AKHIRNYA setelah awal tahun 2025 lalu Indonesia resmi bergabung dengan BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa), dilanjut pada bulan ini, bergabung dengan New Development Bank (NDB) sebagai bank pembangunan multilateral yang didirikan oleh negara-negara BRICS.
Keputusan Pemerintah Indonesia untuk bergabung dalam NDB dilakukan setelah Presiden NDB Dilma Vana Rousseff mengundang Indonesia untuk bergabung dalam keanggotaan bank tersebut, mengingat Indonesia juga telah resmi menjadi anggota penuh BRICS pada awal tahun 2025.
Presiden Prabowo membenarkan fakta ini setelah sebelumnya mendapat penilaian dan persetujuan dari tim keuangan negara. Prabowo menjelaskan bahwa NDB memang didirikan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan berkelanjutan dan juga untuk mendorong ekonomi negara-negara berkembang.
Presiden memerinci NDB telah memiliki modal awal sebesar 100 miliar dolar AS yang telah disumbangkan oleh negara-negara pendiri. NDB adalah bank pembangunan multilateral yang didirikan oleh negara anggota BRICS pada 10 tahun lalu, memiliki kantor pusat di Shanghai, China, dan kantor pusat regional di Afrika.
Menurut Presiden, ada banyak kesamaan dan pengalaman yang ditemukan antara Indonesia dan Brasil (BRICS) terutama saat membicarakan tentang rencana jangka pendek, menengah dan panjang terhadap program pemerintah Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mengatakan, Pemerintah Indonesia berharap New Development Bank (NDB) dapat menjalin kerja sama dengan Danantara dalam berbagai proyek strategis, dengan tujuan menciptakan nilai tambah ekonomi melalui pengelolaan aset BUMN yang transparan dan berorientasi pada tata kelola yang baik. Selain membahas hilirisasi, Prabowo juga memaparkan program makan bergizi gratis (MBG).
Menlu Wang Yi dalam konferensi pers tahunan di Beijing pada Jumat, 7 Maret 2025 menyambut sembilan negara yang telah bergabung ( bermitra) dalam keluarga BRICS bersama China yaitu Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Malaysia, Nigeria, Thailand, Uganda, Uzbekistan.
BRICS di awal pembentukannya hanya terdiri dari empat negara, yakni Brasil, Rusia, India, dan China, kini menjadi 11 negara, yaitu Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Wang Yi mengucapkan selamat atas resminya Indonesia bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025 lalu. Dan memutuskan tetap menggunakan nama BRICS meski keanggotannya sudah bertambah.
Wang Yi berharap BRICS menjadi ‘jantung utama’ kerja sama Selatan Global, menjadi ‘mesin’ pertumbuhan dimana BRICS lebih besar dan kuat, sehingga momentum bagi negara selatan global untuk maju dapat lebih bisa dilakukan.
Wang Yi menyebut saat ini di dunia “angin” tengah bertiup ke selatan dan belahan bumi selatan adalah simbol paling tampak pada era ini. Belahan bumi selatan telah berkontribusi 80 persen lebih terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, sekaligus menjadi kekuatan utama dalam menjaga perdamaian internasional, mendorong pembangunan dunia dan meningkatkan tata kelola global.
BRIC, Indonesia Banyak Berharap, Siapkah Kecewa?
Sungguh miris, sedemikian gencar cara asong dana negara yang terkenal dengan julukan Zamrud Katulistiwa saking kaya rayanya. Sumber daya alam berlimpah dengan kualitas wahid di dunia, nyatanya malah mengemis perhatian lembaga keuangan kawasan Asia, setelah sebelumnya sudah bergabung dengan lembaga keuangan global (Barat). Hasilnya sebenarnya sama saja, rakyat belum sejahtera.
Pengamat ekonomi Dr. Arim Nasim menilai, masuknya Indonesia ke dalam BRICS justru akan mengukuhkan dominasi Cina, baik ranah ekonomi maupun politik. Menurutnya, Cina sudah mendominasi Indonesia, bersaing dengan Amerika dan negara-negara Barat lainnya jauh sebelum Indonesia bergabung dengan BRICS. Yang paling terasa adalah adanya eksploitasi sumber daya alam Indonesia.
Arim mencontohkan kasus Rempang, ekspor nikel yang pernah heboh. Dengan masuknya Indonesia ke BRICS jelas akan lebih menguntungkan Cina yang menjadi salah satu negara pendiri BRICS. Di sisi lain dominasi produk-produk Cina sudah sangat mengkhawatirkan, bahkan mematikan industri dalam negeri, yang terbaru bangkrutnya raksasa tekstil Sritex Indonesia.
Arim tidak menampik adanya manfaat dari bergabungnya Indonesia ke BRICS semisal masuknya investasi, transfer teknologi, masuknya devisa, dan membuka lapangan kerja. Namun dampak negatifnya jauh lebih besar. Di antaranya, sumber daya alam akan terkuras, lingkungan rusak, yang pada akhirnya masyarakatlah yang dirugikan. Jika pun tenaga kerja terserap, itu upahnya sangat murah. Masihkah akan menambah jumlah kerugian? Siapkah Indonesia kecewa?
