UPDATE

ISLAM
ISLAM

Bahaya Program Populis: Keracunan Makanan Bergizi Gratis Bukti Kapitalisme Gagal

Kasus keracunan program Makan Bergizi Gratis membuktikan bahaya program populis. Kapitalisme gagal, Islam hadir dengan solusi nyata bagi rakyat.

Oleh: Hanny N

KASUS keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi dan menimbulkan keresahan publik.

Ratusan siswa di berbagai daerah menjadi korban, mulai dari 427 anak di Kabupaten Lebong, Bengkulu; 20 anak di Lampung Timur; hingga 135 siswa di SMPN 3 Berbah Sleman.

Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di Sragen, yang hasil uji laboratoriumnya menunjukkan bahwa persoalan sanitasi lingkungan menjadi pemicu utama.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) bahkan menyampaikan keprihatinan mendalam dan menginstruksikan penghentian sementara operasional satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG).

Namun fakta berulang ini menunjukkan bahwa ada persoalan struktural yang lebih mendasar dari sekadar teknis penyajian makanan.

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Kasus keracunan makanan bergizi gratis kembali terjadi di berbagai daerah, menimpa ratusan siswa dan menimbulkan keresahan publik.

Program populis yang seharusnya menyehatkan justru berbalik membahayakan nyawa rakyat.

Fenomena ini menegaskan bahaya program populis dalam sistem kapitalisme, yang gagal memberikan solusi hakiki atas persoalan gizi dan kesehatan rakyat.

Islam hadir dengan solusi fundamental melalui peran negara sebagai pengurus rakyat, bukan sekadar pencitraan politik.

Janji Populis yang Berujung Petaka

Program MBG sejatinya lahir dari janji kampanye presiden untuk mengatasi malnutrisi dan stunting pada anak-anak serta ibu hamil.

Tujuannya terdengar mulia: meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Namun sayangnya, implementasi di lapangan jauh dari harapan.

Keracunan yang terjadi secara berulang menegaskan adanya kelalaian negara dalam menyiapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat serta lemahnya pengawasan terhadap SPPG.

Akibatnya, bukan peningkatan kualitas SDM yang terwujud, melainkan ancaman serius terhadap kesehatan bahkan nyawa siswa.

Program ini pada akhirnya tidak menyentuh akar masalah gizi buruk dan stunting.

Pemberian makanan instan dalam program populis semacam ini hanyalah solusi tambal sulam, bukan solusi hakiki.

Kapitalisme dan Tradisi Program Populis

Fenomena program populis seperti MBG merupakan ciri khas dari sistem kapitalisme demokrasi.

Program dijalankan bukan berdasarkan kebutuhan riil rakyat, melainkan demi pencitraan politik.

Berita Lainnya:
Viral Penjual Mie Babi Pakai Atribut Peci dan Hijab di Bandung, Satpol PP Bertindak

Ketika rakyat masih bergelut dengan harga bahan pokok yang mahal, akses kesehatan terbatas, dan kualitas pendidikan rendah, program MBG hadir sekadar sebagai simbol kepedulian semu.

Sistem kapitalisme menempatkan rakyat sebagai objek politik. Janji-janji manis digelontorkan untuk meraih simpati, tetapi implementasinya minim persiapan.

Celakanya, rakyatlah yang menanggung akibatnya. Kasus keracunan massal MBG adalah bukti nyata bagaimana program instan yang dilaksanakan tanpa fondasi yang kokoh justru berbahaya.

Islam Menempatkan Negara Sebagai Ra’in

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menetapkan negara sebagai ra’in (pengurus rakyat) sekaligus mas’ul (penanggung jawab). Rasulullah ﷺ bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Artinya, negara tidak boleh abai dalam menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk urusan gizi. Pemenuhan kebutuhan pangan bukan sekadar program temporer, melainkan kewajiban struktural yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Islam mengatur agar negara:

  1. Menjamin kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, dan papan.
  2. Menyediakan layanan kesehatan yang layak dan gratis, termasuk edukasi tentang gizi.
  3. Mengelola perekonomian secara adil, sehingga rakyat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung pada program populis.

