UPDATE

LS
LIFESTYLE

80 Tahun Merdeka, Pendidikan dan Kesehatan Masih Terlupa

Oleh: Hanny

Delapan dekade sudah Indonesia merdeka, namun persoalan mendasar rakyat berupa pendidikan dan kesehatan masih jauh dari harapan. Ironi ini menunjukkan bahwa kemerdekaan yang digadang-gadang belum sepenuhnya menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

MENTERI Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam acara Merdeka dari Kurang Gizi menegaskan harapannya agar di usia 80 tahun kemerdekaan, Indonesia sudah terbebas dari masalah gizi buruk dan stunting.

Menurutnya, generasi yang sehat dan cerdas adalah kunci agar bangsa mampu bersaing di tengah persaingan global. Zulhas menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk menekan angka stunting, karena hal ini berkaitan langsung dengan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Kemerdekaan yang Belum Sempurna

Kemerdekaan seharusnya bermakna lepas dari belenggu penjajahan, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial. Namun faktanya, setelah 80 tahun Indonesia berdiri, akses rakyat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan masih timpang.

Di banyak daerah, sarana pendidikan sangat memprihatinkan. Bangunan sekolah rusak, ruang kelas tidak layak, hingga minimnya guru berkualitas. Di sisi lain, akses ke sekolah menengah dan perguruan tinggi hanya bisa dinikmati mereka yang tinggal di kota besar atau memiliki kemampuan finansial.

Kesehatan pun tak kalah menyedihkan. Kasus stunting yang mencapai lebih dari 20% anak Indonesia pada 2024 menjadi bukti seriusnya masalah gizi. Rumah sakit berkualitas hanya terkonsentrasi di kota besar, sementara daerah terpencil masih kekurangan fasilitas medis, dokter, dan obat-obatan.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Apakah ini potret bangsa merdeka? Ataukah sekadar simbol kemerdekaan yang tidak pernah mewujud nyata bagi rakyat?

Kapitalisme: Akar Masalah Pendidikan dan Kesehatan

Kondisi ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan. Dalam kapitalisme, pendidikan dan kesehatan diperlakukan sebagai komoditas, bukan hak dasar rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator, sedangkan penyedia layanan diserahkan kepada swasta.

Sekolah dan rumah sakit bermutu tinggi memang tersedia, tetapi biayanya mahal. Hanya rakyat yang memiliki uang cukup yang bisa mengaksesnya. Sementara bagi mereka yang miskin, harus puas dengan layanan seadanya. Inilah diskriminasi nyata yang terjadi akibat kapitalisasi pendidikan dan kesehatan.

Kapitalisme juga meniscayakan pembangunan hanya di daerah yang dianggap bernilai ekonomi. Daerah terpencil yang jauh dari kota besar terabaikan. Akibatnya, anak-anak di pelosok sulit melanjutkan pendidikan, bahkan untuk sekadar mendapatkan layanan kesehatan dasar pun penuh hambatan.

Berita Lainnya:
Taktik Licik Kapitalisme Mengunci Nasib Buruh

Allah Ta’ala mengingatkan dalam Al-Qur’an, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124)

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dalam sistem selain Islam pasti menghadirkan kesempitan dan penderitaan, sebagaimana yang kita saksikan hari ini.

Dampak Nyata bagi Rakyat

Ketidakmerataan layanan pendidikan dan kesehatan berdampak luas. Anak-anak dari keluarga miskin sulit mengakses pendidikan tinggi, sehingga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Akibatnya, kesenjangan sosial semakin tajam.

Di bidang kesehatan, angka stunting yang tinggi menunjukkan kegagalan negara memenuhi gizi dasar anak bangsa. Padahal, stunting berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan, baik secara fisik maupun intelektual. Jika masalah ini tidak terselesaikan, mustahil Indonesia mampu menjadi bangsa yang kuat dan berdaya saing.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan tanggung jawab negara dalam memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.

