BANDA ACEH – Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak umat Muslim yang hidup “online”: belajar, bekerja, mengikuti kajian, berdonasi, dan berkomunikasi dengan sesama di berbagai negara.
Pada saat yang sama, kelelahan terhadap media sosial arus utama juga semakin terasa: dalam satu linimasa bercampur konten Islami yang bermanfaat, video hiburan yang mendekati hal-hal haram, dan komentar penuh kebencian.
Dari sini muncul pertanyaan: apakah umat Muslim memang membutuhkan platform terpisah — sebuah jejaring sosial yang sejak awal dirancang untuk Muslim?
Mengapa muncul jejaring sosial bernuansa Muslim
Media sosial global awalnya dibangun sebagai ruang netral “untuk semua”. Namun dalam praktiknya, banyak Muslim yang harus menyaring konten sendiri. Dari pengalaman ini muncul beberapa kebutuhan:
- lingkungan yang aman secara nilai, di mana pengguna tidak perlu khawatir dengan konten haram di linimasa;
- komunikasi yang lebih santun, tanpa ejekan terhadap agama;
- ruang yang rapi untuk pendidikan Islam serta berbagai inisiatif sosial dan filantropi.
Dari kebutuhan inilah lahir fenomena jejaring sosial bernuansa Muslim, yang sejak awal dibangun dengan berpegangan pada nilai-nilai Islam.
Salam Life: platform internasional untuk umat
Salah satu contoh pendekatan ini adalah Salam Social, sebuah platform baru berskala internasional. Salam Social diposisikan sebagai jejaring sosial Muslim yang dapat digunakan oleh pengguna dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Informasi lebih lanjut tentang proyek ini dapat dilihat di: https://salam.life.
Berbeda dengan media sosial klasik, Salam Social berusaha menjadi “platform modern yang normal”, tetapi dengan pijakan yang jelas pada nilai-nilai Islam. Untuk itu, timnya menekankan beberapa prinsip utama:
- Moderasi berdasarkan nilai-nilai Islam.
Konten yang menghina agama, jelas-jelas haram, atau melanggar norma kesopanan tidak diperbolehkan. Hal ini membantu membangun suasana yang lebih tenang dan saling menghormati di linimasa dan kolom komentar. - Linimasa terpisah untuk laki-laki dan perempuan.
Pengguna dapat memilih format interaksi yang paling nyaman: melihat linimasa umum, atau linimasa yang difokuskan pada pengguna laki-laki atau perempuan. - Terjemahan otomatis ke lebih dari 30 bahasa.
Postingan dan komentar dapat diterjemahkan secara otomatis, termasuk ke bahasa Indonesia, sehingga Muslim dari berbagai negara bisa saling berkomunikasi tanpa hambatan bahasa. - Dukungan untuk kegiatan sosial dan filantropi.
Di dalam platform, pengguna dapat membagikan informasi tentang donasi, penggalangan dana, dan proyek lokal, serta menemukan dukungan dari sesama pengguna.
Bagi pengguna di Indonesia, Salam Social dihadirkan sebagai jejaring sosial Muslim yang memudahkan mereka menggabungkan komunikasi, pembelajaran, dan donasi dalam satu ruang online.
Jejaring sosial Muslim terpisah atau mengubah platform global?
Perdebatan tentang apakah umat Muslim sebaiknya membangun jejaring sosial sendiri atau berusaha mengubah aturan di platform global masih terus berlangsung.
Pihak yang skeptis menyebut risiko terciptanya “gelembung informasi”, sementara para pendukung menekankan hak umat untuk memiliki lingkungan digital yang aman dan sejalan dengan nilai-nilai mereka.
Namun satu hal sudah jelas: kebutuhan akan jejaring sosial Muslim dengan format baru sudah terbentuk. Munculnya proyek seperti Salam Social menunjukkan bagaimana kebutuhan itu bisa dijawab dalam bentuk nyata.
Selanjutnya, keputusan ada di tangan para pengguna sendiri — lewat pilihan mereka, waktu yang mereka habiskan, dan perhatian yang mereka berikan di linimasa setiap hari.































































