Sejarah Islam: Negara Hadir Menjamin Gizi Rakyat

Sejarah peradaban Islam membuktikan bahwa kesejahteraan rakyat bukan utopia. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah membagikan gandum secara gratis ketika Madinah dilanda musim paceklik. Tidak berhenti di situ, Umar juga membangun sistem distribusi pangan agar kebutuhan rakyat di berbagai wilayah tetap terpenuhi.

Di era Abbasiyah, sistem kesehatan dan pendidikan berkembang pesat, disertai edukasi gizi yang diberikan secara luas kepada masyarakat. Negara mengelola baitul mal (kas negara) dengan pemasukan dari sumber-sumber syar’i seperti fai’, kharaj, jizyah, dan zakat. Dengan dana inilah, negara mampu membiayai kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa harus bergantung pada utang atau program instan.

Hal ini membuktikan bahwa dalam sistem Islam, program penyehatan gizi dan pencegahan stunting bukan dilakukan sekadar untuk pencitraan, melainkan sebagai bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyat.

Berita Lainnya:
Taubat dari Perilaku Tak Terpuji di Tengah Bencana

Islam Menawarkan Solusi Hakiki

Islam menawarkan solusi komprehensif untuk masalah gizi dan kesehatan masyarakat, berbeda jauh dengan kapitalisme:

  1. Jaminan Kesejahteraan
    Negara wajib memastikan setiap rakyat bisa memenuhi kebutuhan gizinya, baik melalui distribusi langsung maupun dengan membuka akses pekerjaan dan penghasilan.
  2. Edukasi dan Kesadaran Gizi
    Rakyat diberi pemahaman tentang pentingnya gizi seimbang, bukan sekadar diberi makanan gratis tanpa proses edukasi.
  3. Pengelolaan Ekonomi yang Adil
    Dengan sistem ekonomi Islam, kekayaan negara tidak terpusat di segelintir orang. Kekayaan alam dan sumber pemasukan dikelola untuk kesejahteraan rakyat, termasuk kebutuhan pangan dan gizi.
  4. Kebijakan yang Terintegrasi
    Masalah gizi tidak hanya diatasi dengan pemberian makanan, tetapi dengan perbaikan menyeluruh pada aspek sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Refleksi untuk Indonesia

Keracunan MBG yang terus berulang harus membuka mata kita bahwa solusi parsial berbasis program populis tidak akan pernah menyelesaikan masalah mendasar. Alih-alih menurunkan angka stunting, justru muncul masalah baru: ancaman kesehatan massal.

Rakyat membutuhkan jaminan gizi yang nyata, bukan sekadar program politik. Negara harus berhenti bermain-main dengan keselamatan rakyat dan segera mengubah paradigma. Selama sistem kapitalisme tetap menjadi fondasi, rakyat akan terus menjadi korban.

Kesimpulan

Keracunan MBG bukan sekadar kecelakaan teknis, tetapi gambaran nyata kegagalan negara dalam memenuhi tanggung jawabnya. Program populis yang dilaksanakan tanpa perencanaan matang hanya menambah derita rakyat.

Islam memberikan solusi mendasar dengan menjadikan negara sebagai pengurus rakyat. Dalam sistem Khilafah, kebutuhan gizi dipenuhi bukan demi pencitraan, melainkan sebagai amanah syariat. Sejarah mencatat, umat Islam pernah hidup dalam kesejahteraan di bawah kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab.

Firman Allah menjadi pengingat tegas, “Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit…” (QS. Thaha: 124)

Ayat ini mengingatkan bahwa meninggalkan aturan Allah akan berbuah penderitaan. Kini saatnya kita kembali kepada aturan Allah yang paripurna, agar rakyat terbebas dari program populis yang membahayakan, dan benar-benar meraih kesejahteraan yang hakiki.

Wallahu’alam bish shawab

Reaksi

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.