BANDA ACEH – Eks Menteri Luar Negeri Malaysia, Tan Sri Rais Yatim, melontarkan kritik tajam terhadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian.
Kritik tersebut muncul menyusul pernyataan Tito yang membandingkan nilai bantuan Malaysia dengan bantuan pemerintah Indonesia untuk korban bencana di Sumatera dan Aceh.
Rais Yatim menilai pernyataan Tito tidak mencerminkan etika komunikasi pejabat publik, terlebih menyangkut isu kemanusiaan dan hubungan antarnegara.
Ia bahkan menyarankan agar Tito terlebih dahulu mempelajari adab dan budi bahasa sebelum menyampaikan pernyataan ke ruang publik.
Seorang menteri seharusnya tahu adab dan budi bahasa. Tito perlu disekolahkan dahulu
Menurut Rais, membandingkan bantuan kemanusiaan dalam bentuk angka berpotensi menyinggung perasaan dan merusak hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia.
Ia menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan seharusnya dilihat dari niat dan manfaatnya, bukan semata nilai nominal.
Polemik ini bermula dari reaksi warganet Malaysia terhadap pernyataan Tito Karnavian yang menyebut nilai bantuan Malaysia setara Rp1 miliar.
Sejumlah warganet menilai perbandingan tersebut tidak sesuai dengan nilai kurs dan konteks bantuan yang diberikan.
Kritik dari Malaysia juga mendapat perhatian pegiat media sosial Indonesia, Chusnul Chotimah.
Ia mengaku prihatin karena pernyataan pejabat Indonesia justru menuai kecaman dari negara tetangga.
Chusnul turut mengaitkan Tito Karnavian sebagai bagian dari warisan pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Ia menilai polemik ini kembali membuka perdebatan soal cara komunikasi pejabat publik di era sebelumnya.
Sebelumnya, Tito Karnavian telah memberikan klarifikasi melalui podcast SLM – Suara Lokal Mengglobal.
Ia menyebut bantuan yang ramai diperbincangkan tersebut bukan berasal dari pemerintah Malaysia, melainkan dari pihak swasta, sehingga menurutnya tidak tepat disebut sebagai bantuan antarnegara.
Meski sudah dijelaskan, polemik belum mereda.
Pernyataan Tan Sri Rais Yatim justru mempertegas sorotan publik terhadap pentingnya etika, kehati-hatian, serta sensitivitas diplomasi dalam penyampaian pernyataan pejabat negara.































































































