JAKARTA – Di tengah krisis iklim global yang kian mengkhawatirkan, masyarakat modern perlu menengok kembali ke pedalaman Banten. Perempuan Baduy, melalui filosofi leluhur mengajarkan bagaimana caranya menjaga keseimbangan ekologis dan ketahanan pangan.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar seri “Perempuan & Perubahan Iklim #4” edisi spesial Hari Ibu 2025 yang digelar The Lead Institute Universitas Paramadina bekerja sama dengan MaHa Indonesia dan PRAY-Foundation, Senin (15/12).
Diskusi ini menyoroti bagaimana kearifan lokal Baduy menjadi solusi bagi isu keadilan gender dan kerusakan lingkungan.
Dr. phil. Suratno Muchoeri, Ketua The Lead Institute, menegaskan bahwa konsep keadilan gender di Baduy tidak berkiblat pada feminisme liberal barat, melainkan pada konsep keseimbangan kosmis ajaran Sunda Wiwitan. Perempuan Baduy memegang posisi sentral sebagai subjek, bukan objek.
“Dalam kosmologi Baduy, sosok Ambu (Ibu) dan Nyi Pohaci (Dewi Padi) adalah representasi kesucian. Aktivitas pertanian seperti Ngaseuk (menanam), Mipit (memanen), hingga Ngalaksa, wajib dilakukan oleh perempuan. Ini bukan sekadar pembagian kerja, tapi pengakuan bahwa perempuan adalah pemegang kunci kedaulatan pangan dan spiritualitas alam,” ujar Suratno.
Kekuatan perempuan Baduy dalam menjaga iklim tergambar dari praktik pertanian Huma (ladang berpindah) yang bebas dari pupuk kimia. Peneliti Kehutanan & Lingkungan, Hani Djoko, M.Si, memaparkan bahwa sistem pertanian Baduy sangat ketat dalam menjaga kelestarian tanah dan air.
Hani menjelaskan, masyarakat Baduy menolak penggunaan bahan kimia, bahkan sabun dan pasta gigi, demi menjaga kemurnian tanah. Padi hasil panen disimpan di Leuit (lumbung) yang mampu mengawetkan beras hingga ratusan tahun tanpa pengawet.
“Di sinilah peran Ambu sebagai manajer tunggal logistik keluarga; mereka yang mengontrol distribusi pangan, memastikan keluarga tidak kelaparan meski terjadi krisis,” jelas Hani.
Dari sisi hukum, Dr. Diah Pawestri Maharani, pakar Hukum Adat Universitas Brawijaya, menyoroti bahwa hukum adat Baduy memberikan proteksi absolut terhadap martabat perempuan. Misalnya sistem perkawinan di Baduy yang bersifat monogami mutlak dan tidak mengenal perceraian.
“Bagi mereka, perceraian adalah aib besar. Ini adalah bentuk perlindungan sosial yang luar biasa bagi perempuan, di mana laki-laki dilarang keras menyakiti atau meninggalkan istrinya. Meski secara aset tanah dipegang laki-laki, hak pemanfaatan ekonomi sepenuhnya ada di tangan perempuan untuk kesejahteraan keluarga,” ungkap Diah.
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, dalam sambutannya menekankan pentingnya negara belajar dari Baduy, bukan sebaliknya. Menurutnya, kohesi sosial dan resiliensi masyarakat Baduy terbentuk karena kepatuhan pada alam.
“Mereka yang menjaga lingkungan, bukan orang modern yang justru sering mencabik-cabik alam. Pemerintah tidak boleh melakukan uniformisasi atau memaksakan standar pendidikan modern yang bisa merusak tatanan nilai mereka. Kekuatan Baduy ada pada keasliannya,” tegas Didik.
Senada dengan itu, Tokoh Perempuan dan Alumni Paramadina, Donna Louisa Latief, membandingkan Baduy dengan negara Bhutan yang mengukur kemajuan dari kebahagiaan warganya, bukan semata materi.
“Perempuan Baduy sejahtera tanpa teknologi canggih. Mereka hidup selaras dengan alam, dan itulah kekayaan sejati yang sulit dimiliki masyarakat kota,” ujarnya.
Di sisi ekonomi kreatif, Maya Fransiska, pengusaha handycraft, mengangkat isu pelestarian tenun (wastra) di tengah gempuran gawai pada generasi muda Baduy Luar. Tradisi menenun yang biasanya menjadi pengisi waktu luang kini bersaing dengan media sosial.
“Namun, potensi eco-fashion dari tenun Baduy sangat besar sebagai produk yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi tinggi, asalkan tetap menjaga pakem adat,” kata Maya.
Acara ini juga memutar video dokumenter pendek “Saba Budaya Baduy 2025” yang merekam potret visual ketangguhan perempuan Baduy dalam menenun kehidupan yang berkelanjutan di kaki pegunungan Kendeng.































































































