meminta penjadwalan ulang pemeriksaan kasus di Kementerian Pertanian (Kementan).

ADVERTISEMENTS

Keduanya semula diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (mentan SYL). Adi berstatus sebagai pelaksana tugas (plt) Mentan. Sehingga keterangannya dinilai dibutuhkan oleh KPK. 

ADVERTISEMENTS

“Saksi (Adi) tidak hadir, dan konfirmasi untuk penjadwalan ulang,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/1/2024).

ADVERTISEMENTS

Walau demikian, KPK belum bisa mengonfirmasi kapan Arief akan dipanggil kembali. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Sedangkan petinggi Timnas Amin yang diperiksa ialah Rajiv. Rajiv disebut duduk sebagai Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Timnas Amin dari Partai Nasdem. Hanya saja, KPK hanya menyebut Rajiv dalam kapasitas sebagai pihak swasta dalam pemeriksaan itu. 

ADVERTISEMENTS

Rajiv turut meminta penjadwalan ulang saat diminta bersaksi dalam kasus itu pada Selasa (30/1/2024). “Saksi (Rajiv) tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang kembali besok Selasa,” ujar Ali. 

ADVERTISEMENTS

KPK masih belum mengungkap keterkaitan Arief dan Rajiv dalam perkara tersebut. Apalagi menyangkut materi pemeriksaan kasus yang ditangani.

ADVERTISEMENTS

Eks mentan SYL ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta serta Sekjen Kementan Kasdi Subagyono. Mereka diduga melakukan korupsi berupa pemerasan disertai penerimaan gratifikasi senilai Rp 13,9 miliar.

SYL disebut pernah memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai 4.000-10.000 dolar AS atau sekitar Rp 62,8 juta sampai Rp 157,1 juta setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan. Uang tersebut berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang digelembungkan, serta setoran dari vendor yang memperoleh proyek.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version