UPDATE

LINGKUNGAN
LINGKUNGAN

Mafia Lahan Menguasai Ratusan Hektare Hutan Mangrove Aceh Tamiang, KLHK Bergerak

ACEH TAMIANG – Jaringan kejahatan terorganisir yang disebut “mafia kartel” diduga telah merusak ribuan hektare hutan mangrove di kawasan Alur Cina dan Kampung Kuala Genting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit secara ilegal. Peristiwa ini memicu desakan dari aktivis lingkungan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan resmi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menurut Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) dan Komunitas Jurnalis Lingkungan (KJL) Aceh Tamiang, aktivitas perusakan ini sudah berlangsung selama dua tahun terakhir. Mafia ini bersembunyi di balik 35 anggota Kelompok Tani (Poktan) yang sebenarnya bukan warga lokal.

“Ini kejahatan lingkungan yang tak bisa ditoleransi. Pelakunya harus dipidana,” tegas Sayed Zainal M., S.H., Direktur Eksekutif LembAHtari, saat berada di lokasi perusakan pada 19 Agustus 2025.

Sayed mengungkapkan kekecewaannya atas lambatnya respons dari pihak berwenang, khususnya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Langsa dan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. Ia menyebut bahwa luas kerusakan yang mencapai 900 hektare di Alur Cina dan 500 hektare di Kuala Genting seharusnya mudah terdeteksi melalui teknologi citra satelit.

Berita Lainnya:
Penembakan di Pantai Bondi Australia Incar Komunitas Yahudi, 12 Orang Tewas

“Tidak mungkin mereka tidak tahu, apalagi ini sudah berjalan lama,” kata Sayed. “Kami tidak akan membiarkan ini berlanjut. Jika tidak ada tindakan, kami akan melaporkan ini ke Ditjen Gakkum KLHK Pusat dan mengajukan gugatan class action.”

Sayed juga menyerahkan satu bundel data Poktan, termasuk foto KTP pengurus, kepada pihak Polres Aceh Tamiang sebagai bukti.

Respons Cepat dari KLHK

Menanggapi laporan tersebut, Ditjen Gakkum Kehutanan melalui Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatra segera bergerak. Pada 22 Agustus 2025, timnya memasang plang segel di area hutan mangrove yang dirambah.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

“Kami telah memasang plang segel di area seluas 500 hektare yang telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit,” ujar Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatra. “Penyegelan ini bertujuan untuk mengamankan kawasan hutan negara karena saat ini sedang dalam penyelidikan.”

Hari menjelaskan bahwa penanganan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Berdasarkan analisis tim di lapangan, perusakan lahan untuk perkebunan sawit ini sudah berlangsung sejak tahun 2020. Modus operandi yang digunakan adalah klaim penguasaan lahan dengan menggunakan koperasi dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPFBT) palsu.

Berita Lainnya:
Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

“Kami sudah mengantongi beberapa nama terduga pelaku,” tambahnya. “Kami juga telah berkoordinasi dengan KPH III Aceh Timur, Pemerintah Daerah, dan aparat penegak hukum setempat untuk menghentikan aktivitas ini.”

Para pelaku perambahan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Pentingnya Hutan Mangrove bagi Aceh

Dwi Januanto Nugroho, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, menegaskan bahwa ekosistem hutan mangrove di Aceh Tamiang memiliki fungsi ekologis dan sosial ekonomi yang sangat penting. Hutan ini berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi, habitat satwa, serta sumber mata pencarian masyarakat.

“Kekayaan sumber daya alam ini harus tetap lestari,” pungkas Dwi. “Negara akan selalu hadir untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan keberadaan kawasan hutan di Provinsi Aceh.”

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.