UPDATE

ISLAM
ISLAM

Kurikulum Cinta: Wajah Manis Deradikalisasi Sejak Dini

Kurikulum Cinta Kemenag diklaim humanis, namun dinilai mengandung agenda deradikalisasi yang menjauhkan generasi Muslim dari syariat Islam kaffah.

Oleh: Hanny N

KEMENTERIAN Agama (Kemenag) baru saja meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai wajah baru pendidikan Islam yang diklaim lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut KBC sebagai langkah transformasi besar dalam ekosistem pendidikan nasional, yang diharapkan mampu menjawab krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi lingkungan. (depokpos.com, 11-8-2025)

Sekilas, dari namanya saja, kurikulum ini terdengar indah dan penuh harapan. Namun di balik jargon manisnya, terdapat potensi bahaya yang tidak boleh diabaikan. Di antaranya adalah proyek *deradikalisasi sejak dini* yang mengubah wajah pendidikan Islam secara mendasar. Bukan hanya sekadar mengajarkan kasih sayang, KBC justru berpotensi mendistorsi makna ukhuwah Islamiyah dan memisahkan generasi muda dari ajaran Islam yang utuh.

Bahaya Tersembunyi di Balik “Cinta”

Salah satu kekhawatiran terbesar dari KBC adalah pengondisian generasi Muslim untuk bersikap keras terhadap saudaranya sendiri yang memperjuangkan penerapan syariat Islam kaffah, namun lembut kepada non-Muslim.

Muslim yang ingin menegakkan hukum Allah akan diberi label radikal dan ekstrem, dimusuhi, bahkan dibubarkan kegiatannya. Sebaliknya, sikap lembut dan penuh hormat ditujukan kepada non-Muslim—rumah ibadah mereka dijaga, perayaan hari raya mereka diikuti, dan nilai toleransi diukur dari sejauh mana seorang Muslim mau menanggalkan prinsip agamanya demi kerukunan semu.

Fenomena ini jelas bertentangan dengan prinsip ukhuwah Islamiyah yang diajarkan Allah: “Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS Al-Fath: 29)

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ayat ini bukan berarti Islam mengajarkan kebencian, melainkan menegaskan adanya prioritas dalam cinta dan loyalitas—yaitu kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslimin.

Asas Sekuler yang Menjauhkan dari Agama

Kurikulum Cinta ini sejatinya dibangun di atas asas sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Nilai dan hukum diambil dari akal manusia semata, bukan dari wahyu. Dalam pandangan Islam, sekularisme adalah ide batil yang merusak akidah umat.

Berita Lainnya:
Prabowo Tetapkan Biaya Haji 2026, Ini Rincian per Embarkasi

Rasulullah ﷺ mengingatkan: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Jika generasi dididik untuk menjadikan standar hidupnya dari nilai-nilai Barat yang sekuler, maka perlahan mereka akan kehilangan jati diri Islam dan menjadi bagian dari peradaban yang memusuhi agama ini.

Mengapa KBC Tidak Menyelesaikan Masalah

Kemenag mungkin mengklaim bahwa KBC akan memupuk cinta dan toleransi. Namun cinta yang tidak dilandasi akidah akan menjadi cinta semu yang mudah diarahkan untuk mendukung agenda-agenda asing.

Deradikalisasi yang dibungkus dalam kurikulum ini sejatinya adalah upaya melemahkan identitas Islam sejak bangku sekolah. Anak-anak akan tumbuh dengan pola pikir moderat-ala-Barat, yang menolak penerapan syariat secara totalitas, dan lebih menghargai pluralisme ala sekuler ketimbang persaudaraan sesama Muslim.

Kurikulum Islam Berbasis Akidah

Islam menetapkan bahwa kurikulum pendidikan harus berbasis akidah Islam. Akidah adalah pondasi yang menentukan arah berpikir, bersikap, dan bertindak seorang Muslim. Negara Islam memiliki kewajiban menjaga akidah rakyatnya, termasuk melalui pendidikan.

Allah berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)

Ayat ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan bukan hanya mencetak manusia berilmu, tetapi juga membentuk mereka menjadi pelaksana amar ma’ruf nahi mungkar.

Sejarah Emas Pendidikan Islam

Sejarah mencatat, pendidikan Islam di masa Rasulullah ﷺ hingga Khilafah mampu melahirkan generasi cemerlang yang menguasai ilmu agama sekaligus ilmu dunia. Di masa Khalifah Harun Al-Rasyid, misalnya, lembaga pendidikan seperti Baitul Hikmah melahirkan ulama sekaligus ilmuwan yang menguasai astronomi, kedokteran, matematika, dan filsafat—tanpa melepaskan akidah Islam.

Begitu pula di masa Khalifah Al-Mu’tashim Billah, pendidikan melahirkan generasi yang memiliki keberanian membela kehormatan umat. Kisahnya terkenal ketika seorang wanita Muslimah dilecehkan di wilayah Romawi, lalu ia berteriak “Wahai Mu’tashim!”. Sang khalifah merespons dengan mengirim pasukan besar hingga benteng Romawi runtuh. Pendidikan Islam kala itu tidak hanya mencetak orang pintar, tapi juga pemimpin pemberani yang menjaga izzah umat.

Berita Lainnya:
Bencana Datang Bertubi-tubi: Kenapa Penanganannya Selalu Lamban?

Solusi: Kembalikan Pendidikan Berbasis Islam

Pendidikan dalam Islam harus diarahkan untuk membentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam: pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang Islami. Kurikulum harus mencakup penguasaan ilmu agama dan sains, dengan akidah Islam sebagai asasnya.

Di bawah sistem Khilafah, negara mengatur pendidikan agar melahirkan ulama, pemimpin, dan ilmuwan yang mampu memimpin dunia. Ilmu tidak dipisahkan dari iman, dan cinta tidak dipisahkan dari loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa pendidikan yang benar adalah pendidikan yang menuntun manusia menuju ridha Allah, bukan sekadar kesuksesan dunia.

Mewaspadai “Cinta” yang Menyesatkan

Kurikulum Cinta yang diluncurkan Kemenag memang terdengar manis, namun umat Islam harus waspada terhadap ide-ide yang memisahkan generasi dari ajaran agamanya. Pendidikan Islam sejati tidak bisa lahir dari asas sekuler, melainkan hanya dari akidah Islam.

Momentum ini harus dijadikan alarm bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk lebih kritis terhadap arah pendidikan nasional. Jangan sampai jargon “cinta” menjadi selimut yang menutupi agenda deradikalisasi dan westernisasi generasi.

Kebangkitan umat dimulai dari pendidikan yang benar. Dan pendidikan yang benar adalah yang membentuk generasi mukmin, berilmu, berani, dan taat kepada Allah secara totalitas.

Allah berjanji : “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi…” (QS An-Nur: 55)

Janji ini hanya akan terwujud jika pendidikan diarahkan untuk membangun generasi pejuang Islam, bukan generasi yang tercerabut dari akar agamanya. Saatnya kita kembali kepada kurikulum Islam berbasis akidah, demi menyelamatkan masa depan umat dari jebakan “cinta” yang menyesatkan.

Wallahu’alam bish shawab.

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.