SEKRETARIS Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dalam pernyataan resmi yang dirilis 30 Mei 2025, membantah rumor yang terjadi saat jamuan makan malam antara Presiden Prabowo dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dengan menjelaskan bahwa minuman dalam momen bersulang adalah Sparkling Apple Cider non-alkohol, bukan wine atau champagne.
Dari jenis minuman kedua presiden itu tak urung menimbulkan polemik, meski sudah dibantah oleh pihak pemerintah, tetap saja netizen mengibaratkan Presiden Prabowo seolah sedang makan sate kambing di warung babi. Pertanyaannya, layaknya kita sebagai negara dengan muslim terbesar di dunia menerima kepala negara yang benci Islam, bahkan menjamunya bak sahabat lama?
Pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana menilai kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia, khususnya ke Akademi Militer (Akmil) Magelang dan Candi Borobudur, bukan sekadar simbolis. Namun mencerminkan dua fokus utama dalam hubungan bilateral Indonesia–Prancis, penguatan kerja sama pertahanan dan diplomasi kebudayaan.
Bagi Indonesia, jelas menjadi peluang untuk meningkatkan kemampuan teknologi pertahanan dalam negeri, termasuk negosiasi agar pesawat tempur Rafale yang dibeli dari Prancis bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan Indonesia kata Hikmahanto.
Dan kunjungan Macron ke Borobudur, menjadi diplomasi kebudayaan sebagai bentuk apresiasi sebagai sesama negara pemilik banyak budaya bersejarah, sekaligus menjadi upaya memperkuat hubungan antar masyarakat (people-to-people relations) serta membuka peluang kerja sama pelestarian situs warisan dunia tersebut.
Berbeda pendapat dengan Alain Gabon, seorang pakar Islam dari Universitas George Town, yang mengatakan, selama masa jabatannya, Emmanuel Macron serta berbagai pemerintahannya secara konsisten berupaya membawa Islamofobia negara dan masyarakat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kebijakan Macron apapun yang diambil hari ini justru semakin memperjelas penolakan Macron terhadap dunia Islam dan diskriminasi hingga kepada tingkat penganiayaan yang nyata terhadap umat Islam. Demikian juga dengan pendapat Julien Talpin, seorang peneliti ilmu politik di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (CNRS), Presiden Emmanuel Macron merupakan masa yang “suram” bagi muslim Prancis dengan penerapan undang-undang separatisme pada musim panas 2021 yang sangat penting.
Faktanya, UU separatisme, dalam debat Majelis Nasional bahwa sasarannya adalah komunitas muslim dengan membuatkan hukum guna mengatasi separatisme. UU ini dimaksudkan untuk memperkuat sistem sekular Prancis dan mengasingkan muslim dengan membatasi kebebasan beragamanya.
Indonesia yang Ramah dan Antusias
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, pihaknya telah menandatangani declaration of intent (DOI) dengan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Prancis, Eric Lombard. Dimana Indonesia berminta impor sapi atau produk susu dari Prancis dan berharap Prancis membuka pintu untuk ekspor crude palm oil (CPO) dari Indonesia.
Kunjungan Macron ini dilakukan dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Prancis dan menjadi lawatan resmi pertamanya sejak Presiden Prabowo Subianto menjabat. Andi Amran berharap, tak hanya sebatas kerjasama impor ekspor, tapi juga pertukaran teknologi pertanian, peningkatan kapasitas SDM dan pelatihan petani, modernisasi alat dan infrastruktur pertanian, dan riset bersama untuk varietas tahan iklim ekstrem.
Sambutan hangat dan meriah atas kedatangan kepala negara Perancis, negara yang banyak membuat kebijakan islamophobia perlu menjadi perhatian. Sejatinya kaum muslimin tidak boleh lupa akan negara-negara yang membuat kebijakan yang memusuhi Islam dan umatnya. Salah satunya adalah Prancis, negara yang sering membuat kebijakan guna menguatkan islamophobia, seperti pelarangan hijab, kasus kartun yanh menghina Nabi saw dan lainnya.
Sebaliknya, sikap tegas dan menunjukkan pembelaan atas kemuliaan agama yang seharusnya ditunjukkan oleh pemimpin negeri muslim, terlebih sebagai negara dengan mayoritas umat Islam.
