UPDATE

NASIONAL
NASIONAL

Serikat Buruh: Data BPS soal Kemiskinan Menurun Dinilai Menyesatkan

BANDA ACEH -Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja  menolak data kemiskinan 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Buruh menyebut angka kemiskinan yang diklaim menurun justru menyesatkan dan jauh dari realitas di lapangan.

Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai metodologi BPS sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, BPS masih menggunakan standar negara miskin dengan ambang penghasilan USD 2,5 per hari.

Padahal Indonesia telah dikategorikan sebagai negara berpenghasilan menengah atas. Bila standar internasional diterapkan, kata Iqbal, jumlah orang miskin di Indonesia bisa tembus 190 juta jiwa. Kritik itu juga diperkuat dengan data PHK yang melonjak tajam. 

Berita Lainnya:
Prabowo Subianto Bicara Pemberantasan Korupsi: Sudah Berat, Tak Punya Tongkat Nabi Musa

Litbang Partai Buruh mencatat 70 ribu buruh kehilangan pekerjaan hanya dalam empat bulan pertama 2025. Bahkan BPS sendiri mengakui angka PHK naik 32 persen dibanding tahun lalu. Anehnya, di saat PHK meroket dan daya beli ambruk, BPS justru mengklaim angka kemiskinan menurun.

“Ada yang salah dengan negara ini jika buruh terus kehilangan pekerjaan, tapi angka kemiskinan justru diklaim turun,” tegas Iqbal lewat keterangan resminya, Rabu, 30 Juli 2025.

Situasi ini disebut Iqbal sebagai ironi yang menyakitkan, terutama bagi buruh yang terancam jatuh miskin namun tak mendapat jaminan sosial. 

Berita Lainnya:
Putusan MK Getarkan Kursi Polisi di Sipil, Raja Juli Ngotot: Kehadiran Polisi di Kemenhut Sangat Membantu

Ia menyebut banyak pekerja terutama dari sektor tekstil dan retail telah di-PHK massal, sementara pemerintah dianggap menutup mata.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Sebagai respons, Partai Buruh dan KSP-PB merencanakan aksi besar-besaran secara serentak di 38 provinsi. Sedikitnya 75 ribu buruh akan turun ke jalan antara 15 hingga 25 Agustus. 

Mereka menuntut kebijakan yang lebih adil, perlindungan terhadap buruh, serta mendesak pemerintah menghentikan praktik manipulasi data yang menyesatkan publik.

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.