Ternyata Pelaku Kekerasan Anak Bermasalah dari Sisi Mental, Begini Penjelasan Pakar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

 YOGYAKARTA—Psikolog klinis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Indria Laksmi Gamayanti menyebut para pelaku kekerasan anak cenderung memiliki gangguan kesehatan mental.

ADVERTISEMENTS

“Secara psikologis, pelaku kekerasan cenderung memiliki gangguan kesehatan mental dalam dirinya sendiri,” kata Indria dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis (4/4/2024).

ADVERTISEMENTS

Dia menuturkan pada banyak kasus, pelaku kekerasan pada anak merupakan orang tua, guru, pengasuh, bahkan sesama anak.

ADVERTISEMENTS

“Kekerasan pada anak bisa dilakukan oleh siapa saja. Sayangnya menurut penelitian banyak dilakukan oleh orang-orang dewasa terdekat yang justru seharusnya bisa menjadi pelindung dari anak tersebut,” ujar dia.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Menurut dia, faktor pemicu dari tendensi tindakan kekerasan pada pelaku bermacam-macam, mulai dari kesiapan mental kondisi ekonomi, hingga pengalaman kekerasan serupa di masa kecil.

ADVERTISEMENTS

Indria menyebut ada tiga macam bentuk kekerasan pada anak, yaitu kekerasan fisik, kekerasan emosi, dan kekerasan seksual.

ADVERTISEMENTS

Saat anak menjadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual, kata dia, dipastikan diikuti dengan kekerasan emosi atau psikis.

ADVERTISEMENTS

Meski begitu, kekerasan yang paling banyak terjadi dan belum banyak disadari adalah kekerasan emosi dalam bentuk ujaran kemarahan, kebencian, penghinaan, dan bentuk kekerasan verbal lainnya.

ADVERTISEMENTS

“Yang sangat disayangkan, pelaku kekerasan justru berasal dari orang terdekat anak, khususnya orang tua dalam hal pola asuhnya,” tutur dia.

Orang dewasa yang melakukan kekerasan pada anak, ujar Indria, umumnya adalah orang-orang yang tidak matang secara emosi atau orang yang semasa kecilnya juga menerima tindakan serupa.

Ketika seseorang mengalami kekerasan di masa kecil, lanjut dia, ada potensi akan melakukan kekerasan yang lebih parah ketika beranjak dewasa.

“Bayangan masa lampau atau trauma masa kecil orang tua memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan kekerasan serupa atau lebih terhadap anaknya,” kata dia.

Karena itu, sebagai orang dewasa yang berada di lingkungan tempat anak tinggal, kata dia, semestinya mampu memberikan perlindungan terhadap tindak kekerasan.

Menjalin komunikasi yang baik dengan anak, menurut dia, sangat penting tidak hanya pada anggota keluarga, namun juga orang-orang sekitar.

“Masa kecil anak merupakan masa pertumbuhan yang krusial untuk membentuk karakter, karenanya diperlukan pengawasan dan pengasuhan yang baik supaya bentuk kelalaian berujung kekerasan tidak terjadi,” kata Indria.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version