UPDATE

OPINI
OPINI

Ujian Transparansi KPK: Mengapa Kasus Whoosh Tak Boleh Jadi ‘Tebak Manggis’ Publik?

Oleh: Damai Hari Lubis**

SIKAP Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memilih merahasiakan identitas pihak-pihak yang diperiksa pada tahap penyelidikan (lidik) dugaan rasuah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) adalah sebuah kontradiksi etika dan hukum acara yang patut dipertanyakan.

Meskipun secara teknis berpegang pada dalih bahwa kasus masih dalam tahap penyelidikan, langkah ini secara signifikan telah melukai asas transparansi yang merupakan roh utama dari lembaga anti-rasuah.

Problematika Dasar Hukum dan Asas Good Governance

Klaim KPK bahwa kerahasiaan nama pihak yang diperiksa didasarkan pada status penyelidikan adalah argumen yang lemah dan kontradiktif dengan semangat perundang-undangan di Indonesia.

  1. Asas Keterbukaan vs. KUHAP: Benar bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara eksplisit mewajibkan pengumuman nama di tahap penyelidikan, namun tidak ada larangan eksplisit pula. Di sisi lain, KPK sebagai lembaga publik pengusung good governance wajib tunduk pada asas keterbukaan dan transparansi, sebagaimana diamanatkan oleh UU tentang KPK, UU Kepolisian, dan UU Tindak Pidana Korupsi, serta UU Keterbukaan Informasi Publik.
  2. Inisial sebagai Jalan Tengah: Menyampaikan inisial atau jabatan pihak yang dipanggil, seperti yang disarankan, adalah solusi prudensial dan profesional. Ini memenuhi tuntutan transparansi publik tanpa mencederai asas presumption of innocence (praduga tak bersalah) yang melekat pada individu yang masih berstatus terperiksa (lidik) atau bahkan tersangka. Pemberian inisial membedakannya dari penetapan tersangka yang memerlukan bukti permulaan yang cukup.
  3. Bukan Rahasia Pertahanan Negara: Kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur strategis nasional (PSN) seperti Whoosh, yang sudah santer diberitakan dan melibatkan uang publik, jauh dari kategori rahasia pertahanan negara. Justru, keterbukaan informasi akan meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana negara.
Berita Lainnya:
MK Menguntungkan Jokowi, Merugikan Prabowo

Dampak Negatif ‘Metode Ketertertutupan’

Pola kerahasiaan yang diadopsi KPK ini justru melahirkan dampak yang kontraproduktif dan merugikan kredibilitas institusi:

  • Hilangnya Kontrol Publik: Sikap tertutup KPK menghambat pengawasan publik, menciptakan ruang gelap yang berpotensi memicu spekulasi atau bahkan negosiasi di balik layar.
  • Menciptakan ‘Tebak Buah Manggis’ Politik: Kerahasiaan ini secara langsung memicu publik untuk menebak-nebak, yang pada akhirnya menyeret nama-nama besar pejabat tinggi negara—mulai dari Presiden (Jokowi), menteri koordinator (Luhut), menteri keuangan (Sri Mulyani), hingga menteri BUMN (Erick Thohir). Hal ini bukan hanya mengganggu proses hukum, tetapi juga menimbulkan kegaduhan politik dan merusak reputasi figur yang belum tentu bersalah.
  • Menguji Independensi KPK: Kasus proyek strategis dengan dugaan mark up yang disorot oleh tokoh sekelas Mahfud MD dan Purbaya (Menkeu) adalah ujian nyata bagi independensi KPK. Kerahasiaan yang berlebihan memunculkan persepsi bahwa KPK ragu atau tunduk pada tekanan politik figur yang terlibat.
Berita Lainnya:
Efek Kupu-kupu dan Tragedi Hukum Lingkungan

Rekomendasi Profesional: Menegaskan Kembali Khittah KPK

KPK perlu segera mengoreksi pendekatannya dalam mengelola informasi kasus Whoosh.

  1. Penerapan Transparansi yang Berjenjang: Terapkan prinsip transparansi yang berjenjang. Di tahap penyelidikan, cukup sampaikan inisial, jabatan, atau instansi/kementerian yang dipanggil untuk memberikan kepastian kepada publik.
  2. Komunikasi Publik yang Proaktif: KPK harus lebih proaktif dalam memberikan update yang terukur dan profesional, tidak hanya menunggu konfirmasi dari media atau desakan publik. Ini adalah bagian dari strategi pencegahan korupsi dan edukasi publik.
  3. Tunjukkan Ketegasan Tanpa Pandang Bulu: Jika dugaan rasuah pada Proyek Strategis Nasional (PSN) ini benar-benar terbukti, KPK harus bersikap tegas. Tidak ada prudential principle yang lebih tinggi dari mandat membersihkan negara dari korupsi. Ketegasan pada pejabat selevel pengambil kebijakan adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.

Kasus Whoosh adalah pertaruhan kredibilitas dan independensi KPK. Dengan adanya signal kuat dari pejabat publik dan besarnya biaya negara yang dipertaruhkan, KPK tidak boleh berlindung di balik interpretasi sempit KUHAP. Sikap tertutup hanya akan memperkuat citra “Tebak Buah Manggis” yang liar dan merusak reputasi para pemangku jabatan, serta pada akhirnya akan melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum anti-korupsi di Indonesia.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

**). Penulis adalah Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.