Islam Sistem Terbaik Wujudkan Sejahtera Tanpa Gimmick
Entah terbuat dari apa hati para pemimpin negeri ini, yang disebut sebagai proyek berkelanjutan, nyata kebijakannya yang justru terus menerus menjerumuskan rakyat dalam penderitaan berkelanjutan. Tak ada kapok-kapoknya, meski badan boncos, masih saja tersanjung dengan perlakuan para investor BRICS.
Menurut pengamat kebijakan publik Dr. Riyan, M.Ag. tampak BRICS adalah upaya sebagian negara untuk melawan dominasi AS, kemudian dibangun atas asas pragmatisme ekonomi dalam kerangka kapitalisme. Sebenarnya tidak ada hal yang baru, melainkan hanya blok baru yang dibentuk.
New Develompment Bank (NDB) yang dibentuk pun tak beda dengan World Bank dalam versi BRICS, dengan suntikan modal sebesar US$50 miliar untuk mengembangkan mekanisme bantuan bagi negara yang mengalami gagal bayar. NDB tak ubahnya kombinasi World Bank dan IMF yang juga menawarkan banyak kemudahan sehingga banyak negara yang mendaftar menjadi anggota, seperti Mesir, Uruguay, Uni Emirat Arab, dan Bangladesh. Namun sebenarnya tujuan utamanya adalah dedolarisasi agar sesedikit mungkin dolar itu dipakai. Padahal, selama Kapitalisme masih bercokol menjadi sistem aturan negara-negara di dunia, dedolarisaai adalah ilusi bahkan hoaks.
Maka bisa dipastikan, BRICS masih sama beraroma Kapitalisme, bergabungnya Indonesia ke dalamnya sama artinya memperpanjang penderitaan dan bencana yang beruntun. Daya beli masyarakat melemah, kesenjangan sosial, utang riba yang tak kunjung selesai, maraknya kriminalitas, korupsi, depresi dan lainnya adalah bukti, Kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan. Masih mau ditambah lagi?
Sungguh tindakan bodoh jika mau terjebak dalam lubang yang sama. Sebagai muslim, dan faktanya negeri ini mayoritas penduduknya beragama Islam semestinya memalingkan pandangan dari Kapitalisme dan beralih kepada Islam. Terlebih Allah SWT. telah menjamin isi Alquran adalah solusi bagi seluruh problematika manusia. “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)...”. (TQS al-Baqarah: 185).
Artian sebagai petunjuk tentu bukan hanya dalam hal ibadah, melainkan seluruh aspek kehidupan manusia, dari mulai ekonomi hingga pemerintahan. Dalam sistem ekonomi Islam ada tiga pilar yakni kepemilikan harta, pengembangan harta, dan distribusi harta. Semuanya diatur secara terinci dengan Daulah Khilafah sebagai satu-satunya institusi penerapnya.
Dan alasan ekonomi Islam senantiasa stabil adalah kebijakan moneternya (keuangannya) menggunakan standar emas dan perak. Harga kambing di masa Rasulullah saw. Satu dinar emas syari (4,25 gram emas murni) ketika dikurskan hari ini, dengan nilai tukar saat ini untuk dinar Kuwait ke rupiah Indonesia adalah 53.700,000, tidak ada fluktuatif yang berarti, sangat stabil dan jauh dari keadaan inflasi atau deflasi.
Bandingkan dengan standar uang kertas biasa (fiat money) yang nilainya bisa naik turun drastis bahkan bisa menghilangkan negara seperti Yunani. Sistem ekonomi Islam juga tidak ada bank ribawi, perusahaan terbatas (PT), dan bursa saham. Semua muamalah riil demikian pula dengan syirkah ( kerjasama usaha). Negara tidak utang negara lain untuk pembiayaan operasionalnya, juga tidak memungut pajak.
Semua berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum dan negara yang kemudian disimpan di Baitulmal. Konsep Baitulmal bukan dianggarkan untuk setahun dan tidak mengenal defisit. Melainkan dikeluarkan sesuai pendapat Khalifah sesuai dengan pandangan mana yang lebih maslahat.
Sistem sanksi dan hukum juga sangat adil, sehingga menutup celah berbagai kecurangan pejabat negara, dan siapapun yang berlaku kriminal. Sebab hukum dan sanksi dalam Islam bersifat jawabir ( penebus dosa) dan jawazir (efek jera) bagi yang belum melakukan. Khilafah, tidak hanya menerapkan syariat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. namun menjadi satu-satunya jaminan kehidupan berkah dunia akhirat. Wallahualam bissawab.
































































