Islam Muliakan Negara Tanpa Harus Mengemis Simpati Kafir
Sungguh sangat miris, betapa getolnya Indonesia, sebagai salah satu negara muslim mengemis simpati dari negara kafir penjajah. Menjalin kerjasama di segala bidang hingga mengundangnya dalam sebuah perjamuan yang mewah dan intim. Padahal jelas, kebijakan yang diambil Macron untuk negaranya adalah memerangi kaum muslim. Tangannya meski tak langsung, telah berlumuran darah saat membantu barat membenci Islam dan menginginkan Islam lenyap dari muka bumi.
Sayangnya, dalam sistem sekular Kapitalisme, meniscayakan keakraban itu terjadi, sebab pemahaman hubungan negara hanya dilihat berdasarkan manfaat, terlepas apakah negara itu menjadikan Islamophobia sebagai salah satu kebijakan negaranya, maka abai atas sikap suatu negara terhadap Islam ini akan terus terjadi.
Negara sama sekali tidak mengatur bagaimana bersikap sesuai syariat kepada negara lain, bahkan individu rakyatnya dibiarkan memiliki akidah atau malah tidak punya keyakinan terhadap agama apapun. Jelas hal ini sangat merugikan, karena artinya sama dengan membiarkan negara kita berada di bawah penjajahan kafir. Sebab, mereka tak benar-benar ingin akrab dan bersahabat dengan kita kecuali menginginkan imbal balik harta kekayaan alam kita mereka makan habis.
Kebijakan negara yang terus menerus menyengsarakan umat Islam, bahkan rakyat se-Indonesia haruskah kita pertahankan? Padahal jelas Islam telah memberikan tuntunan bagaimana bersikap terhadap orang yang memusuhi agama Allah.
Allah SWT berfirman yang artinya,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (TQS. Ali Imran : 118).
Jelas bukan asal berteman, namun Islam membagi dua dalam konteks hubungan antar negara yaitu Darul Islam dan Darul kufur. Darul Islam dalam definisi ini adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam dan keamanannya berada dalam kendali kaum muslim. Sebaliknya, Darul Kufur adalah negara yang tidak menerapkan syariah Islam atau keamanannya bukan di tangan kaum muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam.
Islam juga sudah menentukan tuntunan bersikap terhadap negara kafir sesuai posisi negara tersebut terhadap Daulah Islam. Yaitu negara kafir harbi dan negara kafir harbi fi’lan. Tuntunan Islam ini seharusnya menjadi pedoman setiap muslim, terlebih penguasa. Apalagi di tengah penjajahan Palestina yang mendapat dukungan dari penguasa Barat, dimana Israel dengan sokongan Amerika, Prancis, Inggris dan negara kafir lainnya, semua masuk dalam satu jenis negara, yaitu kafir harbi fi’lan, yang jelas-jelas setiap upaya mereka adalah untuk menyerang Islam. Maka, satu-satunya hubungan baik dengan mereka adalah hubungan perang. Bukan lainnya.
Kita pun bisa melihat tegasnya para Khalifah atas negara penjajah dan kebijakannya yang menghina Islam. Masyhur bagaimana Sultan Hamid II, Khalifah terakhir Kekhilafahan Turki Utsmani yang menolak mentah-mentah permintaan Theodor Herzl, Bapak Yahudi yang menginginkan sebagian tanah Palestina untuk bangsa mereka, dengan imbalan Yahudi bersedia membayar utang Kekhilafahan akibat kalah perang.
Padahal kondisi Daulah Khilafah Turki Utsmani sudah melemah, namun tetap tak rela jika tanah Palestina, Tanah Kharajiyah kaum muslim jatuh kepada penjajah. Maka sudah seharusnya umat Islam memiliki negara yang kuat dan berpengaruh dalam konstelasi hubungan negara-negara di dunia sebagaimana pernah diraih oleh Daulah Islam dan Kekhilafahan sebelumnya. Khilafahlah satu-satunya junnah (perisai) bagi kaum muslim dari kebiadaban penjajah. Dan bukan malah mengemis iba demi hidup yang penuh kehinaan.
Umat harus berjuang kembali untuk mewujudkan Khilafah yang menjadi negara adidaya dan disegani negara-negara ini. Allah SWT. berfirman yang artinya,” Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran) maka sungguh bagi dia penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta” (TQS Thaha : 124). Nauzubillah.
Wallahualam bissawab.































































