Sejarah Islam: Bukti Kesejahteraan Hakiki

Sejarah Islam membuktikan bagaimana negara mampu menjamin kebutuhan dasar rakyat. Pada masa Rasulullah ﷺ dan Khulafaur Rasyidin, pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas negara.

Di Madinah, Rasulullah ﷺ membangun sistem pendidikan berbasis masjid yang dapat diakses gratis oleh seluruh masyarakat. Bahkan, tawanan perang Badar diwajibkan mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak Muslim sebagai syarat kebebasan mereka. Ini menunjukkan kesungguhan negara Islam dalam mencerdaskan rakyatnya.

Di masa Umar bin Khaththab ra., negara membangun layanan kesehatan yang merata. Rumah sakit (bimaristan) didirikan di berbagai wilayah, lengkap dengan tenaga medis dan fasilitas terbaik, dan semua layanan diberikan gratis bagi rakyat. Sejarah mencatat, rumah sakit Islam menjadi rujukan dunia hingga berabad-abad kemudian.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Islam menempatkan pendidikan dan kesehatan sebagai hak publik yang dijamin negara, bukan sekadar slogan.

Islam Menawarkan Solusi Hakiki

Islam memiliki mekanisme yang menjamin pendidikan dan kesehatan merata, gratis, dan berkualitas.

  1. Negara sebagai Ra’in (Pengurus Rakyat)
    Negara Islam memandang pendidikan dan kesehatan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Bukan sekadar fasilitas tambahan, melainkan hak publik yang dijamin secara menyeluruh.
  2. Pendidikan dan Kesehatan Gratis dan Merata
    Dalam Islam, semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan hingga level tertinggi secara gratis. Demikian juga layanan kesehatan, tersedia untuk semua tanpa diskriminasi. Negara wajib membangun sarana prasarana publik, termasuk jalan, jembatan, dan transportasi untuk mendukung akses rakyat.
  3. Sumber Dana dari Baitul Maal
    Negara Islam memiliki sumber dana berlimpah melalui pengelolaan kekayaan alam dan harta kepemilikan umum. Tambang emas, minyak, gas, batu bara, hingga hutan dan laut dikelola negara, bukan swasta. Hasilnya masuk ke Baitul Maal untuk membiayai kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan dan kesehatan.
  4. Kepemimpinan Khilafah yang Bertanggung Jawab
    Khalifah bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Sejarah mencatat, di masa Umar bin Abdul Aziz, hampir tidak ditemukan lagi orang miskin yang layak menerima zakat karena rakyat hidup dalam kecukupan.
Berita Lainnya:
Geser Ellison, Pendiri Google Larry Page Jadi Orang Terkaya Kedua di Dunia

Saatnya Kembali ke Islam

Delapan puluh tahun lebih Indonesia merdeka, tetapi rakyat belum merasakan kemerdekaan sejati. Pendidikan dan kesehatan masih menjadi barang mahal, hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Sementara jutaan rakyat miskin harus rela terpinggirkan.

Selama kapitalisme tetap diterapkan, pendidikan dan kesehatan tidak akan pernah merata. Justru yang terjadi adalah diskriminasi, ketidakadilan, dan kesenjangan yang semakin dalam.

Hanya dengan Islam dalam bingkai Khilafah, pendidikan dan kesehatan benar-benar dijamin. Islam membuktikan diri sebagai sistem yang menyejahterakan manusia dengan aturan Allah yang sempurna.

Allah berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. Al-A’raf: 96)

Ayat ini menegaskan, keberkahan dan kesejahteraan hanya akan terwujud dengan iman dan takwa, yakni menerapkan syariat Allah secara kaffah.

Sudah saatnya umat menyadari, kemerdekaan sejati hanya ada dalam Islam. Dengan kembali pada syariat, bangsa ini akan benar-benar merdeka dan terbebas dari segala bentuk penjajahan, termasuk dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Wallahu’alam bish shawab

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.