BANDA ACEH – Ultimatum Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) terhadap penambang ilegal di hutan Aceh dalam dua pekan terakhir menjadi sorotan publik. Pernyataan tersebut tegas: para penambang yang masih melakukan aktivitas perambahan dan penambangan tanpa izin di kawasan hutan harus segera angkat kaki, atau akan berhadapan langsung dengan hukum dan aparat negara.
Sikap ini dinilai penting, sebab persoalan penambangan emas ilegal sudah lama menjadi duri dalam daging di Aceh. Dampaknya tidak hanya merusak ekosistem hutan dan meracuni sungai dengan merkuri, tetapi juga menimbulkan konflik horizontal serta merusak tatanan ekonomi lokal. Desa-desa yang sebelumnya hidup dari pertanian dan perkebunan kini kian tergerus oleh aktivitas tambang ilegal yang tidak terkendali.
Masyarakat luas menanti, apakah ultimatum Mualem ini benar-benar akan ditindaklanjuti dengan langkah hukum nyata. Sudah terlalu sering rakyat mendengar peringatan, rapat koordinasi, hingga operasi sesaat yang tidak membuahkan hasil permanen. Tanpa keberanian eksekusi, ultimatum ini bisa saja hanya menjadi retorika politik belaka.
Pemerintah Aceh di bawah komando Mualem memiliki peluang besar untuk mencatat sejarah: menegakkan kedaulatan hukum dan menyelamatkan hutan Aceh dari kehancuran. Namun, keberhasilan itu hanya bisa diraih apabila aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga ulama dan tokoh masyarakat bersatu melawan para cukong dan jaringan mafia tambang yang selama ini bermain di balik layar.akyat kini menaruh harapan pada Mualem.
Ketegasan yang sudah diucapkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata—mulai dari operasi terpadu, penegakan hukum yang konsisten, hingga pemulihan kawasan hutan. Jika hal ini benar-benar dilakukan, Mualem bukan hanya akan dikenal sebagai gubernur yang mengultimatum, melainkan sebagai pemimpin yang berani membela rakyat dan lingkungan Aceh.





























































































