UPDATE

ACEH
ACEH

Operasi Opini via TikTok: Syariah Diserang, Riba Dibela

BANDA ACEH – Dewan Syariah Aceh (DSA) menyoroti maraknya serangan terhadap ekonomi syariah yang kini gencar dilakukan melalui media sosial, terutama TikTok. Ketua DSA, Prof. Dr. M. Shabri Abd. Majid, SE., M.Ec, Sabtu (25/10), menyebut fenomena ini sebagai bentuk propaganda hitam yang berpotensi menyesatkan publik dan melemahkan pelaksanaan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh.

Serangan itu muncul dari akun TikTok “Pase Post Lhokseumawe” dengan judul provokatif “Syariah Palsu = Riba Berkedok Agama” dan narasi “Rakyat Aceh Ditipu, Saatnya Melawan”, kemudian diperkuat oleh akun lain seperti @za.brilliant yang menuding “perbankan berkedok agama lebih liberal dari konvensional”.

Menurut Prof. Shabri, tudingan semacam ini bukanlah kritik, melainkan provokasi yang penuh caci maki, minim bukti, dan sarat manipulasi.

“Bahasa yang digunakan bukan bahasa intelektual, tetapi bahasa provokator—penuh emosi dan kebencian. Ini bukan pencarian kebenaran, melainkan upaya sadar untuk merusak marwah syariah,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tuduhan terhadap lembaga-lembaga seperti Bank Aceh Syariah, BSI, FIF Syariah, hingga PNM ULaMM sebagai “penipu umat” dan “riba berkedok agama” menunjukkan minimnya literasi muamalah di kalangan pembuat konten tersebut. Narasi serupa juga digunakan akun lain untuk menuding bahwa bank syariah hanya “mengganti istilah tanpa mengubah hakikat”.

Berita Lainnya:
Berangkat Umrah Saat Banjir, Bupati Aceh Selatan Diperiksa Itjen Kemendagri

Fitnah yang Memutarbalikkan Fakta

Prof. Shabri menegaskan, kesyariahan operasional bank syariah tidak dapat dilihat dari tampilan luar, tetapi dari akad yang digunakan. Dalam fikih muamalah, riba hanya muncul dalam akad utang berbunga (qardh ribawi), sedangkan akad seperti murabahah, musyarakah, mudharabah, dan ijarah memiliki struktur yang sah dan halal.

“Kesalahan logika yang sering terjadi adalah menganggap setiap cicilan berarti riba. Padahal, kesamaan bentuk tidak menentukan kesamaan hukum,” jelasnya.

Wifi dan Charger Gratis dari Bank Aceh Syariah

Ia juga meluruskan tiga tuduhan teknis yang sering digoreng di media sosial: margin tetap, cicilan tetap, dan denda keterlambatan.
Menurutnya, ketiganya memiliki dasar syariah yang kuat dan telah diatur dalam fatwa DSN-MUI serta regulasi OJK. Margin dalam murabahah bukan bunga, cicilan tetap hanyalah mekanisme pembayaran, dan denda keterlambatan di bank syariah tidak menjadi keuntungan bank, melainkan disalurkan ke dana sosial.

Diawasi Ketat dan Berdasarkan Fatwa

Prof. Shabri menegaskan bahwa lembaga keuangan syariah di Aceh beroperasi dengan pengawasan paling ketat di Indonesia. Setiap produk wajib berlandaskan fatwa DSN–MUI, diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS), dikontrol OJK, serta di Aceh diawasi tambahan oleh Dewan Syariah Aceh (DSA) sesuai Qanun LKS No. 11 Tahun 2018.

“Dengan sistem pengawasan berlapis, tidak ada ruang bagi manipulasi akad atau penyimpangan syariah,” ujarnya.

Berita Lainnya:
Bea Cukai Lhokseumawe Salurkan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir di Ujung Pacu

Menyerang Syariah Sama dengan Melemahkan UUPA

DSA menilai, serangan terhadap bank syariah di Aceh bukan sekadar isu perbankan, tetapi juga upaya melemahkan pelaksanaan syariat Islam yang dijamin oleh UUPA (UU No. 11 Tahun 2006) dan merupakan bagian dari MoU Helsinki.

“Seruan untuk ‘bubarkan bank syariah’ sejatinya adalah seruan untuk melemahkan mandat konstitusional Aceh dalam membersihkan praktik riba,” tegas Prof. Shabri.

Kritik Ilmiah Diterima, Fitnah Akan Dilawan

Prof. Shabri menegaskan, Aceh tidak anti kritik. Pemerintah telah menyediakan jalur resmi untuk pengaduan pelanggaran syariah melalui Pergub Aceh No. 56 Tahun 2020. Kritik yang disampaikan dengan data dan etika akan diterima sebagai upaya perbaikan. Namun, agitasi digital dan serangan opini anonim tidak dapat ditoleransi.

Ia juga mendorong penguatan literasi keuangan syariah di tingkat masyarakat melalui pembentukan Dewan Syariah Kabupaten/Kota, gerakan Gampong Sadar Ekonomi Syariah, serta Gampong Bebas Riba agar masyarakat terhindar dari praktik rentenir dan keuangan gelap.

Menutup pernyataannya, Prof. Shabri mengingatkan bahwa komitmen Aceh terhadap syariat adalah harga diri peradaban.

“Jika pelaksanaan ekonomi syariah belum sempurna, solusinya adalah memperbaiki, bukan meninggalkannya. Syariat adalah jalan lurus, tidak mengenal putar balik,” pungkasnya.

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.