Jumat, 26/04/2024 - 03:42 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Kunci Kesuksesan Bisnis Berkelanjutan

ADVERTISEMENTS

Oleh : Muhammad Muchlas Rowi*

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

JAKARTA — Setiap pebisnis ingin usahanya tak cuma sukses tapi juga berkelanjutan [sustainability]. Tak sekedar sukses sepintas, lalu tenggelam kemudian. Beragam cara lalu dilakukan untuk memoles citra dan menambah usia bisnisnya.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Sayangnya, cara orang memoles bisnis seringkali hanya fokus pada metrik finansial, seperti revenue, neraca, atau profit. Sehingga melahirkan bias saat mengukur keberhasilan bisnisnya. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Banyak bisnis memang bisa merasakan kesuksesan meski cuma fokus pada metrik finansial. Namun tak bisa bertahan lama, alih-alih kembali ke titik nol. Seperti dialami banyak perusahaan rintisan atau startup di negeri ini. 

ADVERTISEMENTS

Selain terlalu sering mengandalkan strategi ‘bakar duit’, juga karena terburu-buru ingin mencapai titik impas. Lalu meraup untung sebesar-besarnya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

 

Celakanya, kebiasaan ini mengakar kuat hingga ke level bisnis paling bawah. Seperti aksi sejumlah warung di kawasan wisata, mematok harga di luar nalar. Mereka pikir, efek negatifnya bisa dilokalisir dan hanya muncul ketika itu saja. Tapi rupanya malah meluas dan bahkan viral. 

Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Kesuksesan perusahaan yang dibangun cape-cape akhirnya tidak saja rusak, tapi juga rontok alias bangkrut.

Keberhasilan bisnis

Sebuah reportase BBC tahun 2020 menampilkan fakta menarik soal usia bisnis di Negeri Matahari Terbit, Jepang. Dimana berdasarkan penelitian Firma Teikoku Data Bank tahun 2019 diketahui ada sekira 33 ribu bisnis berusia lebih dari seabad.

Berita Lainnya:
LSM CERI Ungkap Kejanggalan Pemeriksaan RBS oleh Kejagung di Kasus Korupsi PT Timah

Entitas yang berusia tua itu dikenal dengan istilah ‘shinise’, yang secara harfiah berarti ‘toko lawas’. Fakta menarik lainnya, banyak ‘shinise’ menekankan kesinambungan ketimbang target memaksimalkan profit.

Tsuen Tea, sebuah kedai teh di Kyoto, adalah salah satu ‘shinise’ yang disebut paling tua usianya [lahir tahun 1160]. Letaknya ada di pojok jalan, mengarah ke sungai besar dan jembatan di pemukiman sepi di kota Kyoto.

Sang pemilik, bernama Yusuke Tsuen mengatakan, “kami fokus pada teh dan tidak pernah memperluas bidang usaha terlalu jauh. Itulah mengapa kami bertahan.”

‘Shinise’ lain yang tidak terlalu tua namun cukup lama berdiri di Kyoto adalah Nitendo. Sebuah perusahaan yang fokus pada produksi video game. Nama mereka terdengar di seluruh dunia, dan sukses merevolusi hiburan di rumah melalui peralatan game elektronik sejak tahun 1985. 

Meski begitu populer, namun kebanyakan orang tak tahu jika Nitendo dimulai sejak tahun 1889. Bermula dari permainan kartu khas Jepang, bernama Hanafuda.

Kabar baiknya, toko lawas sejenis ‘shinise’ ternyata juga ada di Indonesia. Namanya Bakoel Koffie, salah satu kedai kopi tertua di Jakarta. Berdiri sejak 1878, Bakoel Koffie ternyata bermula di Hayam Wuruk, lalu berkembang menjadi 5 cabang di Cikini, Senopati, Bintaro, kelapa Gading, dan Kuningan.

Berita Lainnya:
Kaesang Hanya Bisa Lolos Jadi Cagub DKI 2024 dengan Mengubah UU Lewat MK

Awalnya, kedai ini bernama ‘Warung Tinggi’. Sebuah warung nasi yang banyak dikunjungi pengayuh becak. Namun, karena pengunjung warung ini lebih menyukai kopinya, maka Liauw Tek Soen, sang pemilik waktu itu lebih mengembangkan bisnis kopinya hingga sekarang.

Bisnis berkelanjutan

Kesuksesan bisnis yang dipertahankan puluhan bahkan ratusan tahun baik oleh Tsuen Tea, Nitendo, dan Bakoel Koffie sesungguhnya punya faktor determinan yang serupa, yaitu kesetiaan pada pola dan tradisi. Bukan cuma memaksimalkan keuntungan.

Tanpa disadari, mereka pun berhasil menciptakan keseimbangan antara metrik finansial [revenue, masrket share, profit] dengan metrik non finansial [jumlah dan kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, reputasi].

Catatan kritisnya, pola tersebut sejatinya terbentuk secara alamiah. Dimana keseimbangan lahir dari preferensi si pemilik awal yang diturunkan kepada anak cucunya. Artinya, jika tidak dibuat secara lebih terstruktur, maka tren bisnis yang datang kemudian lambat laun bisa juga membunuhnya.

Karena itu, menjadi penting bagi sebuah perusahaan untuk mendorong owner bisnis, direksi hingga dewan komisaris untuk menerapkan cara-cara yang lebih terstruktur untuk menyelaraskan perkembangan mutakhir dengan maksud dan tujuan.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi