Harga beras tetap mahal meski stok melimpah. Program SPHP gagal, rakyat makin tertekan. Islam tawarkan solusi nyata untuk pangan murah.
Oleh: Hanny N
Harga beras di Indonesia tetap tinggi meski pemerintah mengklaim stok melimpah. Program beras SPHP yang digadang-gadang bisa menstabilkan harga ternyata gagal, bahkan bantuan pangan gratis bagi rakyat miskin terancam dihapus.
Masalah ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dalam tata kelola beras nasional, dari hulu hingga hilir, serta praktik oligopoli yang tak tersentuh.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya menjadi regulator tanpa menjamin pangan murah bagi rakyat. Islam justru menawarkan solusi berbeda: negara sebagai ra’in wajib memastikan pangan tersedia dengan harga terjangkau, menertibkan distribusi, dan memberikan bantuan langsung dari Baitulmal.
Sejarah kepemimpinan Umar bin Khattab RA membuktikan negara Islam mampu mengatasi krisis pangan dengan nyata. Artikel ini mengulas mengapa SPHP hanyalah PHP, dan bagaimana Islam memberi jalan keluar yang hakiki.
Harga beras masih jadi masalah serius di negeri ini. Pemerintah sebenarnya optimistis bisa mencapai swasembada beras tahun ini karena stok beras disebut-sebut melimpah. Namun, realita di lapangan jauh berbeda. Di 214 daerah, harga beras tetap tinggi. Padahal penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) digencarkan untuk menurunkan harga. Sayangnya, upaya ini gagal. (kompas.com, 03/09/2025)
Bahkan, bantuan pangan beras gratis bagi masyarakat miskin kini terancam dihapus karena anggarannya dialihkan ke program SPHP. Artinya, rakyat miskin diarahkan membeli beras SPHP, bukan lagi mendapat bantuan gratis.
Lebih runyam lagi, kualitas beras SPHP banyak dikeluhkan. Masyarakat enggan membelinya meski lebih murah, toko ritel pun ogah menjualnya. Lalu, apakah jurus SPHP ini benar-benar solusi, atau justru menambah masalah?
Swasembada Beras yang Kontradiktif
Swasembada pangan seharusnya menjadi kabar gembira. Tetapi, apa jadinya jika stok melimpah justru berbanding terbalik dengan harga yang tetap tinggi? Ironi ini menunjukkan ada masalah serius di tata kelola pangan kita.
Ombudsman RI pernah menyoroti fenomena “obesitas Bulog”, di mana beras menumpuk lama di gudang hingga kualitasnya menurun. Artinya, stok memang ada, tapi tidak sampai ke tangan rakyat dengan harga terjangkau. Swasembada hanya sebatas angka di atas kertas, bukan kesejahteraan nyata.
SPHP Bukan Solusi Sistemis
Menumpukan harapan pada beras SPHP untuk menstabilkan harga jelas tidak efektif. Persoalan beras bersifat sistemis, mencakup tata kelola dari hulu hingga hilir. Produksi, penggilingan, distribusi, hingga tata niaga semuanya saling terkait.
Bulog sendiri menghadapi banyak masalah tata kelola. Ketika beras menumpuk di gudang, berarti ada distribusi yang tidak berjalan.
Di sisi lain, praktik oligopoli dalam tata niaga beras masih menjadi biang keladi tingginya harga. Beberapa kelompok besar bisa menguasai pasar, menggerek harga sesuka hati, sementara rakyat hanya bisa pasrah.
Di sinilah kelemahan sistem kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator, bukan penjamin kebutuhan pokok rakyat.
Pemerintah cukup memastikan “stok aman”, meski rakyat tetap menjerit karena harga mahal. Padahal fungsi negara seharusnya memastikan pangan tersedia dengan harga yang benar-benar terjangkau.
PHP Ketahanan Pangan dalam Kapitalisme
Kebijakan pangan di bawah sistem kapitalisme sering kali hanya menjadi PHP (Pemberi Harapan Palsu). Rakyat diberi janji swasembada, tetapi tetap kesulitan membeli beras.
Dijanjikan stabilisasi harga, nyatanya harga melonjak. Dijanjikan bantuan pangan, malah terancam dihapus.
Ini berbeda jauh dengan Islam. Dalam Khilafah, janji ketersediaan pangan bukan sekadar wacana. Sistem yang diterapkan mampu memastikan dari hulu ke hilir berjalan baik, distribusi lancar, harga stabil, dan bantuan bagi yang membutuhkan benar-benar ada.
Islam: Negara sebagai Ra’in
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menempatkan negara (imam/khalifah) sebagai ra’in (pengurus dan pelindung) rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (khalifah) adalah ra’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, ketersediaan pangan tidak cukup hanya diukur dari stok di gudang. Negara wajib memastikan beras benar-benar sampai ke tangan rakyat dengan harga terjangkau. Jika ada hambatan distribusi, negara turun tangan langsung memperbaikinya, bukan sekadar melempar tanggung jawab pada mekanisme pasar.
Mekanisme Distribusi dalam Islam
Islam memiliki mekanisme yang sistemis untuk menjamin ketersediaan pangan. Pertama, Produksi , negara mendorong lahan pertanian digarap secara optimal. Tanah yang tidak digarap selama tiga tahun bisa diambil alih dan diberikan kepada orang lain yang mampu mengolahnya. Ini sesuai sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa memiliki tanah, maka hendaklah ia mengolahnya. Jika ia tidak mengolahnya dan tidak memberikannya kepada saudaranya, maka hendaklah tanah itu diambil darinya dan diberikan kepada orang lain.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kedua, Penggilingan dan penyimpanan. Negara memastikan teknologi penggilingan beras modern tersedia. Penyimpanan pun dijaga agar tidak menurunkan kualitas.
Ketiga, Distribusi. Negara melarang praktik haram dalam distribusi, seperti penimbunan dan oligopoli. Jika ada pedagang besar yang menguasai pasar, negara berhak menindak tegas.
Keempat, Bantuan langsung. Untuk rakyat miskin, negara bisa memberikan beras gratis dari Baitulmal. Anggaran tidak akan pernah habis karena sumbernya berasal dari pos-pos keuangan Islam: fai, kharaj, jizyah, hingga hasil pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang dan energi.
Dengan mekanisme ini, swasembada bukan lagi mimpi kosong. Harga beras akan benar-benar stabil dan terjangkau.
Sejarah Islam dalam Mengelola Pangan
Sejarah mencatat, pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, pernah terjadi krisis pangan yang dikenal sebagai Am al-Ramadah (Tahun Abu-Abu). Saat itu, kekeringan parah melanda jazirah Arab. Apa yang dilakukan Umar?
Beliau tidak tinggal diam. Umar mengirim utusan ke berbagai wilayah untuk mendatangkan makanan. Dari Mesir, Syam, dan Irak datang kafilah unta penuh muatan gandum dan kurma. Umar sendiri bahkan ikut membagikan makanan kepada rakyat, memastikan semua orang mendapat jatah.
Langkah ini menunjukkan, negara dalam Islam benar-benar hadir untuk rakyat. Bukan hanya bicara stok aman, apalagi menyerahkan semuanya pada mekanisme pasar.
Penutup
Jurus stabilisasi harga beras dengan SPHP terbukti hanya PHP. Stok melimpah tidak otomatis membuat harga murah jika tata kelola dari hulu ke hilir bermasalah. Praktik oligopoli dan lemahnya peran negara dalam sistem kapitalisme membuat rakyat terus menjerit.
Islam memberikan solusi yang berbeda. Negara sebagai ra’in wajib menjamin ketersediaan pangan hingga sampai ke tangan rakyat dengan harga terjangkau. Distribusi dibenahi, praktik curang diberantas, dan rakyat miskin tetap mendapat bantuan langsung.
Swasembada beras dalam Islam bukan hanya mimpi, tetapi kenyataan yang pernah terwujud. Sejarah kepemimpinan Umar bin Khattab adalah buktinya. Maka, sudah saatnya kita menyadari bahwa solusi hakiki untuk persoalan pangan hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam.
Wallahu’alam bish shawab.































































































